3. Welcome to Los Angeles

84 8 0
                                    

Ringisan yang langsung ia berikan, disertai dengan netranya terbuka secara perlahan menelusuri sekitar. Kerutan di dahinya langsung muncul ketika melihat isi ruangan ini. Ruangan yang ia tempati saat ini, sangat asing bagi dirinya. Ini bukan kamar tidur miliknya.

Perlahan tapi pasti, ia mulai mengingat apa yang telah ia lalui. Padahal dieinya tidak mabuk, tapi kenapa mendadak ia lupa. Mungkin efek jetlag. Suara yang berasal dari perutnya sukses mengalihkan lamunannya. Bahkan ia lupa kalau dirinya belum makan dari dirinya berada di negaranya, sampai dia berada di sini.

Netranya langsung melihat jam dinding yang sangat besar yang ada di kamar yang tengah ia tempati. "Jam sembilan pagi? Sebenarnya aku ada di mana?" Gumamnya, yang bertanya kepada diri sendiri.

Setelah mengumpulkan nyawa, ia pun bergegas turun dari ranjangnya. Rasa laparnya tidak bisa di toleransi lagi. Namun, baru saja ia ingin membuka pintu, suara seseorang yang membuka pintu dari depan pun mengurungkan niatnya.

Bukannya beranjak dari tempat dirinya berdiri saat ini, ia malah diam di tempatnya. "Ah, selamat pagi, Nona. Perkenalkan, saya Bertha. Saya maid di rumah ini." Seru seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. "Apakah ada yang Nona butuhkan?" Sambung Bertha. "Nona." Teguran yang Bertha karena tidak mendapat balasan dari dirinya.

"Eat." Satu kata yang terucap dari mulutnya. Dia sempat terdiam karena Bertha berbicara dengan bahasa Inggris. Tapi untung saja ia masih bisa mengerti ucapan Bertha, walaupun ia tidak dapat membalas sepenuhnya ucapan Bertha. Untung saja Bertha memakai aksen american, bukan british. Bisa pusing di ngetransletin ke bahasanya.

Bertha yang tau maksudnya pun langsung membawa dirinya menuju meja makan. Duduk di atas kursi yang telah di siapkan Bertha, lalu Bertha mulai menanyakan makanan apa saja yang ingin dia ambil.

"Biar aku saja." Ucapnya, yang langsung mengambil alih piring yang ada di tangan Bertha. Ia tidak mau di buat kelimpungan, hanya untuk menyebut makanan yang ia pilih. Dan dia lebih suka mengambil makanan yang terlihat enak di matanya.

Memakan makanannya dengan hikmat, tanpa sisa sedikit pun. "Bolehkah aku tau di mana Tuan Lee?" Pertanyaan yang langsung ia berikan setelah menyelesaikan makannya, menatap Bertha penuh harap.

"Ah, Tuan Lee sedang berada di kantornya. Apakah Nona ingin pergi ke sana?" Tawaran yang Bertha berikan, yang langsung saja di balas anggukkan semangat oleh dirinya.

"Eum, apakah saya boleh tau di mana saya berada?" Tanyanya lagi, sebelum Bertha pergi untuk memanggilkan supir untik dirinya. "Los Angeles. Apakah ada hal lain yang anda tanyakan" jawaban yang Bertha, dan bertanya kembali kepada dirinya.

"Tidak ada. Terima kasih, Bertha." Balasnya, seraya menampilkan senyuman miliknya untuk membalas senyuman yang wanita ini berikan.

Setelahnya, ia langsung bergegas menuju luar. Ia gak berniat ganti baju. Bagaimana bisa ia ganti baju, sedangkan ia ke sini tuh dirinya tidak membawa apa-apa! Hanya ponsel miliknya yang saat ini sudah hilang entah ke mana keberadaannya.

Setelah mobil berhenti di hadapannya, dirinya langsung masuk ke dalam dan mobil pun pergi meninggalkan area rumah milik pria gila ini, menuju kantor dimana pria gila yang telah menbawanya ini.

Di sepanjang jalan menuju kantor pria gila, dirinya hanya diam. Melihat pemandangan kota Los Angeles dari kaca mobil. Sampai akhirnya ia tiba di depan gedung pencakar langit. "Terima kasih." Seruan yang langsung ia berikan, lalu pergi keluar dari mobil, dan masuk ke dalam perusahaan besar ini.

Ia terus melangkahkan kakinya menuju resepsionis. Bertanya di mana ruangan pria gila berada. Namun, sang resepsionis malah bertanya siapa dirinya, sudah membuat janji atau belum. "Saya ini adik dari Tuan Lee, yang datang dari Indonesia." Serunya yang tentu saja berbohong demi bertemu dengan pria gila ini.

"Ah, tunggu sebentar. Saya akan mengkonfirmasikan kedatangan anda." Seru sang resepsionis. "Nona Na, silahkan bertemu Tuan Lee di lantai 23." Seru sang resepsionis, setelah menelepon pria yang bersangkutan.

Lantas dirinya tersenyum begitu mendengarnya. "Terima kasih." Ucapnya, yang langsung pergi masuk ke dalam lift. Menekan angka 23, sesuai perintah resepsionis tadi.

Suara lift yang terbuka. Ia pun segera melangkahkan kakinya masuk. Netranya langsung menangkap seorang sekertaris yang tengah menunggu di depan ruangan. Entah, ruangan pria gila itu mungkin. Dia hanya menerka saja. "Permisi. Apakah Tuan Lee ada di dalam?" Tanyanya kepada sang sekertaris pria.

"Dengan Nona Na?" Tanya sang sekertaris itu. Dan dia langsung menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Silahkan masuk, Nona. Beliau sudah menunggu anda." Titah sang sekertaris.

Dia pun mulai masuk ke dalam ruangan. Tapi, sebelum masuk? Ia memutuskan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu. Setelahnya, baru ia masuk setelah di izinkan. "Elijah, mana berkas yang aku minta?" Seruan yang pria ini berikan, ketika ia masuk ke dalam ruangan, tanpa mengalihkan pandangannya pada berkas.

Dan dia malah menatap pria yang ada dihadapannya ini, yang sepertinya sangat sibuk saat ini. Tadinya, ia ke sini ingin meminta ponselnya yang kemungkinan di ambil oleh dia. Namun, ketika melihat pria gila ini yang sepertinya tengah sibuk? Ia jadi mengurungkan niatnya.

"Elijah!" Seruan yang dia berikan sekali lagi, karena tak ada sahutan dari orang yang ia maksud.

"Ekhem, maafkan aku, Tuan Lee. Tapi sepertinya anda salah orang. Saya bukan orang yang anda maksud." Serunya, yang sukses membuat pria yang tengah sibuk ini langsung berhenti dari kegiatannya.

"Jaemin? Kau sedang apa, sayang? Apakah ada sesuatu yang kau inginkan?" Pertanyaan yang diberikan olehnya, yang langsung ia jawab. "Hm, tadinya. Tadinya aku ingin meminta ponselku yang ada di kamu. Namun begitu melihat kau sedang sibuk? Aku langsung urungkan niatku. Kalau begitu, aku pergi." Serunya yang ingin pergi, namun di tahan oleh suara pria ini.

"Tunggu." Perintahnya, yang sukses membuatnya langsung berhenti dan membalikkan tubuhnya menatap pria yang masih stay di posisinya. "Apa?" Tanyanya.

"Bisakah kau kemari sejenak? Aku butuh bantuan dirimu." Pinta pria ini, yang langsung membuat dirinya menautkan kedua alisnya, menatap pria yang ada dihadapannya ini dengan tatapan tidak percaya. "Ayolah." Teguran yang pria ini berikan.

Dan akhirnya ia memilih untuk menghampiri pria ini. "Ada apa?" Tanyanya lagi, begitu netranya menangkap banyak berkas di hadapannya.

"Bolehkah aku meminta dirimu untuk memeriksa keuangan bulan kemarin?" Pinta pria yang ada dihadapannya ini. "Aku akan memberikan dirimu hadiah sebagai gantinya." Sambungnya.

"Hadiah apa yang ingin kau berikan?" Pertanyaan yang langsung ia berikan, yang sepertinya tertarik akan tawaran yang ia berikan. Namun netranya langsung memincing curiga ke arah pria yang ada dihadapannya ini.

Bukannya menjawab, pria yang ada dihadapannya ini malah berfikir sejenak. "Aku akan mengajak dirimu keliling Los Angeles. Memperkenalkan Los Angeles kepada dirimu. Aku akan mengajak dirimu ke tempat yang belum pernah kau temui. Setelah pekerjaan aku selesai" Serunya.

"Benarkah?" Tanyanya kembali guna memastikan ucapan pria yang ada dihadapannya ini. Ia takut pria ini hanya membual.

"Heum. Aku berjanji." Balasnya.

Dengan helaan nafas berat, akhirnya ia menyetujui permintaan pria ini. "Yang mana yang harus aku periksa?" Tanyanya. Dan pria ini pun segera memberikan catatan keuangan bulan kemarin kepada dirinya. "Ini catatan bulan kemarin?" Tanyanya sekali lagi karena tak percaya. Pasalnya berkas yang diberikan ini banyak sekali.

"Heum. Apakah ada yang salah?" Tanya pria yang ada dihadapannya, yang saat ini sudah menatap dirinya dengan kedua alis yang sudah saling bertautan.

Langsung saja ia menggelengkan kepalanya. "Tidak ada." Serunya, yang langsung mengambil berkas yang ada di tangan pria ini. Dia juga langsung duduk di sofa ruangan pria ini, dan mulai memeriksa keuangan bulan lalu.

MY MISSION? - MARKMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang