2

4 0 0
                                    

Halo lagi, aku.

Malam setelah aku menulis halaman pertama kemarin, aku langsung memimpikan masa lalu yang lebih baru. Teman-teman yang pernah aku jumpai di semester 1 dulu dalam mimpi itu sudah memiliki pekerjaan masing-masing dan memiliki penampilan yang baik. Alhamdulillah, aku ikut senang, meskipun aku hanya bersama mereka di satu semester saja namun kesan pertamaku tentang kuliah ya teman-teman pertama yang aku jumpai. 

Setelah memimpikan itu, aku lega, namun juga bertanya-tanya. Sering kali ketika aku ingin bercerita, banyak yang menyarankan agar menahan diri dan berkeluh-kesah hanya pada Allah saja. Secara pribadi, aku sudah mencobanya berkali-kali dan aku masih belum bisa lega. Mungkin memang caraku yang selama ini salah. Lagi pula Tuhan tidak sama dengan makhluk, jadi cara berkeluh-kesah yang benar pasti juga tidak sama. Hanya saja aku belum menemukan cara yang benar sampai saat ini. Karena itulah aku memutuskan untuk menulisnya di sini.

Setelah menulis yang pertama kemarin, aku memang lega. Namun karena aku tidak langsung melanjutkannya kemarin, aku jadi tenggelam lagi. Ah, ingin rasanya aku menolong diriku sendiri tapi aku sendiri tidak bisa berenang.

-----

Kalau berbicara tentang penyesalan dalam hidup, tentunya setiap orang dewasa pasti memilikinya. Entah itu penyesalan akan hal-hal sepele seperti orang alergi yang tergoda makan makanan pantangannya lalu kambuh, hingga penyesalan besar seperti menyesal dalam memilih karir. Ada orang yang sejak awal telah dibentuk untuk satu tujuan karir dan dari segi kognitif dan keterampilan telah hampir matang sempurna. Sayangnya, selain kognitif, karir juga membutuhkan kesesuaian mental dan fisik dari orang tersebut agar bisa terwujud. Ketika seseorang memiliki skill untuk karir tertentu namun hatinya tidak berada di situ, akan terpicu rasa benci pada karir tersebut yang bagi beberapa orang jarang bisa dideteksi lebih awal. Sehingga ketika ia menyadari bahwa mentalnya tidak kuat atau tidak cocok berada pada karir itu dan ingin mengulang untuk membangun karir lain yang lebih sesuai dengan kondisi mental dan kesehatannya, semuanya sudah terlambat, karena usia bukan sesuatu yang bisa ditawar. Salah mengambil satu keputusan bisa berakibat pada penyesalan seumur hidup.

Dulu pernah aku mendengar ada perkataan, "hidupmu lima tahun mendatang ditentukan oleh apa yang kau lakukan saat ini". Sering kali aku mencoba mengingat kembali apa gerangan yang aku lakukan lima tahun yang lalu sehingga aku bisa sampai pada hari ini dan berusaha mengubah hal-hal yang buruk menjadi lebih baik. Kalau diingat lagi, lima tahun lalu-lah awal kejadian traumatis itu terjadi. Syukurlah aku bisa segera mengentaskan diri dari kubangan lumpur itu. Kalau tidak, aku mungkin akan tenggelam tanpa ada kesempatan untuk membilas diri dengan air bersih. Setiap pertemuan pasti membawa pelajaran, entah itu pelajaran baik atau pelajaran buruk, semuanya pasti memiliki makna tersendiri untuk bekal hidupku kelak. selayaknya manusia yang penuh salah dan dosa, bersalah dan berdosa memang merupakan suatu kewajaran. Oleh karena itu, Tuhan sendiri memberikan cara untuk bertaubat sehingga para pendosa bisa membasuh dirinya kembali sampai bersih. Tidak apa-apa. Semua yang terjadi di masa lalu sudah terjadi dan tidak dapat diulang kembali. Semoga saja kita tidak bertemu dengan orang atau situasi yang dapat membangkitkan kejadian traumatis itu lagi.

Sudah lima tahun. Para aktor yang terlibat juga pasti sudah melupakan keberadaan kita. Tak baik terus menerus menenggelamkan diri demi memperoleh penebusan untuk menenangkan hati nurani yang bersalah. Cukup bertaubat dan memohon petunjuk-Nya. Bismillah, semoga kita bisa terus menjadi manusia yang lebih baik lagi. puk puk puk.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Journey of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang