48. Kabar Buruk

2.9K 248 12
                                    

Part flashback bagian udah aku publish di KK ya, mungkin besok yang bagian 2. Untuk chapter 49 sampai ending bakal aku publish di sini, jadi buat yang pengin baca bagian flashback dan extra part, silakan meluncur ke KK.

So, happy reading!!













"Mama, ayo ke pantai sama Eya sama Papa!"

Janu melengkungkan senyum penuh kemenangan. Nggak sia-sia dia berpengalaman jadi playboy, karena nggak cuma cewek-cewek aja gampang takluk, anak perempuannya pun demikian. Pria berusia 33 tahun itu kembali berbisik, "Eila sedih lho, Ma, kalau Mama nggak ikut."

Bukannya menurut, si bocah malah berpaling menatap ayahnya. "Tapi Eya tidak sedih, Papa. Eya senang sama Papa. Mama tidak usah ikut." Janu menahan napas dongkol sementara Eila meminta ayahnya mendekat dan Janu mengindahkan. Ganti Eila yang berbisik, "Papa, ini lahasia kita beldua. Nanti kita beli Beng-Beng ya? Tapinya jangan bilang-bilang Mama. Nanti Mama malah."

Dengan jail, Janu mengadu, "Ma, Eila ngajakin Papa beli Beng-Beng, Ma."

"Aduh, Papa!" Eila menepuk jidat, "Jangan bilang-bilang Mama. Ini lahasia kita beldua."

"Ma, Eila main rahasia-rahasiaan, Ma," adu Janu lagi.

"Tidak, tidak," bantah Eila, disertai gelengan. Fokusnya dikembalikan ke layar ponsel. "Mama, Eya tidak makan cukat lagi, Ma. Papa ini yang suluh Eya makan Beng-Beng," belanya, balik menyalahkan.

Janu mendengkus. "Mana ada Papa suruh Eila?" Satu alisnya terangkat, menatap si kecil lalu melirik layar ponsel dan menyanggah, "Nggak, Ma. Papa nggak ada suruh Eila, yang ada Eila yang ngajak Papa, Ma."

"Papa," sungut Eila, cemberut. "Ini 'kan lahasia kita beldua! Mama jangan dikasih tahu."

"Ya udah, Mama dikasih hati aja, gimana?" seloroh Janu.

Alih-alih setuju, Eila justru mengernyit. "Tapinya Mama itu ... nghh ..." Otaknya mulai nge-lag, "Mama, hati itu apa?"

Delikan Nada tertuju pada Janu. Meski tak berada di tempat yang sama, tapi Janu yakin mantan istrinya sedang protes lewat tatapan. It's okay, ini menarik, batinnya, kemudian melanjutkan aksi jail. "Hati itu ..." Ia sengaja memenggal kalimat hanya untuk mengerling jenaka, "... sesuatu yang di---"

"Kakak, ada Mas Faro nih!" Di ujung sana, muncul Nara lengkap dengan seruan.

Hati Janu kontan memanas.

Selagi Nada mengangguk pada Nara lantas beralih menatap layar lagi. Pamit. "Eila, Mama pergi dulu ya? Eila nggak boleh rewel, harus nurut apa kata Papa, dan ..." Rehat sejenak, ibu satu anak itu meneruskan dengan nada lirih, tetapi Janu tahu bahwa pesan itu ditujukan padanya, "... jaga makanan. Mama nggak mau Eila sakit lagi."

Detik berikutnya panggilan terputus setelah Nada dan Eila saling lempar kata sayang.

Mengabaikan Janu dengan nelangsanya.

***

"Saya nggak akan macem-macem, Nad." Faro menoleh ke belakang --dimana deretan orang suruhan Joni berjejer tegap. "Ini orang-orang suruhan Om Joni." Balik hadap depan, ia rogoh saku celana, mengeluarkan ponsel. "Oh ya, Om Joni juga bilang; sebelum berangkat, saya diminta menghubungi beliau, untuk ngasih bukti ke kamu kalau saya nggak bohong."

Nada masih bungkam dan menatap sekitar.

Begini ceritanya.

Semalam, sepulang dari acara lamaran Max dan Cindy, Faro tiba-tiba mengirim pesan yang intinya; laki-laki itu diutus ayah Janu untuk membawanya ke Jakarta. Tentu Nada tidak langsung percaya. Terlepas ia tidak mengenal betul siapa Faro, agak aneh menurut Nada, kenapa Joni meminta Faro yang mengantar Nada ke Jakarta --kalau itu benar adanya? Kenapa tidak Janu saja? Well, Nada tidak berharap bisa berduaan dengan pria itu, tapi kalau Joni meminta Janu yang mengantar, menurut Nada, itu jauh lebih masuk akal.

Repair [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang