Bukti

8 2 3
                                    

Kepala tetunduk tak kuasa menahan gemetarnya badan, Ami mengatur nafasnya agar lebih tenang secara pelan-pelan agar tidak ada yang menyadari perubahan sikapnya. Perlahan dia kembali menatap depan dan mengalihkan pandangannya ke arah Marcel, Marcel menahan tawanya menatap Ami yang terlihat pura-pura tenang. Ami berharap Fani cepat menyelesaikan kata-katanya agar dia cepat segera keluar dari ruangan yang terasa menerkam dan memojokkannya ke dalam kenangan tak terlupakan.

Tak berapa lama Fani telah menyelesaikan pidatonya tentang promosi organisasi Da'i-da'iyah kepada anak kelas 10 IPA. Mereka kemudian keluar dan melanjutkan ke kelas berikutnya, kelas berikutnya adalah kelas 10 IPS. Kelas 10 IPS dimana Virgo berada. Disana Ami berusaha mengalihkan pandangannya dari Virgo, karena setiap kali melihat pria itu dia selalu ingin mengejek temannya Fani. Bahkan banyak yang mengira bahwa Fani menyukai Virgo, padahal sebenarnya itu adalah lelucon Ami dan Fani karena dulu ketika dia masih menjadi anak baru, Virgo selalu melihat Fani dengan tatapan yang tak menunjukkan orang penasaran. Melainkan seperti orang yang sedang jatuh cinta, tatapannya sangat dalam, sejak saat itu Ami dan Fani saling mengejek dan mengira Virgo menyukai salah satu dari mereka. Walaupun tak ada bukti bahwa Virgo menyukai salah satu diantara mereka, mereka tetap saja saling mengejek sebagai bahan candaan belaka.

'Sabar ya liat Sandi sama Livia tadi' sebuah pesan masuk ke ponsel Ami, pesan itu dari Marcel.

Ami tersenyum menanggapi pesan itu, dia hanya sedikit merasa sakit karena tau bahwa informasi yang selama ini dia dapatkan terbukti benar.

"cewek itu yang deketin kak, padahal ada orang lain didekat Sandi tapi dia terus-terusan nanya Sandi"

Itu adalah salah satu informasi yang pernah diterima Ami dari salah satu teman Sandi. Sepele tapi wanita mana yang tidak sakit hati mengetahui lelakinya dekat dengan wanita lain. Bahkan sampai melihat mereka berdua duduk berdampingan sambil saling berbicara santai. Mereka cukup akrab bahkan terlihat seperti disengaja.

'Biasa aja' jawaban singkat dari Ami yang menutupi sakit hatinya terhadap Sandi.

'Kenapa tadi nunduk kalau biasa aja, pasti sakit sekali guys' Marcel sangat tau soal beginian. Ternyata dia memperhatikan setiap gerak-gerik Ami saat memasuki kelasnya tadi.

'Udah nggak papa kok lagian udah putus juga' lagi-lagi Ami masih menutupi segala sakit hatinya.

Marcel menyerah menjahilinya karena Ami bisa saja meledakkan emosinya jika saja terus-menerus membahas soal Sandi. Ami kembali masuk ke kelasnya dengan perasaan yang masih campur aduk, Fani yang duduk di seberang bangku Ami menunjukkan wajah kesalnya.

"Mbak liat tadi kan serius kaya disengaja banget sama dia, dia santai banget. Aku sampai alihkan pandanganku ke Marcel karena tadi aku langsung gemetaran lihat mereka" Ami menggerutu kepada Fani.

"Memang disengaja dia kayanya tadi mbak, aku lihatnya aja pengen langsung kudatangi kursinya itu" Fani ikut kesal dengan tingkah Sandi saat dikelasnya tadi.

Bunyi lonceng tanda istirahat terdengar dari kantor. Ami dan Fani beranjak dari tempat duduknya seperti biasa mereka akan pergi keluar untuk membeli beberapa makanan untuk mengurangi rasa laparnya.

*****

Marcel menelepon Ami seperti biasa, akhir-akhir ini sejak mereka melakukan percakapan pertamanya di via whatsApp mereka semakin dekat sudah seperti bestie. Ami selalu menceritakan beberapa kegiatannya bahkan cerita-ceritanya tiap hari. Mereka berbicara lewat telepon sampai malam tiba. Bahkan malamnya terkadang telponnya tidak dimatikan. Marcel sangat baik, Ami bisa melupakan Sandi berkat Marcel yang selalu menghiburnya. Tapi disatu sisi Ami merasa bersalah berbicara sepanjang hari dengan Marcel karena Marcel mempunyai seorang kekasih yang sudah 2 tahun menjalani hubungan dengannya.  Namun Marcel selalu saja mengatakan bahwa mereka sedang tidak berkomunikasi karena wanitanya itu sedang tidak ingin bicara dengannya.

"Mbak, kalau misalnya aku suka sama mbak gimana?" Pertanyaan Marcel cukup menyimpan kesan bahwa Marcel sedang mengutarakan perasaannya kepada Ami secara langsung.

"Emangnya kenapa?" Ami bertanya penuh selidik.

"Misalnya loh, kalau misalnya aku suka sama kamu gimana?" Marcel masih mengelak dari pertanyaan Ami.

"Yah nggak gimana-gimana, emangnya mau gimana? Kamu suka sama aku?" Ami bertanya lagi untuk memastikan.

"Kan cuman nanya loh" Nada suara Marcel seakan ada yang dia tutupi dari Ami.

"Jangan ngomong gitu Mar, kamu punya cewek. Aku nggak mau nanti sama cewek kamu, aku di anggap ngerebut pacar orang lagi nanti." Ami menasehati Marcel dengan penuh hati-hati.

"Nggak papa kok, kan tadi misalnya. Lagian aku sama dia nggak ada kabar-kabar an lagi. " balas Marcel.

"Yah tetap aja kamu masih punya pacar, lagian aku nggak bisa sama mu Mar. Temanku suka sama mu aku nggak mau suka sama kamu karena aku hargain temanku" Ami mulai terbuka alasannya kenapa tidak mau menjalani hubungan dengan lelaki itu. Dia sangat menghargai perasaan temannya, juga dengan wanita yang bersama pria itu. Tetapi dia tidak pernah bisa menolak setiap kali Marcel meneleponnya.

Mereka sering berbicara di via telepon bahkan setiap hari, setiap pulang sekolah. Terkadang saat Marcel tidak punya paket telpon, ia menyuruh Ami untuk menelponnya. Marcel selalu selalu mengabari Ami kemanapun ia pergi, bersama siapa pun ia pergi. Ia tidak pernah merasa bosan berbincang dengan Ami. Bahkan dijalan saja ia  menyempatkan berbicara dengan Ami dalam keadaan sambil berkendara. Dengan diselingi angin jalanan menghilangkan suara Marcel dari dalam telepon. Ia tidak pernah membisukan panggilannya. Sikap Marcel yang seperti itu menunjukkan bahwa dia tidak mau Ami kesepian, sejak Ami dan Marcel sering teleponan Ami sudah jarang online di WhatsApp tiap hari dia sibuk berbicara dengan Marcel di via telepon seluler.

Ami merasa bahwa wanita yang sekarang bersama pria itu sangat beruntung pastinya memiliki pria yang tidak membiarkan wanitanya kesepian. Jika dipikir-pikir lagi, Ami semakin lama semakin merasa nyaman dengan semua tindakan Marcel. Tak jarang Marcel mengiringi Ami saat pulang sekolah untuk memastikan Ami pulang dengan selamat. Padahal Ami pulang pergi selalu bersama Reza yang kebetulan adalah tetangga kos tempat Ami. Modusnya mengiringi Ami dan Reza  adalah biar dia bisa memastikan Ami dan Reza tidak macam-macam. 

Marcel dan Ami baru beberapa hari dekat tapi mereka sudah cukup akrab bahkan tidak pernah segan saling mengejek di depan teman-teman yang melihat mereka tidak pernah akur setiap kali berpas-pasan dijalan. Tetapi dibalik sikap mereka seperti itu di sekolah, ketika di telepon saat Ami di kos, Marcel sangat berbeda. Dia cukup perhatian walaupun sifat nyebelinnya tidak hilang. Bersama pria itu, Ami merasa nyaman. Tidak ada kata baper-baperan walaupun sebenarnya terselip disudut hati Ami sudah mulai tersimpan perasaan spesial untuk Marcel. Beberapa kali dia buang karena menyadari posisi bahwa Ami hanyalah peran penghibur disaat Marcel dan pacarnya sedang bertengkar.

*****


Jangan lupa vote dan komennya biar semangat update 🤗

See you

September Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang