"NGGAK!"
Wanita paruh baya itu menghelai napas begitu mendengar penolakan dari putra semata wayangnya. Terdapat kerutan-kerutan halus di wajahnya namun tak mengurangi paras cantik dari wanita tersebut.
"Hali, Bunda mohon sama kamu, kamu mau ya nikah sama Ludira. Dia gadis yang baik kok, kamu nggak kasian sama dia? Bunda nggak mau ngecewain orang tua Ludira" wanita itu berkata lagi, memberi pengertian pada putranya supaya dia mau menikah dengan anak dari temannya.
"Bunda tau kalau aku sudah menikah? Lalu kenapa bunda menawarkan perempuan lain sementara Yaya masih ada disisiku!" Halilintar tidak dapat menahan emosinya lagi.
"Aku tidak akan menikahi perempuan itu! Maupun perempuan lain. Istriku hanya Yaya seorang! Tidak ada yang lain" begitu mengatakan itu Halilintar beranjak, pergi meninggalkan kediaman orangtuanya dengan emosi. Mengabaikan teriakan wanita itu yang terus memanggil namanya.
×××××
"Wa'alaikumussalam... Sebentar!"
Yaya berjalan menuju pintu utama, begitu pintu terbuka Yaya terkejut saat ada tubuh tegap langsung memeluknya tiba-tiba. Ia hendak memberontak untuk dilepaskan namun mengurungkan niatnya begitu Indra penciumannya menghirup aroma maskulin yang sudah tak asing lagi baginya.
Yaya membalas pelukan itu sambil menepuk pelan punggung yang tidak lain adalah, Suaminya.
"K-kamu kenapa?" Yaya bertanya, namun tak dapat balasan dari laki-laki beriris delima itu.
"Ya sudah kalau kamu nggak mau cerita juga nggak pa-pa, aku-"
"Yaya!"
Perkataan Yaya terputus oleh suara serak nan lirih suaminya. Dapat ia rasakan tubuh suaminya bergetar, tangan yang merengkuh erat dirinya juga bergetar. Mencari ketenangan di dalam dirinya. Membuat mata Yaya memanas dibuatnya.
"Kita masuk dulu yuk, nggak enak di lihat orang nanti" bisik Yaya lembut. Yang di balas dengan anggukan sang suami.
Begitu mereka sampai ruang keluarga, Halilintar -suami Yaya- kembali memeluk tubuh kecil istrinya. Membenamkan wajahnya di ceruk leher sang istri. Menghirup dalam aroma yang dirindukan seharian ini.
"Jangan tinggalkan aku, aku mohon j-jangan pernah tinggalkan aku, Yaya" racau Halilintar. Membuat mata Yaya memanas kembali, bulir-bulir bening mulai mengalir di pipinya.
Mengusap lembut rambut suaminya. Berusaha memberi ketenangan untuk suaminya. Yaya nggak tahu, Yaya nggak tahu apa yang dialami suaminya seharian ini sampai membuat suaminya menjadi seperti ini. Melihat suaminya sedih seperti sekarang membuat hati Yaya ngilu dibuatnya.
"Tidak, aku tidak akan meninggalkanmu, Halilintar." bisik Yaya lembut. Halilintar semakin mengeratkan pelukannya.
Pada malam itu, mereka habiskan dengan derai air mata Halilintar. Di temani Yaya yang berusaha memberi ketenangan bagi suaminya.
×××××
"Saya terima nikahnya dan kawinnya Ludira Mirazna dengan mas kawin tersebut di bayar tunai"
Begitu wali dan para saksi mengatakan 'sah' akhirnya akad yang di adakan dadakan itu selesai.
Bibir ranum seorang perempuan berjilbab panjang yang menyaksikan dari kejauhan melengkung kecil, menahan sesak di dada yang di rasanya saat ini. Tanpa ia sadari, bulir-bulir bening turun dengan mulus di pipinya.
"Hapus air matamu. Wanita cantik sepertimu tidak cocok berlinang air mata seperti itu"
Tersentak! Perempuan itu menoleh ke arah samping dimana sudah berdiri seorang laki-laki berwajah datar dengan kacamata orange yang bertengger di hidung mancungnya. Pandangan menatap lurus ke depan. Namun tangannya terulur padanya dengan saputangan abu-abu bercorak merah yang berada di tangannya.
"Ambillah, tanganku bisa patah jika terus terulur seperti ini" ujarnya datar namun terdendchgar sedikit ketus.
Perempuan itu -Yaya- mengerucutkan bibirnya, mengambil sapu tangan itu tanpa menyentuh samasekali tangan dari pemilik saputangan itu, lalu mengusap kasar air mata yang jatuh ke pipinya membuat pipi putihnya sedikit merah. Kelakuannya itu tak luput dari penglihatan laki-laki di sampingnya.
"Terimakasih" ucap Yaya sedikit ketus. Yang di balas gumaman tak jelas dari laki-laki di sampingnya.
Tanpa mereka berdua sadari, ada sepasang mata merah yang menyaksikan interaksi mereka dari kejauhan dengan kilatan tajam.
×××××
"Halii, pengen itu~"
Wanita yang belum genap se-jam menjadi istrinya itu sudah merengek sambil bergelayut manja di lengan Halilintar, membuat Halilintar risi dibuatnya.
Suasana masih ramai, namun sejak akad di mulai hingga saat ini manik merah sewarna darah itu belum melihat sosok kehadiran sang istri tercinta.
Hatinya kini merindukan kehadiran perempuan yang amat dicintainya itu disisinya, namun wanita tak tahu diri di sampingnya saat ini malah merusak segalanya! Ia meminta pada ibundanya yang penuh dengan belas kasih itu agar ia sudi untuk menikahinya.
Heh, jangan harap Halilintar akan memperlakukannya dengan baik. Dirinya tak sebaik itu. Istrinya pun sangat mengenal, seperti apa ia sebenarnya.
Setelah cukup lama melihat kesana-kemari -mencari kehadiran sosok sang istri- akhirnya dirinya pun menemukan sosok yang dicarinya.
Seorang perempuan berjilbab panjang dengan gamis berdiri di sudut ruangan yang sedikit jauh darinya. Hatinya terasa teriris begitu melihat genangan air mata yang jatuh pada pipi perempuan itu.
Istri kini tengah menangis! perempuan yang paling dicintainya menangis. Ingin rasanya Halilintar berlari, mendekati sang istri lalu memeluk dan menenangkannya namun, lagi-lagi lengannya di tahan oleh wanita yang sialnya kini telah menjadi istrinya juga.
Matanya kembali menatap dimana terakhir dia melihat istri tercintanya namun, tiba-tiba rasanya hatinya terbakar. Melihat perempuan paling dicintainya di dekati laki-laki selain dirinya. Ingin rasanya Halilintar mengamuk saat ini juga!-tapi ia tahan. Ia tidak ingin perempuan kesayangannya itu kecewa padanya
Matanya berkilat tajam, menatap dari kejauhan dimana istrinya dan laki-laki tak dikenal itu berada. Tapi ia tahu, Yaya nya tidak akan semudah itu dekat dengan laki-laki yang tidak di kenalnya, apalagi bukan mahramnya.
Sudut bibirnya tertarik, menciptakan senyuman mengejek begitu ia melihat tangan mungil istrinya mengambil saputangan yang di sodorkan laki-laki itu tanpa bersentuhan samasekali.
Suatu pemandangan yang paling Halilintar benci. Namun tak lama, tatapan laki-laki itu berubah sendu walau hanya sekejap.
Dan yang Halilintar paling benci adalah, penyebab istrinya menangis adalah dirinya sendiri.
"Maafkan aku, Yaya"
Next or End?
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved
RandomMenceritakan lika-liku sebuah hubungan diantara dua insan. Merasakan asam manis pahitnya kehidupan. Menguji kesetiaan pada setiap hubungan. Hingga batas akhir yang menentukan, bagaimana hubungan mereka sebenarnya. "Aku mencintaimu. Dan Selamanya aka...