Sepasang mata memperhatikan setiap langkah seorang pria, langkah yang begitu santai sambil bercanda ria dengan ketiga temannya. Tak jarang mereka tertawa di sela perbincangan mereka sambil terus berjalan dari parkiran sampai masuk kelas 10 IPA, dengan menyandang tas yang berisi beberapa buku dan peralatan sekolah lainnya. Pria itu sadar ada yang memperhatikannya sejak tadi, tapi ia abaikan dan berpura-pura tidak mengenalinya.
Sebuah tangan tiba-tiba melintas di depan seseorang yang memperhatikan pria tadi, menghilangkan lamunannya sejak tadi. Tangan itu milik Andini yang dari tadi memperhatikan seseorang yang mengamati setiap langkah pria itu.
"Udahh nggak papa masih banyak cowok lain" Andini mengerti perasaan orang itu saat ini. Orang itu hanya membalas dengan senyuman pahit. Kemudian pergi begitu saja memasuki kelas.
"Mbak kenapa lagi?" Fani menegurnya kali ini.
"Aku putus mbak sama dia" Ami berusaha bersikap setenang yang dia bisa.
"Udah mbak nggak usah dipikirin lagi, mending mbak sama Virgo" lagi-lagi jawabannya tidak jauh dari pembahasan tentang Virgo. Senyumnya kini berubah menjadi setengah tertawa karena Fani mengatakannya seolah mengejeknya.
Bisa ditebak siapa orang yang memperhatikan pria di depan pintu tadi, tak salah lagi wanita itu Ami sedangkan pria itu adalah Sandi. Mungkin bagi Sandi, perpisahan merupakan hal yang mudah diucapkan. Namun bagi Ami, perpisahan itu cukup sulit untuk diterima. Karena sebelum mereka menjalin hubungan, Ami sempat menjalani hubungan HTS dengan seorang pria yang berbeda daerah dengannya namun pria itu meninggalkannya dan memilih wanita yang satu daerah dengannya. Perpisahannya kala itu menjadikan Ami takut menjalani hubungan, takut dia ditinggalkan seperti beberapa waktu lalu. Namun kemudian dia bertemu dengan Sandi yang merupakan adik kelasnya. Dia mengira pertemuan dan perkenalannya dengan Sandi adalah obat dari rasa sakit yang telah dia terima beberapa waktu lalu. Tapi ternyata justru Sandi adalah sumber luka baru bagi Ami.
Banyak hal yang tak pernah bisa diterima Ami. Terutama banyaknya informasi Sandi sedang mendekati anak baru dikelasnya. Hal itu belum ada pembuktiannya tapi bukan satu orang yang bercerita tentang hal itu.
*****
'Sel, ada no.nya Marcel nggak?'
Ami mengetikkan pesan kepada salah satu teman sekelas Sandi, Sella. Salah satu orang yang pernah mengatakan bahwa Sandi berusaha mendekati anak baru itu.
'Marcel yang mana kak?' Balasan dari Sella masuk ke ponsel Ami.
'Yang ini yah kak?' Kini Sella mengirim sebuah foto yang menunjukkan bahwa itu Marcel.
'Iya Sel, yang itu' setelah menerima pesan tersebut, Sella segera mengirim no. milik Marcel yang dimaksud Ami tadi.
'Makasih ya'
'Iya kak sama-sama' balasan Sella merupakan penutup dari percakapan mereka di room chat.
Kini Ami mulai menghubungi Marcel untuk menanyakan beberapa pertanyaan yang selama ini masih belum ada jawabannya. Ami cukup mengenal Marcel dari mulai ia masuk ke sekolahnya karena Fani sangat mengagumi sosoknya. Beberapa kali Fani menceritakan tentang betapa terpesonanya dia terhadap Marcel.
'Assalamu'alaikum, sv Ami kls 12 IPA' begitulah awal percakapan mereka di room chat, Ami hanya bermaksud untuk tidak berbasa-basi lebih banyak dengan Marcel karena tujuannya adalah menanyakan beberapa hal yang dia ingin tau jawabannya.
'Ami siapa?' Balasan Marcel saat beberapa menit Ami mengirim pesan kepadanya.
'Ami kelas 12 IPA yang biasanya sama Fani, masa nggak tau sih?' Memang mereka sudah cukup dekat karena Marcel adalah orang yang cukup asik diajak bercanda.
'Coba kirim foto' kali ini Marcel berpura-pura tidak mengenalinya, sehingga Ami mau tidak mau harus mengirim fotonya kepada pria asing itu.
'Ohh kenal' kini Marcel menyerah untuk menjahilinya.
'Iya, sv yahh'
Ami kira percakapan mereka akan berhenti sampai disitu namun, ternyata dia salah. Marcel tiba-tiba mengirimkan pertanyaan yang Ami kira Marcel tidak mengetahuinya dari dulu.
'Kakak mantannya Sandi yah?' Ternyata hubungan berakhirnya Sandi dan Ami sudah banyak yang tau. Ami cukup terkejut dengan pertanyaan itu, karena dia mengira hanya beberapa temannya saja yang tau.
'Kok tau?' Masih dengan keterkejutannya, Ami menanyakan hal itu kepada Marcel.
'Tau dong, orang udah banyak yang tau kok' Marcel membalasnya dengan enteng.
Hufh..
Ami menghembuskan nafas panjang, ternyata memang sepopuler itu hubungan mereka sepertinya.'Kok kakak bisa putus sama dia?' Pertanyaan Marcel benar-benar membuat Ami sulit sekali menjelaskan. Dibenak Ami, Sandi telah mengkhianatinya. Dari mulai saat Sandi memposting foto wanita yang tak asing bagi Ami dengan emoji yang menggambarkan bahwa mereka punya sebuah hubungan bukan hanya sekedar teman. Hari ini juga dia melihat Sandi memposting foto orang yang sama, membuat dugaan itu semakin kuat mengatakan bahwa Sandi telah menjalani hubungan dengan wanita lain dibelakang Ami selama ini.
'Dia selingkuh, kemarin sebelum putus dia nge-post cewek pake emoji love-love gitu' akhirnya Ami memberikan tanggapan sesuai dengan hal telah dia pikirkan dan bukti dari postingan Sandi beberapa waktu lalu.
'Sabar aja kak, nggak usah galauin cowok buaya itu. ' Jawaban Marcel diluar dugaan Ami, dia mengira Marcel hanya akan membahas dengan kata 'oh' saja seperti pria-pria lain yang tidak mau ambil tau tentang masalah orang lain.
Tapi, bahkan Marcel mengatakan bahwa Sandi adalah sosok lelaki buaya seperti pada umumnya, yang hanya bisa mempermainkan perasaan beberapa orang lalu meninggalkannya tanpa belas kasihan. Dilain sisi, Ami juga berfikir bahwa Marcel akan cuek saat pertama kali menerima pesan Ami. Tapi diluar dugaannya bahkan lelaki itu lebih baik dari muka sangarnya saat setiap kali ia tunjukkan ketika Ami dan Fani melintas didepannya. Marcel memang sosok lelaki unik bagi Ami, sifat aslinya jauh berbeda dari yang dia kira selama ini.
Percakapan Ami dan Marcel berlanjut dengan pertanyaan-pertanyaan Ami yang selama ini mengganggu pikirannya, tentang Sandi yang berusaha mendekati sosok anak baru dikelas mereka, Livia. Dia adalah anak baru yang cukup cantik, matanya sipit, Kulitnya putih terawat, bahkan dia juga termaksud golongan orang berada. Jika dibandingkan dengan Livia, Ami justru kalah jauh.
*****
Beberapa hari setelah Ami dan Marcel bertukar pesan beberapa waktu lalu, justru membawa mereka semakin dekat. Marcel sering menjahilinya kadang tersenyum penuh dengan ejekan saat berpas-pasan dengan Ami disekolah. Semua itu membuat Ami sering menghindari kontak mata dengan Marcel karena takut jika nantinya dia akan salah tingkah.
"Mbak ayok ikut yok" Ajak Fani kepada Ami di tengah-tengah jam kosong.
Mereka akan pergi ke beberapa kelas untuk mempromosikan organisasi Da'i-da'iyah. Awalnya, Ami terlihat biasa saja masuk ke beberapa kelas. Namun, saat giliran mereka hendak masuk ke kelas 10 IPA Ami mengurungkan niat untuk masuk. Tapi tangan Ami telah ditarik paksa oleh Fani. Jantung Ami berdetak cukup kencang, dia benar-benar merasa gugup dan berusaha menutupinya. Kepalanya menatap lurus kedepan,
Deg..
Detak jantung Ami seakan berhenti berdetak beberapa detik. Hal yang tak pernah dia pikirkan selama ini, sekilas setelah menatap kearah depan Ami segera menunduk menutupi keterkejutannya. Fani menjelaskan beberapa hal tentang Da'i-da'iyah kepada anak kelas 10 IPA, sedangkan Ami dengan sekuat tenaga menutupi kegelisahannya. Tanpa dia sadari, sepasang mata memperhatikan pergerakannya dari awal dia memasuki kelas itu.*****
Jangan lupa vote dan komennya biar semangat upload ceritanya🤗
See you
KAMU SEDANG MEMBACA
September
Teen Fiction"Aku nggak mau Mar," Tolak Ami penuh dengan keyakinan. "Kenapa sih? Kan cuman aku kenalin doang" Lelaki itu terus menyakinkan wanitanya itu. "Nggak enak nanti kalau udah putus" Ami masih dengan tegas menolak ajakan Marcel. "Ya udah iya" Akhirnya M...