"Ada yang harus ku urus. Kamu ditemani Hali sebentar, ya. Nanti kita ketemuan saja di Kafe—tempat biasa itu Hali!" Ice tiba tiba berujar setelah melihat arloji di tangannya. Pria itu melepas topi fedoranya sebentar untuk merapikan rambutnya yang sempat berantakan.
Keduanya saling pandang bersamaan hilangnya sang kakak. Senyum yang terulur di birai Solar membuat Hali ikut mengulur senyum serupa.
"Mau pergi ke suatu tempat?..."
"Aku akan ikut kemanapun kau pergi!" Kalimat sederhana namun memiliki makna yang begitu luas.
Jalanan di trotoar itu tidak ramai. Memudahkan mereka untuk bergerak dengan bebas kesana kemari.
Halilintar berjalan di sisi yang berdekatkan dengan jalanan raya, melindungi wanita itu yang tampak teralihkan dengan beberapa barang pajangan di toko-toko yang mereka lewati.
"Apa anda tidak masalah bila kita sedikit jalan-jalan?" Memecah decak kagum sang wanita akan sekitar. "Mungkin anda butuh mobil?..." Mencoba sedikit menggoda. Biasanya wanita muda—apalagi dari kalangan kelas atas akan memilih mobil daripada berjalan kaki.
Tapi tampaknya tidak untuk Nona satu ini.
"Tidak! Aku suka jalan-jalan!" mata kelabu itu menoleh dengan penuh binaran. Melihat lihat sekitar sembari berjalan santai dari pada naik mobil lebih baik menurutnya.
"apalagi jika bersamamu..." bisiknya menambahkan.
"Hm?"
"Err—kalau jalan kaki, aku bisa melihat barang barang di toko dengan jelas! Lagipula jalan kaki lebih sehat, bukan?"
"Begitu?..." Halilintar senang bila nona nya berpikir demikian.
Keduanya sama sama memandangi isi kota, beberapa saat pandangan lelaki itu akan tertuju pada Solar yang selalu tampak terpukau tiap blok.
Cuaca hari ini agak mendung juga angin yang sesekali menggelitiki keduanya. Berhembus pelan membawa hawa dingin.
"Anda baik baik saja? " Halilintar bertanya, sedikit khawatir melihat Solar bergidik kedinginan. Walaupun wanita itu telah mengenakan mantel yang harusnya membuat ia merasa hangat.
"Aa—hati hati!" Halilintar reflek merangkul Solar, menarik wanita itu mendekat ke arahnya. Hampir saja Solar terjatuh akibat menabrak seseorang karena tak fokus.
Sepatu merah muda yang dipajang di jendela toko yang baru mereka lalui memanglah cantik, tidak heran jika wanita itu tidak dapat memalingkan perhatiannya.
"Anda baik baik saja?!..." pria itu kembali mengulang pertanyaanya dengan penuh khawatir. Perkataan Halilintar saat kembali memandang netra Solar, kembali membatu dibuatnya.
Mata itu. Selalu mata itu.
Mata yang membuatnya lemah.
Halilintar langsung tersadar dan sedikit mundur. Memberi Solar ruang. "Maaf..." Merasa tak enak.
Pipinya yang dingin kembali hangat.
Solar tak berketip. Ukiran senyumnya merekah. Wanita itu malah semakin mendekatkan dirinya kepada Halilintar, mengaitkan tangannya pada lengan sang pria dengan kuat. Lalu menariknya untuk pergi kesuatu tempat:
Toko buku.
"Ayo kita kesana!"
"Nona—"
Pria itu benar-benar tak ada kuasa untuk menolak saat dihadiahi delikan mengancam dari Solar. Karena delikannya itu membuat matanya besar. Bukannya tampak mengerikan, Halilintar malah makin gemas dibuatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐔𝐧𝐩𝐚𝐫𝐚𝐝𝐢𝐠𝐦
Fanfiction|| Halilintar x Fem!Solar || 1940s AU! "... Bila manusia menguasai juga merangkul sang keyakinan.. kehampaan tak akan jatuh pada mereka.." Jauh dari kehampaan, jauh dari kegelapan.. Tak ada yang tergapai bila kau mencoba melawannya. Namun sekali lag...