Aku menengadahkan kepalaku menatap Lasmana yang duduk di depanku.
"Cerita, kamu kenapa murung gitu?"
Lasmana menatapku yang berada di depannya yang sedari tadi pun terus memperhatikan bangku kosong milik Riaty di belakangnya. Sesekali menghela nafas panjang.
Tidak ada yang berubah ketika Riaty pergi, semuanya baik-baik saja. Aku memperhatikan semuanya tadi. Yang ia dengar hanyalah cerita tentang keburukannya.
"Aku masih nggak bisa berpikir, gimana bisa temen kita nggak ada yang datang, Riaty nggak mungkin punya salah sama mereka."
"Kamu tahu kan Riaty itu, orangnya pendiem dan nggak punya temen, orangnya tertutup Ar, kita nggak tahu apa-apa."
"Iya aku tahu, Na!"
"Nggak usah dipikirin, gimana ceritamu yang kemarin udah selesai?" Lasmana mengalihkan pembicaraan.
Aku menganggukan kepalaku.
"Masih belum ada cerita baru lagi?"
"Belum, aku bingung."
"Tapi... Kayanya aku tahu mau buat cerita tentang apa." Lanjutku dengan senyum tipis.
"Apa?" Lasmana tampak penasaran.
"Gimana kalau aku buat cerita tentang
Riaty aja?""Kamu yakin Ar?"
"Aku udah nggak ada ide lagi, mungkin nanti bisa banyak yang baca."
"Kalau semisal kamu di hantui sam-"
"Aku nggak punya salah sama dia Na, jadi dia nggak mungkin nakutin aku."
"Lagian kamu masih percaya kaya gitu Na, orang yang udah pergi itu nggak bisa kembali lagi."
"Ya mungkin aja, ouh iya jangan begadang lagi nanti sakit, tidurnya jangan kemaleman."
"Siap Pak!" Lasmana mengacak sedikit rambutku yang panjang tanpa di ikat.
Namanya Astriaty Lestari, perempuan pendiam, ia tidak pernah mempunyai teman, ia mudah dikenali karena rambut panjang hitamnya yang menutupi sebelah wajahnya sampai dagu yang membuatnya enggan berteman, mungkin karena akan membuat mereka takut, jujur aku pun dulu sempat tersentak ketika melihat sebelah matanya yang seluruhnya putih terdapat luka mengelupas dan sepertinya buta. Selalu menunduk dan menatap tajam siapapun yang mau berbicara dengannya. Aku sedikit takut ketika mengingatnya.
Jadi tidak heran ketika tidak banyak yang mengantarnya ketika detik terakhirnya. Bahkan malah mereka senang dengan kematiannya.
"Kamu liatin siapa Na?"
Aku bertanya ketika melihat Lasmana tersenyum tipis ke arah belakangku.
Aku mengikuti arah pandangnya krena penasaran, terlihat di sana seorang perempuan cantik tujuan Lasmana. Dia, Kaina perempuan yang Mana cintai sejak pertama masuk kuliah dulu meskipun Kaina kini sudah mempunyai pasangan. Aku... Aku dan Lasmana hanya sahabat masa kecil.
Malam harinya, aku sedang membuat cerita tentang Riaty, aku berharap akan banyak yang membacanya nanti. Aku menatap jam di ponsel yang menunjukan pukul 21.24. Aku mulai membuka laptopku dan mengetikan kata-kata satu persatu.
Riaty, perempuan yang memiliki rambut panjang yang selalu menutupi sebelah matanya yang buta tiba-tiba di kabarkan bunuh diri. Tidak ada yang tahu alasannya.
Satu persatu orang-orang yang pernah membencinya dihantui olehnya.Awalan yang bagus mungkin, aku terus mengetik sampai satu bab selesai. Aku selesai dan melanjutkannya esok hari.
Kulirik jam di ponsel sudah pukul 12 lewat ternyata sudh lewat tengah malam. Aku beranjak menuju tempat tidurku.
Brak!
Suara itu berasal dari jendela kamarku. Aku hendak menutup kembali tetapi semilir angin menyapaku yang membuatku merinding, rambutku juga sedikit terbang dan gorden putihnya sedikit melambai. Aku menyapu pandangan ke arah luar jendela yang tidak ada siapapun di sana. Aku menutupnya dan beranjak tidur.
***
Aku membuka laptopku, aku terkejut ketika banyak notifikasi muncul dari yang cerita aku buat. Tidak sia-sia juga usahaku membuat cerita tentang Riaty.
Banyak dari mereka yang memintaku untuk melanjutkan ceritanya.Aku mulai mengetikan minimal satu chapter pagi ini. Setelah selesai aku bersiap untuk berangkat kuliah. Aku berangkat kuliah bersama Mana menggunakan motornya. Sesampainya di sana aku turun dan berjalan beriringan bersamanya.
"Gimana ceritanya? Banyak yang baca?"
"Banyak, kan udah aku bilang Na, aku enggak salah apa-apa sama dia, dia nggak bakalan hantuin aku." Aku tertawa kecil.
"Iya, iya terserah kamu."
Aku duduk di kursiku, aku melirik bangku belakangku milik Riaty, kosong. Entah kenapa aku sedikit merasa berbeda. Aku masih merasa Riaty sedang duduk di kursinya.
Saat mendengarkan penjelasan pun aku tidak memperhatikannya sama sekali. Punggungku, aku merasa punggungku seperti di tempeli sebongkah es batu. Dingin sekali, aku sedikit gemetar dan bulu kuduku berdiri. Bahuku juga seperti ada sesuatu yang berat dan rasanya menjadi pegal.
Aku melirik melalui ekor mataku, aku seperti melihat Riaty duduk dan menatap ke arahku. Bahkanaku sedang merasakan tangannya di atas bahuku.
"Ar!"
"Hah?!"
Lasmana mengangkat kedua alisnya bingung.
"Kenapa Na?"
Aku tersentak kaget ketika Lasmana berada di depanku dan menatapku bingung. Baru aku tersadar dosen yang mengajar sudah pergi meninggalkan kelas.
"Kamu kenapa? Mukamu pucet Ar, kamu sakit? Belum makan?"
"Ah nggak papa kok, sedikit nggak enak badan aja."
"Yakin?"
"Iyaa."
"Na! Kenapa kursi Riaty di biarin di sini aja? Kenapa nggak di keluarin aja?"
"Nggak tahu."
Aku menghela nafas panjang, aku memberanikan diri memegang ujung meja dengan tangan gemetar, dingin, dingin sekali kursinya. Baru pertama kali ini aku sedikit merasa... Cemas. Andai Aril tahu, pemiliknya sedang duduk di bangku itu dan menatapnya dengan tajam.
Pukul 23.40 aku mematikan laptopku dan beranjak untuk tidur. Suara ketukan pintu terdengar dari kamarku. Siapa yang datang malam-malam seperti ini. Apa aku yang hanya salah mendengar saja.
Tok!
Tok!
Dua kali ketukan pintu itu terdengar, Aku berjalan menuju pintu dan memutar kunci. Aku berdiam diri di tengah pintu. Tidak ada siapa-siapa. Melihat ke arah kamar sampingku lampunya sudah di matikan. Kamarku berada di ujung membuatku hanya bisa melongok ke arah kanan. Aku berbalik mengunci pintu dan menuju ke arah tempat tidur. Tapi terhenti ketika ada yang memanggilku seperti berbisik.
Arila
Aku tidak memperdulikan suara yang memanggilku, mungkin hanya pendengaranku yang salah karena sudah mengantuk. Aku menaikan selimut dan memejamkan mataku.
Aku terbangun dari tidurku, aku menatap sekelilingku, pemakaman? Mengapa aku sedang berada di pemakaman.
Aku mengedarkan pandangan, aku mulai melihat seorang perempuan berambut panjang yang berdiri di samping makam. Ia hanya diam sambil terus memperhatikan makamnya. Tiba-tiba ia menoleh ke arah ku dan aku tersentak dan bangun dari tidurku dengan keringat bercucuran dan nafas yang memburu.
"Aku cuma mimpi?"
Siapa perempuan dengan rambut panjang yang berdiri di samping pemakaman itu? Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas karena penglihatanku samar-samar.
Aku melirik ke arah jam dinding, sudah pukul 12 lewat 15 menit. Aku masih mengatur nafasku yang tidak beraturan, setelah itu aku kembali memejamkan mataku berharap tidak bermimpi buruk lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astriaty
HorrorArila adalah seorang penulis cerita horor, ia ingin membuat cerita baru yang mengangkat cerita dari temannya Riaty yang baru saja meninggal. Tapi ia malah tidak menyangka akan mendapat teror dari hantu Riaty tersebut. Ia selalu datang kapanpun.