2

11 2 6
                                    

Pagi hari di SMA Gemilang sudah ramai sekali. Banyak sekali siswi yang berdiri di sepanjang koridor kelas. Suara heboh adik kelas yang alay terdengar hingga ke kelas Naara di lantai dua. Dalang dibalik semua itu adalah Dhafin si cowok popular dengan sebutan ‘pangeran’. Dhafin tiba di sekolah dengan mengendarai motor gedenya. Aura ketampanannya membuat orang lain terpesona dan senyuman manisnya membuat para siswi di sekolah jatuh cinta, kecuali Naara.

Dhafin berjalan dengan percaya diri menuju kelasnya. Saat memasuki kelasnya ia melihat Naara yang sibuk dengan sketchbook-nya.

Dhafin duduk di samping Naara, “Selamat pagi, Naara.” Naara hanya menoleh dan kembali menggambar.

“Naara… Hallo!” sapa Dhafin.

“Kenapa?” Tanya Naara to the point.

“Nah gitu dong. Kenapa kemarin lo ga bangunin gua?”

“Naara ga pernah bilang ‘iya’.” Jawab Naara sembari menggambar.

“Mmmm…” Dhafin tidak bisa berkata-kata.

Dhafin masih duduk di samping Naara-melihat apa yang sedang Naara gambar.

By the way, kok bisa suara ni cewek lembut banget-dalam hati Dhafin.

“Hai Dhafin!”

“Eh Dania, lo mau duduk ya?” Dhafin berdiri, “Nah silahkan, dah Naara.” Dhafin pergi ke tempat duduknya di belakang dan Naara masih sibuk dengan sketchbook-nya.

Dhafin masih memperhatikan Naara dari tempat duduknya.

Kenapa ya tuh cewek ga mau ngomong sama gua?—Dhafin bertanya-tanya.

“Ara!” Dania duduk di kursinya.
Naara menutup sketchbook-Nya,

“Iya?” Jawab Naara.

“Dhafin ngapain duduk disini?”

“Ga ngapa-ngapain dan ga ngomongin apa-apa.” Jawab Naara singkat, padat dan jelas.

“Gue kan ga nanya apa yang kalian omongin.” Ujar Dania sambil memandangi wajah Naara.

“Ga apa-apa, biar jelas aja.” Jawab Naara, tersenyum.

Ish cantik banget¬-kata Dania dalam hatinya.

“Oh iya, kemarin dia maksa buat nemenin lo di UKS, dia juga yang gendong lo ke UKS.” Ujar Dania dengan raut wajah penasaran.

“Naara ga ada hubungan apa-apa kok sama dia.” Kata Naara sembari memasukkan alat gambarnya ke dalam tas.

“Padahal gue juga ga nanyain soal itu.”

“Tapi, muka kamu bilang kalau kamu penasaran soal itu, apa aku salah?”

Dania diam dan hanya memandangi Naara.

“Oh iya, tadi kamu bilang kalau Dhafin yang gendong Naara ke UKS?”

“Iya, lo ga tau?”
Naara menggelengkan kepalanya.

Dania melepas tas dari punggungnya, “Itu hidung lo udah ga kenapa-napa kan sekarang? Kepala lo masih sakit?” Tanya Dania khawatir.

“Naara udah baik-baik aja kok, Dan.” Jawab Naara, tersenyum.

“Kemarin juga lo bilangnya ‘baik-baik aja’ tapi nyatanya lo pingsan.” Ucap Dania serius, agak kesal pada Naara yang terlihat pura-pura baik-baik saja.

“Kali ini beneran baik-baik aja hehe.” Naara terkekeh.

“Eh Ra, padahal kalau lo senyum tuh cantik banget tapi kenapa yaa lo itu jarang banget senyum.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang