Boleh gak ya, nginep dirumah Bude? Batin gadis yang menolak pulang ke rumah.
Siang ini dia lagi di stasiun Malang Kota Baru, ngeliatin teman-teman healingnya pulang satu per satu. Ada yang ke Jakarta, Bandung, sampai yang deket-deket kayak Surabaya dan Sidoarjo. Sementara dia sendiri sok-sokan nenteng koper. Ngakunya kereta dia datang nanti sore, padahal mah... bohong!
Nih cewek nggak mau pulang ke rumah. Alasannya gak kuat serumah sama Ayah Ibunya. Tiap bulan dia dikasih sangu padahal nge-gapyear alias nunda kuliah.
Udah sebulan dia merantau sana-sini ke rumah teman. Setiap teman rumahnya diampungin nginep selama tiga hari. Nyampe dirumah selanjutnya, dia langsung janjian lagi sama temen yang lain. Nggak tau dapat mental numpang darimana, yang pasti berkat bantuan semesta keinginan nekatnya dilancarkan. Mana teman-temannya bahagia banget didatengin.
Nih cewek dulu memang paling asiknya orang. Sama semua temen dia dekat secara personal, pandai merebut hati Bapak Ibu mereka juga. Secara, dari semua temen-temennya cuma dia yang merantau. Pas SMP dulu dia pernah tinggal selama 3 tahun dirumah Pakde Budenya di Singosari, Malang.
Dia selalu kangen dengan suasana Malang, tak peduli sekarang kota itu sudah panas dan dianggap termacet se-Indonesia. Baginya ada sesuatu yang tertinggal, yaitu hati dan suasana rumah yang dulu dihuninya.
Menurut dia, meskipun Singosari masuk area bawah (bukan puncak seperti Batu), area perumahan Kodim pakdenya benar-benar adem dari pagi ke malam, malam ke pagi. Tiap rumah disitu terpisah jauh dan punya jatah halaman hijau yang luas. Meskipun rumah dinas tentara begitu sederhana dan cat-nya pukul rata biru, tapi suasananya tetap nyaman.
Tempat ibadah berbagai macam agama disediakan bahkan berjejeran dekat. Ada beberapa TK dan taman bermain umum, sehingga tiap pagi pasti ada suara anak kecil beris-berbaris dan berangkat sekolah.
Terakhir, karena itu perumahan tentara, jarang ada kendaraan lewat yang geber-geber knalpot. Semua orang pada sopan, para tetangga mengutamakan privasi. Duh, nyaman banget pokoknya!
Kayaknya boleh, tapi terlalu mendadak kalau nelfon sekarang. Batinnya lagi.
Sayangnya nih cewek nggak punya nomer Pakde Budenya sendiri. Otomatis harus nongol di depan rumah langsung. Resiko bakal diwawancarai segala macam. Tapi yasudah lah, daripada sengsara uang sakunya tinggal sedikit.
Kalau dihabiskan dengan pulang ke rumah mungkin selesai urusan, ya? Tapi sakit hatinya itu, loh! Ketemu orang-orang menyebalkan lagi, relapse lagi, nangis lagi, jedor-jedorin kepala lagi. Udahlah merantau aja, nenangin diri!
Akhirnya si gadis memantapkan pilihan. Langsung pencet ojek mode hemat yang pas nunggu berasa di kukus sebadan. Malang panas coy! Ditambah aplikasi ojek punya fitur begini-begitu.
Pilih yang luxury kemahalan, pilih mode hemat datengnya terlalu lelet. Jangankan dateng motor butut, kadang helmnya juga kebesaran dan gak ada cetekan-nya. Lah anjir, ngeluh doang ini ceritanya.
Oh iya lupa!
Kenalin, karakter bernama Elisa dateng lagi. Kali ini dia sangat melokal dan bisa berbahasa jawa. Kondisinya nggak jauh beda sih, Ayah Ibunya cuma mikirin adeknya, pada kompak Son Supremacy.
Tapi tenang aja, soal itu si Elisa udah legowo karena ia dibebasin berpertualang kesana-kemari selama gak meresahkan. Adik dia malah dieman-eman sama orangtua dan dipaksa mendekam di rumah dari lahir sampe sekarang, wkwk makan tuh anak kesayangan!
⋆｡˚ ☁︎ ˚｡⋆｡
"Assalamu'alaikum, Bude!"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐞𝐦𝐚𝐧𝐢𝐬 𝐆𝐮𝐥𝐚, 𝐒𝐞𝐩𝐚𝐡𝐢𝐭 𝐑𝐞𝐚𝐥𝐢𝐭𝐚
FanfictionIni bukan masalah Hesa Mas-Mas mapan, Jawa dan seiman. Tapi banyak alasan yang membuat Elisa tidak bisa memantapkan pilihan. Salah satunya adalah Jake, Kristen Protestan yang masih berstatus kekasihnya. Sayangnya Elisa terlalu banyak menaruh kepalsu...
