**
Ayah sering memukuliku dan adik sejak Ibu meninggal. Namun, kami tidak berani mengadu pada tetangga atau siapa pun, karena takut akan dipukuli lebih sering dan kejam.Lalu, tadi malam Ayah pulang dalam keadaan mabuk, tentu saja dia memukul kami berdua, karena itulah rutinitasnya sebelum tertidur lelap di sofa, dia baru bisa tidur setelah memukul kami berdua. Setiap selesai memukuli kami, dia akan membisikkan kata manis, bahwa dia mencintai kami. Benar-benar kebiasaan yang aneh. Sebelum tidur, aku selalu membawakan obat pereda mabuk untuk Ayah, disaat itulah dia selalu berceloteh untuk meminta kami tidak meninggalkannya seperti Ibu.
Namun, ada yang aneh dengan Ayah, kenapa dari tadi pagi dia belum juga bangun, biasanya jam segini dia akan bangun dan meminta maaf pada kami, dengan berkata bahwa dia memukul kami karena tidak sadar. Tapi, sudah hampir jam sepuluh pagi, dia belum juga bangun. Ada apa dengannya?
Dengan mengumpulkan keberanian, kami berdua mendekatinya, aneh sungguh aneh, tubuh Ayah dikerubungi banyak lalat. Apa karena Ayah tidur dalam keadaan kotor?
Lalatnya semakin banyak, aku menyuruh adikku untuk memanggil bibi, tetangga rumahku yang baik hati untuk bantu membangunkan Ayah. Namun, setelah melihat keadaan Ayah, dia tampak kaget lalu menggelengkan kepalanya, dan menatap kami dengan sendu. Setelah itu dia keluar rumah, lalu kembali dengan beberapa pria dewasa. Orang-orang itu mulai mengangkat tubuh Ayah dari sofa, apa mereka membantu kami untuk memandikan, Ayah?
Bibi baik hati yang sering membantuku dalam memberikan saran untuk mengurus Ayah, kini memeluk kami dengan erat, dia menangis lalu berbisik lirih, bahwa Ayah telah tiada. Aku menatap adikku, dia tampak kaget lalu mulai menangis dengan keras.
Adikku terus menangis selama proses pemakaman, aku tidak bisa menahan air mata kala hujan mulai turun dengan deras, kami berdua akhirnya menangis sambil berpelukkan.
"Benar, menangislah lebih keras, tipu semua orang, agar kita tidak ketahuan," bisikku lirih di telinga adikku, lalu menurunkan lengan bajunya yang sedikit terangkat memamerkan lengannya yang penuh lebam.
"Kita harus berterima kasih pada Bibi," isaknya. Aku mengangguk lalu melirik pada bibi yang tersenyum manis menatap kami. Ah, terima kasih langit, berkatmu kami bisa tertawa sambil menangis. Kini, aku pun mendekap adikku semakin erat. Kita harus selalu bahagia.
**
The end-
**
Cerita ini muncul kala aku lagi boker btw. Dan, untuk kematian ayahnya, kalian pikir aja sendiri, ya :v