CHAPTER II - REKAMAN DIMULAI

38 4 0
                                    

Selasa, 27 September 2022, menjadi hari pertama perekaman. Alarm pagi berbunyi menandakan sudah saatnya bangun pagi. Namun ternyata alarm tidak kunjung berbunyi membuatku bangun dengan kaget. Hari kusambut dengan secangkir teh panas, di ruangan yang penuh pantulan cahaya mentari dari jendela aku membuka laptop dan mulai berkuliah daring, 2 jam berlalu hingga waktu menunjukkan pukul 12 siang.

"Sudah dimulai?"

"Belum."

"Lah..."

Aku menghubungi Maya untuk menanyakan bagaimana situasi di area shooting. Namun seperti tersambar petir, seharusnya jam 12 sudah dimulai, keterlambatan terjadi mereka justru saling tunggu-menunggu. Karena aku pun juga merupakan pembimbing ekskul dan perlu mendampingi dalam proses pembuatannya, aku berinisiatif untuk turut hadir di pusat perbelanjaan Bese (sebutan untuk "Plaza Balikpapan" dari warga setempat).

Waktu menunjukkan pukul 13.00 disertai matangnya persiapan kamera, aku memesan ojek online dan menuju Bese. Pengemudi datang bagaikan pembalap kelas atas, gas diputarnya membuat motor melaju kencang. Tengah perjalanan aku kembali menanyakan Maya persiapan di Bese. bagai Derasnya angin meniupku dari sela-sela pengemudi, tubuh ini bagai layangan yang tersangkut di motor, menyulitkanku mengambil ponsel di saku celana. Dengan sedikit usaha tambahan, aku membuka ponselku dan menghubungi Maya.

"Sudah dimulai?"

"Belum kak, masih tunggu anak-anak yang lainnya."

"Siapa saja yang sudah datang?"

"Baru anak-anak Tograf saja."

"Anggota Teriso?"

"Belum datang kak."

"Kalian di mana?"

"Kami di teras samping kak."

"Oke, tunggu..."

Dengan penuh semangat, motor itu kian melaju masuk ke parkiran mall. Pikiranku kian terbenam mempertanyakan posisi rekan-rekan saat ini, seolah aku berbicara dengan diriku sendiri.

"Mereka di mana ya?"

"Mungkin sudah dimulai?"

"Siapa yang mereka tunggu?"

"Nanti kalau hasilnya berantakan bagaimana?"

"Aduh... bisa tidak ya?"

Namun, pikiranku kian teralihkan dengan pandangan di balik air pancur dari kejauhan. Terlihat beberapa anak duduk termenung memegang kamera, tripod dan peralatan merekam lainnya. Tangan kananku kini mengarah pada mereka untuk memandu pengemudi di mana harus berhenti.

"Nanti tolong berhenti di situ ya Pak..."

"Siap"

Dengan gerakan memutarnya yang luwes, pengemudi itu membelokkan motornya mengitari air pancur dan berhenti tepat di baliknya. Aku pun turun dari motor mengembalikan helm dan membayar. Pandanganku kian teralihkan ke mereka, tatapan bosan menyambutku, seolah tergambar tekanan pada ekspresinya.

Luasnya teras membuatku ingin berkeliling dan bersantai sejenak, pantulan sinar sang surya memantul dari air pancur ke kacamataku membuat pandangan menjadi seperti cahaya ilahi. Cuaca panas membakar saja telah membakar semangatku, terlebih saat melihat mereka sedang duduk seakan letih lesu tak berdaya, termenung menatap kosong air pancur.

"Dari tadi nih? Lama juga kalian menunggu..."

"Iya nih." Jawab Nara.

"Iya kak...." Lanjut Maya.

Cerita dalam KameraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang