24. Say Goodbye

10.1K 517 54
                                    

Hello, i'm baaaack.







Gween mengoles lipstik merah di bibir dan menatap sekali lagi penampilannya lewat kaca yang memantulkan gambaran wanita seksi dengan dress hitam yang membalut indah tubuh mungilnya.

Wanita itu lalu berjalan keluar kamar dan menuruni tangga satu persatu karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam, di mana ia dan Jero sudah memiliki janji untuk makan malam bersama.

Jero mengusulkan untuk melakukan dinner di luar dan ia akan meminta bantuan Red untuk mengatur semuanya. Tapi, Gween menolak dan mengatakan ingin melakukannya di penthouse saja karena ingin memaksakan menu spesial untuk Jero.

Dan ini lah dia, hidangan sudah tersaji hampir memenuhi meja yang sudah disulap sedemikian rupa dengan lilin cantik serta beberapa bunga segar di sampingnya.

Gween meremas jarinya saat mendengar suara langkah kaki mendekat dari arah belakangnya.

"Oh, shit! Aku lebih ingin memakanmu daripada hidangan ini," bisik Jero dengan suara serak yang menggelitik gendang telinga Gween.

"Aku sudah sangat berusaha keras untuk menghasilkan makanan enak ini, Tuan
Jero yang terhormat!" Gween memainkan ujung dasi pria itu yang masih terpasang karena ia baru pulang bekerja.

"Kalau begitu aku akan menjadikanmu makanan penutupnya," ucap Jero diiringi gigitan kecil pada daun telinga wanita itu.

"Oh, aku sangat tidak sabar menunggu waktu itu, Mr. Axford," balas Gween menggoda.

Pria itu jelas saja menggeram dan menarik dagu Gween hingga mendongak dan jarak bibir mereka kian menipis.

"Kamu sedang menggodaku, Gween Alexa?" desis pria itu dengan gerakan sensual. Suhu ruangan seolah makin meningkat seirama dengan tubuh mereka yang kian merapat.

Jero mendaratkan satu ciuman panas di bibir wanita itu yang langsung saja disudahinya karena tahu dirinya tidak akan bisa berhenti lagi jika lebih lama dari ini.

"Ayo duduk dan kita selesaikan makan malam ini dengan cepat atau semua yang sudah kau rencanakan hanya akan menjadi agenda tanpa terealisasi." Jero menarik sebuah kursi dan mempersilahkan Gween duduk manis di sana.

"Terima kasih." Wanita itu mengulas senyum manis yang sialnya makin membuat Jero panas.

"Wow ... Hidangan yang menakjubkan." Pria itu menarik sebuah gelas dan menuang cairan berwarna merah ke dalamnya.

"Aku belajar banyak dari pemilik restoran tempat aku bekerja," ujar Gween santai yang ternyata tak menimbulkan efek sesantai itu untuk Jero Axford.

"Kalian sangat dekat ternyata," ucapnya datar sembari menyesap minumannya dengan gerakan penuh perhitungan seolah dia memang terlatih selalu mengerjakan sesuatu dengan terukur sempurna.

Gween mengedikkan bahu, tak tahu jika kini wajah pria itu berubah menjadi lebih tajam.

"Beliau memang tidak pelit ilmu. Bahkan dulu sempat memberikan resep turun temurun keluarganya kepadaku sebelum dia meninggal."

"Apa? Meninggal?" Jero membeo dengan dahi berkerut dalam. Sejak kapan Reza Arabian meninggal?

Wanita itu mendongak dan mengangguk dengan antusias. "Nyonya Becky memang sangat baik, tapi sayang dia meninggal dengan cepat."

Jero menghela napas panjang. "Bukan pemilik restoran tempat kamu bekerja saat ini rupanya," gumamnya serasa mengambil sendok dan pisau untuk memotong sirloin steak di piringnya.

"Bukan! Tapi pemilik restoran tempat aku bekerja saat ini juga sangat baik. Dia sering memasak untukku bahkan --"

"Stop! Aku tidak suka kebisingan di meja makan!" potong pria itu yang mengunyah makanannya tanpa melirik pada Gween yang mencebikkan bibir.

"Biasanya juga kamu banyak omong meski sedang makan," gerutunya.

"Saat ini aku tidak sedang ingin mendengar ceritamu," sahut Jero enteng.

Gween menghembuskan nafas pelan dan berusaha untuk tidak memusingkan perdebatan kecil mereka karena dirinya tidak ingin malam ini menjadi buruk karena sebenarnya dia hendak mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada Jero.

Setelah makan malam, mereka duduk di balkon sembari bercerita tentang hal-hal kecil yang mereka lalu beberapa hari ini. Hingga akhirnya
Gween berusaha untuk memberanikan diri mengutarakan isi hatinya.

"Jero Axford, sudah waktunya." Gween menarik napas pelan. "Mari kita berpisah," ucap wanita itu dengan suara yang diusahakan begitu ringan.

Jero diam, tak merespon apa-apa selain tangannya yang kini terkepal dengan raut wajah tenang tak terbaca.

"Sudah waktunya, ya?" Pria itu melirik Rolex keluaran terbaru yang mingkar di pergelangan tangannya. "Tapi sepertinya aku masih punya beberapa jam sebelum hari ini benar-benar berakhir."

Gween menoleh dengan dahi berkerut dalam. "Maksudmu?"

Jero menaikkan dagu Gween dengan jari telunjuknya. "Kita harus bersenang-senang sebagai salam perpisahan," ucapnya dengan senyum menyeringai.

Wanita itu memejamkan mata saat Jero menyambar bibirnya dengan rakus, memberi akses lebih agar lelaki itu lebih leluasa menjelajah di setiap inci titik sensitif Gween.

Jero tersenyum miring saat melihat tanda merah kebiruan di kulit wanita itu yang kini mengerang tertahan karena ulah jari Jero Axford yang tak tinggal diam.

"Kupastikan kamu tidak akan bisa melupakan sentuhanku, Gween Calista," bisik pria itu sensual.

Gween sendiri hanya mampu menggeleng pelan dengan mata terpejam karena tak kuasa menahan gejolak panas yang diakibatkan sentuhan nakal pria itu.

Jero merasa candu, kian hari makin menggebu dan ia sadar betul akan hal itu.

Gween memekik kecil saat Jero mengangkat tubuhnya dan membawanya masuk ke dalam kamar pria itu yang luasnya sama dengan rumah sederhana Gween.

"I want to f*ck you so hard," desis pria itu sebelum menjatuhkan wanita itu ke atas kasur.

Gween menelan ludah susah payah saat Jero mulai melepas gespernya dan membuangnya sembarang. Disusul dengan kancing yang mengunci celana bahan itu menggantung s*ksi di pinggulnya.

Melihat tontonan panas secara nyata tentu membuat tubuh Gween panas dingin tanpa jeda. Wanita itu bergerak gelisah dengan jantung berdebar kencang.

Wajah dingin dengan rahang tegas yang seringkali mengetat saat ia marah itu kini hanya berjarak beberapa senti dari wajah Gween. Pria itu memenjarakannya dengan tangan yang menyatu di atas kepala.

Pendingin ruangan rasanya tidak cukup untuk menurunkan suhu panas di tubuh mereka yang kini berlomba menggapai puncak h*srat yang yang kian menggelora.

"Kenapa kamu tidak berusaha untuk bertahan?" Jero mendesis dalam di telinga Gween yang mengerang tertahan.

"Apa yang ingin ku pertahankan? Tidak ... ada," sahut Gween terbata-bata.

"Ya, tidak ada." Jero mendesis dan mulai mengh*ntak dengan dalam. "Seharusnya memang tidak ada," imbuhnya menggeram.

Gween tak bisa menahan kobaran hasrat yang salah meletup-letup di kepalanya. Ia menerima dengan baik semua yang diberikan oleh Jero malam ini karena dia tahu bahwa esok hari mereka bukanlah siapa-siapa lagi.

Wanita itu merasakan sesak di dada dan menahan mati-matian air mata yang tetap saja  menetes dari sudut matanya.

"Selamat tinggal, Jero Axford," bisik Gween lembut ketika percintaan mereka selesai dan Jero jatuh terkapar di atasnya setelah berkali-kali meraih pel*pasan.

To be continued

I Order YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang