Hari-hari selanjutnya berlangsung biasa-biasa saja dan Kai menemukan kerja paruh waktu lain di perpustakaan dan ia langsung mendaftarkan diri secara sukarela.
Tidak ada ikatan, hanya saja ia harus memenuhi syarat minimal bekerja sepuluh jam per minggu. Lumayan juga, hanya duduk di bangku help center untuk menunjukkan arah bagi orang yang kebingungan.
Kai menghabiskan sebagian besar jeda waktunya di sini karena selain memperoleh koneksi WiFi super cepat, suasananya juga memacunya untuk belajar lebih keras.
Meskipun di landa kesibukan yang nyata, ia tetap menunggu kapan kiranya ia dapat bekerja paruh waktu di kafe Hono dan Antusiasme yang ia rasakan semakin mmenurun lama-lama hilang sama sekali.
Rasa itu berganti dengan cemas Sedikit-sedikit kemudian timbul rasa benci karena ia merasa di permainkan.
"Menurutmu aku perlu mencari lowongan lain?"
Itu adalah sesi konsultasi keduanya dengan Ten setelah tiga minggu lebih ia masih belum menerima panggilan atau pesan dari kafe.
Efeknya buruk benar bagi psikologisnya dia mulai paranoid.
Jangan-jangan Hono menelpon ketika ia sedang tidur (padahal Kai hanya tidur saat malam, bangunnya pun jam tujuh pagi), jangan-jangan ponselnya rusak dan tidak bisa menerima panggilan (tidak juga, beberapa hari terakhir Onuma yang kurang terbuka menelponnya berkali-kali untuk meminjam uang), jangan-jangan nomornya hangus (ini juga tidak mungkin), atau yang paling parah jangan-jangan ponselnya tertukar dengan orang lain (tidak mungkin, hapenya cukup butut dan siapapun yang tertukar akan merasa rugi dan segera menghubunginya), dan jangan-jangan yang lain yang susah ia membungkuk dari pikiran.
"Kau sudah mencoba kembali ke sana?" Ten bertanya.
"Belum juga sih. Aku merasa aneh kalau kembali ke sana. Mungkin mereka menemukan kandidat yang lebih meyakinkan dariku."
"Omong kosong." Ten melihat Kai prihatin. "Kau tidak melamar untuk perusahaan multinasional. Persyaratannya seharusnya tidak gitu-gitu amat."
Kai yang semakin resah akhirnya memutuskan untuk pergi ke kafe setelah jam kerjanya berakhir. Toh kafe itu memiliki kopi yang lezat dan suasana yang nyaman. Ia bisa bersantai sedikit mengingat besok adalah akhir pekan.
Tepat tujuh menit sebelum layanan perpustakaannya usai, ia mendapatkan satu pesan dari Hono.
Kai tidak menyadari hal ini sampai ia keluar dari perpustakaan. Pasti mode getar di ponselnya juga dimatikan karena ia tidak merasa memperoleh pesan tersebut.
Untung saja ia segera keluar ketika membacanya karena pesan itu berisi permintaan untuk datang ke kafe dalam waktu dekat.
Sekitar dua puluh menit kemudian, ia sampai di kafe dengan senyum yang tersungging di wajahnya.
Senyum itu agak terlalu lebar sehingga terlihat cukup bodoh untuk dilihat dan Berusaha terlihat tenang dan berwibawa, ia masuk ke kafe dengan langkah perlahan dan ekspresi wajah yang lebih terkontrol.
"Halo, aku Fujiyoshi Kai, bisa aku berbicara dengan Tamura Hono?"
Perempuan yang entah kenapa terlihat familiar itu terdiam di tempatnya. Alih-alih beranjak, ia mengerutkan keningnya seperti sedang berpikir keras sekali.
"Tunggu sebentar, oh Fujiyoshi Kai jurusan komunikasi? Aku lumayan sering melihatmu, sepertinya."
"Oh ya, benar." Perempuan itu belum memperkenalkan dirinya kan?
"Ya, kau tidak salah sambung. Aku memang anak komunikasi."
"Aku Morita Hikaru dari jurusan antropologi. Sepertinya kita beberapa kali kelas bersama. Tadi aku yang presentasi terakhir di kelas."
Pantas saja.
Rasa penasaran Kai terjawab, sekarang ia tahu mengapa Hikaru terlihat sangat familiar Pasti Hikaru melihatnya presentasi tadi dan begitu pula sebaliknya.
Jujur saja dia bukan tipikal anak yang cukup di kenal di departemen komunikasi. Bukan tipikal yang anti sosial, tapi juga tidak menonjol. Ia tidak punya ambisi yang besar sehingga tidak cukup melangit.
Berteman dengan orang-orang sejenis Ten sudah cukup membuatnya bertahan hidup dan tidak sengsara amat setiap harinya.
Bisa di bilang humor mereka cukup seragam.
"Ah, begitu rupanya." Kai mencoba bersikap sopan.
"Kau menjadi pegawai paruh waktu di sini?"
"Ya, tentu saja. Lumayan, lingkungan kerjanya menyenangkan. Aku bisa menyelesaikan tugas di sela-sela waktu kerja." Hikaru terlihat berpikir sesaat. "Lho, tunggu. Kau yang mau menggantikan Rei?"
Meskipun terdengar seperti sebuah pertanyaan sepertinya Hikaru tidak benar-benar mengalamatkan kalimat tersebut untuknya.
Dia seperti bermonolog dan berpikir sejenak lalu hilang di balik ruangan dengan pintu bertuliskan 'khusus staf'.
Secepat ia pergi, secepat itu pula ia kembali Kali ini ada perempuan lain yang menghampirinya.
"Wah, Fujiyoshi. Kau rajin sekali!" Itu adalah Hono.
"Tidakkah ku kirimkan pesan untuk datang besok?"
Oh. Oh. Kai pasti terlalu semangat sampai lupa untuk membalas pesan dari Hono.
Agak malu juga sebenarnya Tapi semangat yang ia miliki terlalu tinggi dan menutupi perasaan malu tersebut.
"Sebenarnya aku memang ingin mampir, butuh asupan kafein." Ujar Kai sok-sokan, dan tentu saja tidak lupa di sertai "Hehehehehe."
Hono terlihat lebih antusias setelah dia mengucapkan kalimat tersebut. "Ah, kalau begitu sekalian saja ku jelaskan tentang operasional kafe ini, bagaimana?" Tentu saja hal tersebut di setujui oleh Kai.
Ada begitu banyak informasi yang diberikan oleh Hono sampai-sampai ia menyesal mengapa dirinya tidak menuliskannya dalam catatan buku kecil.
Otaknya kelebihan beban dengan begitu banyaknya informasi yang diterima dalam kursus kilat kali ini.
Mulai dari cara menggunakan mesin kasir, membuat kopi (ini hanya selingan dan tambahan informasi saja, Kai tidak akan mengoperasikan alat-alat itu dalam waktu dekat), sterilisasi alat-alat, sampai aturan-aturan tentang membersihkan meja, pertukaran shift, dan pembagian gaji .
Ugh, yang terakhir itu sukses membuat perut Kai teraduk-aduk. Bahunya tiba-tiba terasa ringan dan dia curiga kakinya sudah tidak lagi menapak di lantai.
Satu poin plus sudah di tambahkan dalam daftar 'Mengapa Bekerja di Kafe Sakura.'
"Kau akan kumasukkan ke grup Whatssapp, Mulai kerja besok, oke? sepertinya akan padat di akhir pekan karena sebentar lagi waktu ujian kuliah."
"Tentu saja, bukan masalah," Kai mengangguk-angguk ringan.
"Kerja mulai hari ini pun tak masalah, kok."
"Eeh, tidak perlu."
"Tidak apa-apa. Hitung-hitung pemanasan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serendipity
Teen FictionDi antara aroma kopi cheesecake dan alunan gitar Fujiyoshi menemukan favorit pelanggannya.