3

1.7K 84 9
                                    

Sore harinya, Riana mengajak saya untuk pergi mengunjungi kantornya. Saya jelas sangat bingung dan ingin menolak, namun lagi-lagi hanya bisa pasrah kembali.

Riana menyeret saya ke kamar dan melepaskan pakaian saya seperti sebelumnya. Entah mungkin karena tidak terbiasa, tangan saya reflek menghentikan pergerakan tangannya,

"Kumohon hentikan." ucapku dengan pandangan yang jatuh ke lantai. Riana menggelengkan kepalanya dan langsung menarik bahu saya dengan keras ke hadapannya, sehingga membuat wajah kami sangat berdekatan.

"Menurut. Saja. Atau kamu akan menyesal." ucap Riana dengan dingin.

Saya yang bisa melihat kemarahan dalam matanya hanya bisa memejamkan mata, dan pada akhirnya membiarkan wanita tersebut memakaikan saya pakaian. Ia memakaikan saya set hoodie yang kali ini berwarna hitam. 

Namun karena saya menutup mata dan memalingkan pandangan, saya sama sekali tidak menyadari bahwa tampaknya ada yang berbeda dengan pakaian dalam saya. 

Saya membuka mata dan meraba permukaan bagian bawah saya untuk merasakan bahwa saya tampaknya tidak memakai underwear saya yang seharusnya. 

"Apa ini?" tanya saya dengan pipi yang telah merona.

"Tetap pakai itu dan diam. Anda dilarang berkomentar." jawab Riana dengan tegas. Saya hanya mengangguk sebagai respons, namun melihat benjolan yang timbul di bagian bawah saya, saya tidak bisa tidak menyimpulkan.

"Saya rasa ini pampers?" gumam saya di dalam hati. 

Setelah menceramahi saya selama sepuluh menit di dalam kamar karena ketidakpatuhan saya sebelumnya, Riana akhirnya pergi meninggalkan saya dan beralih menyiapkan dirinya sendiri.

Tak lama, Riana akhirnya siap dan membawa saya bersamanya menuju mobil.

"Bersikaplah seperti yang saya harapkan."bisik Riana ditelinga saya sesaat dia mengantarkan saya duduk di dalam mobil.

Saya hanya balas mengangguk dan mengalihkan pandangan keluar jendela sementara Riana mengatur seatbelt untuk saya. Dari belakang mobil saya, terdapat satu lagi mobil yang berisikan kedua maid saya. Tentu mereka harus ada untuk menjaga saya selama Riana pergi. Dan saya perlu berakting kekanakan lagi di depan mereka namun kali ini tanpa kata-kata sama sekali sebagai bentuk hukuman dari Riana.

 Saya mungkin akan menutup mulut saya selama seharian penuh. Ini juga adalah resiko pekerjaan yang mau tidak mau harus saya hadapi dengan pasrah.

Seolah tidak ingin membiarkan saya terdistraksi lebih jauh ke dalam pikiran saya, Riana memberikan saya ponselnya dan menghidupkan acara kartun di mobil itu. Suara nyanyian kartun memekakan telinga itu terdengar hingga ke area supir namun ia diam seolah tidak merasa terganggu sama sekali. 

Riana kemudian berkata kepadaku, "Ini adalah jam menonton animasi favorit anda, mari menikmatinya selagi di perjalanan."

Ia mengatakannya dengan senyum yang terlihat tulus. Saya hanya balas mengangguk dan mengambil ponsel itu dengan hati yang malu namun tetap harus menampilkan sikap yang senatural mungkin. Tak lama saya sudah kembali terhanyut ke dalam dunia anak-anak.

***

Mobil terus melaju hingga mencapai parkiran khusus eksekutif. Setelah turun mobil, saya yang dituntun Riana bersama kedua maid saya berjalan memasuki perusahaan melalui pintu belakang yang langsung terhubung dengan lift yang akan mengantarkan kami ke lantai 45, tempat ruangan pribadi Riana berada.

Sebelum memasuki ruangan, Riana mampir terlebih dahulu ke meja sekretarisnya yang tepat berada di luar ruangannya dan berdiskusi sedikit terkait masalah pekerjaan. Saya juga tidak luput dari tatapan penasaran sekretarisnya itu dan beberapa staff yang entah bagaimana mungkin juga memiliki kepentingan disana, namun saya memutuskan untuk menyembunyikan diri saya dari mereka karena terlalu malu dan menggunakan punggung Riana sebagai tameng untuk menyembunyikan diri sendiri.

Pembahasan mereka terus berlanjut seolah tidak ada habisnya. Saya yang sudah terlampau malu dan gugup karena terus menerus ditatap membuat saya memutuskan untuk kabur langsung pergi menuju ruangan Riana yang tepat berada di depan saya.

"Ah tunggu, sayang. Mari masuk bersama," kata Riana yang membuat semua mata menatap aneh padanya. Saya yang tahu Riana akan segera menyusul saya langsung pergi meninggalkannya tanpa menoleh ke belakang.

"Kita bahas ini nanti. Saya perlu berbicara dengan suami saya dulu," ungkapnya sambil pergi masuk dan menutup pintu kantornya.

Sementara tanpa Riana sadari, sekretaris dan stafnya kemudian langsung  membuka obrolan baru yang jika didengar oleh Mario, maka dipastikan pemuda tersebut langsung pingsan di tempat karena terlalu merasa malu.

***

Di dalam ruangan Riana, saya segera menduduki kursi yang berada tepat di depan mata saya dan melihat Riana dan para maid masuk. Saya tidak tahu apakah Riana akan marah namun saya sudah menyiapkan jawaban.

Benar saja, tak lama, Riana segera menghampiriku dan dengan wajah yang menyolot ia menanyaiku, "Mengapa kamu langsung pergi begitu saja, Mario?" tanyanya dengan suara yang kejam. Para maid yang mengikuti dari belakang pun, mau tak mau merasa gemetar karena sangat jarang bos perempuan mereka itu marah.

Saya menatapnya sambil menyesuaikan ekspresi wajah dan tubuh saya dengan akting yang menyedihkan dan kemudian berkata, "Bobo.." dengan suara yang halus nyaris tidak terdengar. Saya pun mengucek mata saya dan air mata mulai mengalir dari kedua mata saya.

Riana segera melirik jam tangannya dan kemudian  balik bertanya kepada para maid yang berdiri mematung disampingnya, 

"Tolong bersihkan ruangan disana segera, dan bawa Tuan Muda untuk tidur,"ucap Riana yang perintahnya segera dilakukan oleh maid.

"Da-"

Belum juga kata-kata dari mulut Riana kembali terlontar, saya sudah membuat pergerakan terlebih dulu untuk berpura-pura jatuh tertidur ke bantalan sofa. 

Tidak perlu diragukan lagi, karena akting saya yang luar biasa, saya yakin Riana yang teliti sekalipun tidak akan menyadari betapa palsunya tingkah saya.

Tak lama, saya tiba-tiba  merasakan sebuah tangan yang dengan lembut membelai rambut saya secara perlahan. Dan menurut perkiraan saya, tangan tersebut adalah milik Riana Andira, wanita yang adalah bos teraneh saya.

"Apakah ia puas dengan akting saya? " pikir saya, sambil membiarkan tangannya yang lembut terus menerus mengelus surai saya.

***

Little MarioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang