Prolog

22 4 1
                                    

Perempuan itu menunduk, mengikuti arah bayangan di depannya yang perlahan sedikit lenyap. Kemudian berbelok ke arah taman belakang. Tepat di bawah pohon rindang, seorang lelaki menjadikan ranselnya sandaran untuk menikmati semilir angin.

Ia melihatnya lagi tanpa diketahui lelaki itu. Mengendap-endap di balik tembok dengan senyum merekah.

Dia emang selalu ganteng. Aku suka, ucapnya dalam hati.

Beberapa menit kemudian, lelaki itu mengeluarkan sebatang rokok, membakarnya, lalu menghisapnya ringan. Kepulan asap yang diterbangkan angin, sampai begitu saja kepada perempuan itu. Ia ikut menghirup aromanya di balik tempat persembunyiannya.

"Dia tambah keren," bisiknya.

Entah mau sampai kapan dirinya bersembunyi seperti seorang pecundang. Harusnya hari ini merupakan kesempatan bagus untuk berani berbicara pada lelaki itu. Persetan dengan kalimat apapun yang mengategorikan tentang perempuan yang mengutarakan perasaannya terlebih dahulu pada lelaki yang disukainya. Lelaki itu harus mengetahui perasaannya yang terpendam kurang lebih satu tahun.

"Aku nggak pernah se-lama ini mandangin dia." Jika di depannya terdapat cermin, mungkin akan menampilkan senyum paling konyol seantero kampus.

Tanpa ia sadari, si penyesap rokok itu memicingkan mata setelah merasa ada yang aneh pada tembok yang-sedikit-jauh di depannya. Sebelah mata, beberapa helai rambut yang sedikit terbang, juga pundak seseorang yang sedikit menyembul.

Lelaki itu terkesiap. Buru-buru mematikan rokoknya, lantas menyampirkan ransel ke pundak. Berjalan tergesa untuk memecahkan rasa penasarannya.

"Lo?!"

Perempuan itu tak kalah terkejut. Mungkin dari tadi terlalu memperhatikan lelaki itu dengan senyum konyolnya, sampai ia sadar dan tak percaya akan siapa yang kini ada di hadapannya.

Mengulurkan tangan, "Karin. Aku .... Karin."

Lelaki itu memiringkan kepalanya, lalu menepis tangan perempuan itu. "Gue nggak nanya lo siapa!" bentaknya.

Karin gelagapan. Mendadak kalimat yang sudah ia rangkai di kepala, buyar begitu saja. Lelaki itu memang tampan, namun Karin agak melupakan fakta juga bahwa ia begitu galak.

"Lo ngebuntutin gue dari tadi?" tanyanya.

"M-maaf. Kalau gitu, aku pergi dulu."

Sebelum melangkah, Karin dikejutkan lagi dengan tarikkan keras pada rambutnya. Siapa lagi pelakunya kalau bukan lelaki yang dia sukai itu.

"Argh! S-sakit, lepasin," aduhnya.

"Bentar." Lelaki itu menurutinya.

Takut-takut, Karin berbalik menatap wajah yang sebelumnya dia puja. Namun sekarang, yang dilihatnya hanya seperti malaikat pencabut nyawa. Sebelumnya ia sudah tahu bagaimana kasarnya lelaki itu. Siapapun tak berani melakukan hal senekat Karin, termasuk cewek cantik sekalipun yang tengah tergila-gila pada lelaki itu.

Melihat Karin sendiri, ia berpikir hanya memiliki keberanian sebatas itu dengan wajahnya yang pas-pasan.

"Lo cewek aneh itu, kan?"

Deg!

Sudah dibilang kalau Karin memang memiliki wajah tak secantik mahasiswi lainnya. Ia hanya sedikit gila karena terlalu mengejar lelaki yang barusan mengatainya.

"A-aneh apa?" gugupnya.

"Lo itu yang selalu diomongin sama si Jessy. Sekarang mau apa? Coba ngomong sama gue," ucapnya sedikit tertawa. Terdengar meremehkan.

Karin memang selalu jadi sasaran penindasan Jessy. Perempuan yang diklaim ratu dari fakultas teknik, karena ia memiliki wajah bak artis Korea. Sudah terbayang bagaimana cantiknya dia.

"Aku cuma mau bilang, kalau aku suka sama kamu. Selama ini memang nggak ada yang mau sama aku, tapi apa kamu mau jadi pacar aku?" terangnya. Membuat si pendengar membuka mulutnya, setelah itu tertawa terbahak-bahak.

"Udah tau nggak ada yang mau sama lo. Berani-beraninya nawarin gue buat jadi pacar lo. Apa kata anak kampus, entar. Ogah banget pacaran sama buah mengkudu." Lelaki itu seperti tak bisa berhenti tertawa, sampai ia berjalan meninggalkan Karin pun, suara tawanya masih menggema.

Hari ini, kalimat itu meluncur bebas dari mulutnya. Karin memang tak berharap lelaki itu akan menyukainya, namun respons yang ia dapatkan dari lelaki itu sangat menyakitinya. Karin tahu "buah mengkudu" yang diucapkan lelaki itu berarti ditujukan untuk wajahnya.

Buah yang memiliki bau tak sedap, juga banyak bintik-bintik di luarnya. Itu cukup menggambarkan bagaimana sosok Karin.

Selama ini, Karin sudah banyak mendapat kalimat menyakitkan. Baik itu dari orang yang dia suka, temannya, bahkan si ratu fakultas teknik itu. Sebegitu tak sukanya mereka pada penampilan Karin yang seperti buah mengkudu.

Dari awal masuk kampus ini, hingga sekarang-mendekati wisuda-Karin menahan itu semua. Kalau boleh jujur, setelah sampai di kamarnya, Karin akan meraung, menumpahkan segala rasa sakitnya. Jika diceritakan pun, rasanya tak akan ada yang mendengarnya.

Orang tua Karin selalu memaksanya berpakaian modis. Mereka ingin Karin terlihat sempurna di mata orang lain. Saat Karin pertama kali mengeluh sakit pada tulang keringnya akibat ditendang Jessy, orang tuanya selalu marah dan menyalahkan rupa Karin yang tak secantik Jessy. Padahal ibunya sendiri yang melahirkannya, lantas ia sendiri yang menyalahkan karya Tuhan yang diberikan padanya.

Karin tak sekuat itu. Ia selalu merasa kalau dunia tak berpihak padanya. Semua manusia terlampau jahat untuk diberi bola mata sempurna, namun digunakan hanya untuk melihat kekurangan orang lain. Jika tak ada larangan untuk membunuh, Karin ingin sekali mencongkel kedua mata mereka yang telah merundungnya.

Namun sampai hari ini, Karin menahan keinginannya. Ia melangkah dengan pasti ke depan. Angin berembus kencang. Meskipun mengenakan gaun merah tanpa lengan yang dipilih ibunya, Karin sama sekali tak merasa kedinginan. Hatinya terlalu mendidih.

Memori terakhir yang harus ia ingat hanyalah nama dirinya yang diumumkan di seluruh mahasiswa karena memiliki nilai IPK nyaris sempurna untuk kategori mahasiswa jurusan teknik.

3,98.

Nyaris sempurna.

Lantas, apa dirinya sesempurna itu di mata mereka?

Karin menghela napas. Melihat ke bawah. Para mahasiswa itu berhamburan ke luar parkiran.

"Pemandangannya cantik," ucapnya.

Lalu ia meringis. Telinganya tiba-tiba saja memutar suara "buah mengkudu" yang lelaki itu ucapkan.

"Ogah banget pacaran sama buah mengkudu."

"Aneh, cewek aneh!"

"Wajah lo banyak jerawatan!"

"Anjing banget lo suka sama gue. Najis!"

Karin memukul-mukul telinganya. Ia berteriak kencang, benar-benar sudah tak tahan lagi. Dengan cepat ia melangkah ke depan, sampai merasakan tubuhnya melayang, lalu...

"ARGH!! ADA YANG BUNUH DIRI!! LOMPAT DARI ROOFTOP!"

------

Hai, i'm back wkwkw mau setor prolog duluuu, nanti dilanjut lagiiii

Yesterday Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang