"Kau tak makan?" tanyaku pada lelaki yang setia berdiri di belakangku. Dia hanya menggeleng pelan.
"Makanlah, aku yang bayar. Aku tak mau kau kelaparan," ucapku sambil mengunyah steak sapi kesukaanku. Rasanya sudah sangat lama aku tak merasakan makanan enak seperti ini. Di rumah walau pun semua masakan tersedia, rasanya biasa saja.
Ia masih bergeming. Acuh seolah tak mendengarkanku.
"Ayo, duduk sini!" bentakku. Sungguh emosi menghadapi orang seperti ini. Aku mengerucutkan bibirku.
"Oke, baiklah. Kita pulang saja!" aku beranjak dari dudukku.
"Ba–baik, Nona, saya duduk," akhirnya James membuka suara.
"Apa kau selalu diam seperti ini? ayolah, anggap saja aku temanmu," ucapku ketika kembali duduk dan mengatur emosiku.
Ia hanya mengangguk dan diam tanpa menjawab semua pertanyaanku.
"Oke, fine!" lagi-lagi aku tersulut emosi karena sikapnya. Aku memilih melanjutkan makan dan berselfie ria tanpa menghiraukannya.
'Ganteng sih, tapi sayang... bisu!' batinku.
***
"Nona, maaf jika saya lancang. Berhentilah membuat status di manapun Nona berada, saya takut para penculik mengincar Nona," katanya ketika aku dan James singgah di sebuah taman bertabur bunga tulip dan mawar.
Kontan saja ucapannya itu membuat kegiatan berselfie-ku terhenti dan merasa terganggu.
"Jangan sok tau, kamu! kejadian itu sudah amat lama dan aku tak ingin mengingatnya!" hardikku kesal.
"Tapi, Nona, kejahatan itu bisa terjadi kapan saja," sanggahnya.
"Huh, kau cerewet sekali, James! menyebalkan!" sungutku. Aku berbalik dan berlari meninggalkannya. Biar saja, biar dia kapok mencariku.
"Nona!" teriaknya. Ia pun berusaha berlari mengejarku.
"Tau rasa, kau! ha-ha-ha!"
***
Aku bersembunyi di balik pepohonan besar dan duduk meringkuk. Sedari tadi James tak jua menemukanku. Sudah sekitar sepuluh menit aku menunggu, tapi ... James tak jua muncul.
Pluk!
Sesuatu seperti jatuh di atas kepalaku. Ia bergerak-gerak menggeliat menggelitik kulit rambutku.
"Huaaaa!" teriakku. Aku tak berani menyentuh benda itu. Itu pasti ulat.
"James! James!" teriakku. Kemana makhluk tampan itu? eh, pengawal menyebalkan itu, maksudku .
"James! James!" aku kembali berteriak. Aneh nya tak ada satupun yang ingin menolongku. Semua memandang sebentar dan cuek dengan keadaanku. Menyebalkan memang.
Puk!
Tanpa sepengetahuanku seseorang sudah berdiri di belakangku dan mengangkat makhluk kecil menjijikkan itu dari kepalaku.
"Kau takut ini, Nona?" ucap James seraya menatapku mengejek. Benda kecil itu ia mainkan dekat dengan wajahku.
"Huaaaa! jauhkan benda itu dari diriku!" makiku.
"Baik, tapi dengan satu syarat. Kita pulang. Sekarang!" kali ini James balik memerintahku.
"Aku tak mau! enak saja! kau itu cuma pengawal! pengawal! berani-beraninya kau menyuruhku!" hardikku.
"Oke, baiklah kalau begitu ...," James menghentikan ucapannya dan menyodorkan benda menjijikkan itu dekat dengan hidungku. Nyaris menempel di hidung mancungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bodyguard
Teen FictionKetika status menjadi penghalang, dua cinta harus terpisah!