03: Danau [√]

1 0 0
                                    

Enjoy!!

Maximiliam baru saja menceburkan diri kedalam danau dan sudah dibuat terkejut dengan suara seseorang.

Ia memang tahu kalau danau luas ini bukan tempat yang jarang diketahui, tetapi tadi jelas sekali kalau dia cuma sendirian di pinggiran danau.

Dengan segera, Max memunculkan kepalanya untuk melihat siapa kiranya yang berbicara tadi.

Di sana, di tempat berdirinya tadi, ia melihat seorang lelaki tengah berjongkok, sikunya menumpu di lutut dengan tangannya menahan rahang. Mata biru cerah itu menatap langsung kepada Max.

"Siapa kau?" Maximiliam bertanya, nadanya jengkel, tak suka ada yang menganggu ketenangannya.

"Putra dari pemilik tanah di ujung sana."

Lelaki dengan surai merah muda pucat itu menunjuk pada arah sungai, lebih ke atas sedikit.

"Putra Duke Valentin?"

"Seratus untukmu."

Maximiliam mengerutkan keningnya, terkejut dengan kalimat lelaki itu, tidak ada sopan-sopannya. Apa lelaki ini tak mengetahui siapa Maximiliam.

Maximiliam ini tidak tahu saja kalau hanya segelintir orang yang mengetahui wajahnya karena jarang memunculkan diri di depan khayalak ramai.

"Sedang apa kau disini?" Maximiliam bertanya lagi.

"Menonton orang sedang berenang."

"Apa yang istimewa dengan itu?"

Padahal sebenarnya Max tahu kalau 'orang sedang berenang' yang lelaki itu maksud adalah dirinya, namun entah mengapa ia masih menimpali.

"Orang sedang berenangnya sangat tampan, kurang istimewa apalagi itu?"

Maximiliam hampir menjatuhkan rahangnya, lelaki muda ini terlalu jujur.

"Putra Duke, bagaimana anda bisa sampai disini? Maksudku, dimana pelayanmu?"

"Pelayan? Aku tak punya. Dan aku bisa disini dengan berjalan."

"Berjalan dari Dukedom sampai kesini?!"

"Kenapa tidak?"

"Dia gila, itu jelas jarak yang jauh. Jarak Dukedom ke ibukota saja butuh dua hari untuk ditempuh menggunakan kereta kuda."

"Jangan melamun, kau bisa tenggelam. Bisa histeris para gadis kalau pria tampan di Emory berkurang."

"Aku tidak tahu kalau putra Duke Valentin pandai melucu, juga adalah seorang penggoda."

"Terimakasih pujiannya."

"Apa dia gila?"

Max tak berbicara lagi, ia mulai melanjutkan kegiatan renangnya yang sempat tertunda.

Ia bisa bebas berenang karena sungai ini luas juga dalam, pun tak ada makhluk buas seperti buaya.

"Kau punya otot yang bagus."

Lelaki permen kapas -julukan yang diberi Max, karena warna rambutnya serupa dengan permen kapas- itu memuji. Max menghiraukan, ia hanya berjalan menuju daratan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 24, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FreedomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang