Blank Space

2 1 0
                                    

Mika mulai tidak ikut menemani teman-temannya yang akan lomba, dia memilih untuk menyibukkan dirinya dengan hal lain, kadang mengajak Haris jalan-jalan, kadang seharian ke perpustakaan, dan terkadang dia memasak di kosan. Apapun akan dia lakukan agar tidak memikirkan lomba itu lagi.

Mika mengangkat telepon dari Haris, "Temenin makan."

"Boleh, aku siap-siap dulu."

Mika keluar dari kosannya dan berlari kecil menghampiri Haris yang sudah menunggunya,  Haris memberikan helm untuk Mika. Untung saja Mika memakai baju yang cukup rapih karena Haris ternyata mengajaknya ke mall.

"Mau makan apa?" Tanya lelaki itu.

"Bebas."

"Jangan bebas." Balasnya malas. Mika bergumam kecil sambil memperhatikan sekitarnya.

"Pengen marugame."

"Ayoo."

Haris segera menggengam tangan mungil itu dan mulai menyesuaikan langkahnya dengan langkah kaki Mika. Tanpa sadar gadis itu tersenyum simpul saat tangannya digenggam erat. "Nanti selesai uas mau pulang dulu gak? Gue mau pulang biar sekalian." Mika menggelengkan kepalanya karena dia belum tahu dia akan pulang ke rumah atau tidak.

"Ayis pulang mau ngapain? Soalnya kan libur semester ganjil sebentar." Mika kembali memakan udon miliknya meskipun perutnya sudah sangat kenyang.

"Sumpek gue di kosan, lo asik sama si Riki terus sekarang, gue jarang diajak main." Balasnya dengan wajah sebal.

"Hahahahaha aku kan suka ngajak kamu. Lagian Rikinya malah ngambek kalau main bertiga... bocah tantrum." Haris tertawa kecil mendengar Mika mengejek Riki.

"Ngaca dek."

Gadis itu mulai mempout bibirnya sebal, setelah beberapa detik hening akhirnya Mika mulai bercerita tentang Riki. "Riki kemarin bilang, katanya pengen lebih dari temen. Aku jadinya pura-pura tolol." Ujar Mika sambil menyampingkan mangkuk miliknya.

"Habisin dagingnya aja." Ujar Haris melihat Mika tidak bisa menghabiskan Niku Udon miliknya.

"Ish, yauda deh." Balas Mika kembali memakan daging di mangkuknya yang masih lumayan banyak tersisa.

"Maksudnya si Riki mau pacaran sama lo?" Tanya Haris.

"Mungkin, aku mikirnya gitu. Tapi aku gak mau, aku anggep Riki itu adik aku. Soalnya gemes banget." Balas Mika.

"Yaudah tegasin sama si Riki nya kalau lo gak bisa jadi pacarnya. Dari pada gak jelas gini kasian tau sama si Riki nya." Ujar Haris memberi saran untuk sahabatnya.

"Takut... takut nanti Riki malah ngejauh." Haris mengusap puncak kepala Mika dengan lembut, kenapa gadis itu selalu memikirkan hal yang bahkan belum pasti terjadi padanya. "Kalau ngejauh juga mungkin cuma sebentar, lagian ngejauh atau nggaknya lo belum tahu kan? jadi gak usah mikir gitu." Balasnya.

Mika mengangguk mengerti, tapi tetap saja dia takut. Dia takut jika harus kehilangan temannya lagi karena selalu seperti itu setiap kali dia menolak penyataan cinta dari teman lelakinya, lelaki itu akan pergi dan tidak pernah berkabar lagi dengannya.

"Eh omong-omong nanti kita nonton Riki lomba ya? Dua minggu lagi." Ujar Mika semangat.

"Iyaa."

"Eh kamu sibuk gak? Kalau sibuk gak usah, aku berangkat sendiri aja." Haris menggelengkan kepalanya. "Santai aja kali kan biasanya juga kemana-mana sama gue." Ujarnya.

Setelah selesai makan mereka mampir dulu ke beberapa store di mall, Mika menemani lelaki itu belanja baju dia tidak keberatan toh dia juga suka. "Cocok gak?" Tanya Haris sambil menghampiri Mika di section perempuan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Forever and Always | HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang