chapter 1

7 0 0
                                    

10 Desember tahun 1980

Awan menutupi sinar matahari kala menerangi sebuah desa di siang hari. Semilir angin berhembus tenang mendamaikan hati yang diterpanya. Lalu awan beranjak bergerak sehingga sinar matahari kini menerangi seorang pemuda yang berjalan melewati sebuah taman. Seorang remaja perempuan yang sedang memetik bunga lalu mendekati pemuda itu.

"H-haaiii, selamat siang,.." sapa sang anak.

Sang pemuda hanya menolehkan kepalanya. Lalu ujung bibirnya ditarik sedikit membentuk senyum khas seorang pemuda yang memiliki aura perhatian dibalik tubuhnya yang tegap. Tubuhnya tinggi namun tidak terlalu besar. Rambutnya hitam, matanya cokelat susu. Wajahnya yang terbilang rupawan mampu mengikat hati wanita tanpa pandang usia.

Sang anak lalu memberikan bunga yang ia petik tadi. Bunga berwarna pink keputih putihan. Bunga tersebut bernama ilmiah lilium atau biasa dikenal dengan sebutan bunga lily. Konon bunga tersebut dengan warna pink merupakan bentuk dari pengungkapan perasaan seseorang. Entah itu disengaja atau tidak, namun memang demikianlah perasaan sang remaja perempuan pada sang pemuda. Sebuah rasa tertarik.

Sang anak lalu pergi berlari kembali ke taman.

Sang pemuda tak mengeluarkan sepatah katapun. Alisnya terangkat keheranan sambil memandang punggung si anak berlari. Lalu beberapa detik setelahnya melihat bunga yang dipegang olehnya. Ia lalu tersenyum, pundaknya diangkat lalu diturunkan lagi. Geleng-geleng kepala lalu memasukkan bunga itu kedalam tasnya dan setelah itu ia pergi melanjutkan perjalanan dirinya yang merupakan seorang pengelana.
***
16 Agustus 2023

"Bagaimana ini?"

"Entahlah,.. aku tak punya ide apa-apa"

"Apakah yang lain ada yang punya solusi?"

"..."

Beberapa tokoh desa yang sedang berdiskusi saling menatap satu sama lain. Mereka kebingungan. Beberapa saat hening, lalu mereka menarik nafas dan menghela berat secara bersamaan.

"Kita tak bisa berbuat apa-apa soal ini"

"Bagaimanapun kita ini orang biasa, tak bisa berbuat apa-apa"

"Tapi apa kalian sudah tahu bahwa tahun ini di desa kita sekarang kedatangan pengelana yang sama seperti dia?"

"Sehari yang lalu dia datang ke desa ini, mungpung sedang berada di desa, kenapa kita tidak coba minta bantuannya?"

"Huuhhh... Baiklah, kita semua disini tak punya cara lain, nanti biar aku saja yang bicara langsung padanya, kalau ada yang tau bisa tuntun aku pada dia. Kita serahkan urusan ini padanya." Ucap kepala desa dengan nada yang pasrah dan tak bisa lagi berbuat apa-apa.

"Bukankah kita memang sering kedatangan pengelana? Lantas kenapa orang-orang seakan menganggap pengelana yang datang kemarin itu istimewa?" Bisik pemuda yang mana merupakan anak kepala desa yang ikut dalam diskusi kepada orang tua disebelahnya.

"Ohhh nak, sepertinya memang kita jarang membicarakannya karena memang tak pernah terjadi apa-apa Semenjak hari itu. Baiklah, singkatnya dulu ada pengelana yang bukan sekedar berpergian saja. Mereka datang ke suatu tempat karena ada sebuah misi tersendiri. Mereka menangani setiap misteri yang tak bisa masuk akal logika. Mereka ahli dalam menemukan solusi dari fenomena yang berkaitan dengan roh. Aku tak tahu dari mana sebenarnya mereka berasal, yang pasti mereka menyebut diri mereka sendiri dengan pengelana Abiyasa"
***

Sore itu seorang pemuda sedang berada depan rumah warga yang memperbolehkan dirinya tinggal disana. Pemuda tersebut menyeduh kopi hitam tanpa gula. Ia duduk di papan rumah panggung tersebut menikmati cahaya jingga. Namun matahari seutuhnya tertutup oleh gunung yang menjulang tinggi didepannya. Cahaya menyebar ke sekeliling gunung tersebut. Lalu ia merogoh sakunya, mengambil rokok. Kepulan asap rokok dan aroma kopi hitam begitu terasa dan menambah suasana damai di sore yang indah di pedesaan.

ABIYASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang