My fiance, 𝐍𝐚𝐜𝐡𝐭 𝐅𝐚𝐮𝐬𝐭
———
"Halo Nacht," sapa sang gadis.
Sore ini dimana hari libur nya, Nacht mengajak [Name] untuk berkencan. [Name] menyetujui permintaan sang lelaki.
Itulah mengapa sore ini [Name] menyapa Nacht yang dari tadi tengah menunggu dirinya bersiap untuk berkencan.
"Halo juga," Nacht menatap [Name] yang tengah tersenyum kepadanya.
Nacht menatap sang gadis tanpa henti. Dadanya kini rasanya ingin meledak, wajahnya memanas hanya karena melihat [Name] yang kini memaki dress berwarna biru muda dengan topi pantai kecil dikepalanya.
"Apa pakaianku terlihat aneh? Aku jarang memakai dress, apa memang terlihat seperti itu?"
Detik itu Nacht tersadar akan lamunannya. "Tidak, maaf aku melamun, itu cocok. Kau terlihat cantik."
Nacht gugup.
Walaupun ia dekat dengan banyak wanita tetapi entah kenapa jika ia bersama [Name] ia merasa berbeda, ia tak dapat menggoda sang gadis —seperti biasanya, karena apa saja yang dilakukan sang gadis sekecil apapun Nacht tak bisa menahan kegugupannya. Dan Nacht rasa itu aneh.
[Name] tersenyum mendengar perkataan Nacht. "Benarkah? Terimakasih untuk pujiannya Nacht."
"Sama-sama, sebenarnya kau yang biasa pun terlihat sama cantiknya. Tapi yang sekarang terlihat lebih cantik,"
Oh astaga lihat, biasanya Nacht tak pernah gugup mengatakan pujian seperti itu kepada wanita. Tapi kenapa saat ia memberikan pujian itu kepada [Name] rasanya gugup sekali.
[Name] tertawa kecil. "Terimakasih lagi atas pujiannya Nacht. Kau juga terlihat tampan, lebih tampan dari kemarin."
Wajah Nacht tiba-tiba memerah. Tapi masih dengan wajah tenangnya. Nacht memang sengaja memakai pakaian yang lebih nyaman, dan rapi untuk kencan hari ini, dan sepertinya sang gadis menyadarinya.
"Kurasa kita harus segera berangkat."
"Tentu saja, ngomong-ngomong apa yang akan kita pakai untuk kesana?" tanya [Name]
Nacht mengulurkan tangannya, [Name] yang mengerti akan uluran itupun meletakkan tangannya di telapak tangan sang lelaki—sebelum akhirnya Nacht menggenggam tangannya dengan erat.
Nacht menelan ludahnya, ini pertama kalinya ia memegang tangan sang gadis selain ketika pertunangannya waktu itu, Nacht bisa merasakan kehangatan akan genggamannya kini. Sedangkan tangan yang digenggam [Name] rasanya dingin, [Name] pun tertawa kecil karenanya.
"Apa yang sedang kau tertawakan?" Nacht bertanya.
[Name] menoleh. Kembali tertawa kecil. "Tidak ada, hanya hal kecil,"
Nacht mengangguk. "Baiklah, pegang tanganku erat, jangan menjauh."
"Hei Nacht jangan bila–AAAA"
———
[Name] merasa mual. Padahal ini bukanlah teleportasi tingkat atas, hanya berpindah dari satu bayangan kebayangan lainnya. Tetapi ia rasanya sangat pusing, entah karena apa.
Nacht menatap khawatir. Ia lalu memberikan satu botol minum kepada sang gadis.
"Tenang saja aku tidak apa-apa, jangan menatapku seperti itu Nacht."
Nacht tetap menatap sang gadis dengan khawatir. "Apa kita pulang saja?"
"Tak perlu Nacht, aku baik-baik saja," ucap nya menyakinkan sang lelaki.
"Tapi kau terlihat tidak bisa berjalan, kau juga terlihat sangat lelah," Ia berkata dengan nada lirih, menunduk khawatir.
Oh astaga, lelaki ini berbahaya. Jantung [Name] berdetak sangat kencang karenanya. Ngomong-ngomong sepertinya Nacht tidak seperti apa yang dikatakan orang-orang, [Name] melihat lelaki ini seperti seorang anak kecil, bukan preman.
[Name] tersenyum. Ada ide jahil dalam kepalanya.
"Sebenarnya kakiku memang sakit, tapi aku masih mau bermain disini," Nacht mendoak mendengarkan penuturan dang gadis, "kau membawa ku ke pantai kesukaanku, kurasa rugi jika kita langsung pulang kan?"
"Kau tidak bisa berjalan," kata Nacht.
"Kau bisa menggendongku kan?" tanya [Name].
Nacht mengangguk. "Tentu saja,"
Tanpa aba-aba dari sang gadis Nacht sudah terlebih dahulu mengangkat tubuh ringan sang gadis, [Name] yang tak siap pun reflek berteriak. Gadis itu kembali kaget karena Nacht yang menggendongnya secara bridal style.
"Hei Nacht maksud ku bukan di gendong seperti ini, aku ingin digendong dibelakang tau," katanya mendorong dada Nacht.
Nacht menatap [Name] yang berada dibawahnya. Mungkin lebih tepatnya di gendongnya. "Kenapa memangnya?"
"Tentu saja aku malu,"
"Tak perlu malu, jika ada yang membuatmu malu aku akan memukulnya."
[Name] melebarkan matanya. Sepertinya ia harus menarik kata katanya tadi tentang Nacht yang seperti anak kecil.
———
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fiancé, 𝐍𝐚𝐜𝐡𝐭 𝐅𝐚𝐮𝐬𝐭
Fanfiction"when i think about the future, i think about u" - Nacht Faust