Kadang kita harus mengalah untuk mempertahankan suatu hubungan, namun adakalanya kita harus memilih pada siapa kita mengalah
•••
Hening seketika, saat derap langkah kaki menggema mengarah pada pintu masuk kelas Xll Mipa, teriakan serta lemparan-lemparan kertas berhenti seketika, kelas yang tadinya seperti pasar pagi berubah menjadi pasar hati, hening sepi akibat tak berpenghuni.
Seorang lelaki paruh baya dengan perut buncit juga kacamata yang ditopang hidung peseknya, membawa beberapa buku tebal masuk ke kelas, tatapannya tajam seolah memamerkan kekuasaannya ditempat itu.
Satu persatu matanya meneliti para siswanya, yah lelaki paruh baya buncit tadi adalah seorang pengajar.
"Tak ada buku di atas meja, laci, juga terselip dibangku. Letakkan didepan, lalu sediakan kertas juga pena, kita akan post test. " Tak ada yang bersuara, semua menyerukan protesnya lewat tindakan yang tak terlihat, semua siswa sepertinya benar-benar takut dengan guru yang satu ini.
Rian salah satu muridnya, sungguh dia menyesal mengapa dia tidak belajar semalam, namun sayangnya meskipun dia membaca buku nya berkali-kali, tetap saja ia tak mengerti.
"Hoy, jangan lupa bagi-bagi entar!" bisik teman sebangkunya ketika mereka mengantar semua buku nya ke depan.
Tak ada balasan dari Rian, karena dia juga tak yakin apakah akan dapat mengisi post test kali ini dengan baik atau sama saja dengan hari-hari lalu.
"Baiklah semua, soalnya hanya sedikit, jadi tak membutuhkan banyak waktu dalam pengerjaannya. Bersiaplah!"
Guru dengan perut buncit tadi pun mulai membacakan soal nya, memang benar tak banyak karena soal kali ini hanya menguji apakah siswa membahas pelajaran yang akan menjadi topik keesokannya.
Namun bagi para siswa, itu adalah hal yang benar-benar merepotkan, jika bisa belajar sendiri lantas untuk apa perlu pengajar, ada-ada saja.
"Yan, jawab nomor satu apaan?" Bisik nya pelan, Ficus Benjamina, teman sebangku juga sahabat Rian.
Waktu itu Rian bertanya apa arti namanya, dan Ficus menjawab bahwa nama nya adalah bahasa latin dari pohon beringin.
Harap orang tuanya, agar ia sama kokohnya dengan beringin, juga orang tua nya adalah seorang lulusan Biologi yang kini menjadi peneliti. Kisah cinta kedua orang tua nya memang romantis. Berawal dari pertemuan sewaktu maba hingga menghadirkan seorang Ficus.
Rian heran, kedua orang tuanya adalah peneliti, jurusan biologi, namun mengapa anaknya bisa terlihat bodoh dalam bidang itu.
Bahkan Ficus membenci pelajaran Biologi, Rian sering meledek Ficus bahwa ia merupakan anak pungut, karena gen kedua orang tuanya benar- benar tak terlihat pada dirinya.
"Ga tau," bisik Rian tanpa menoleh pada Ficus, Rian berusaha fokus padahal mau bagaimana pun, ia tetap merasa kesulitan menjawabnya.
Metabolisme, Katabolisme, Anabolisme, Fotosintesis, Kemosintesis, Respirasi, Respirasi Anaerob, Respirasi Aerob, Baiklah, soal nomor satu definisi dan maksud tersebut sudah berhasil terjawab, karena itu mudah.
Sekarang nomor dua, Tahapan dari respirasi aerob, untung saja hanya tahapannya tanpa disuruh menjelaskan proses dan hasilnya, jadi Rian lebih gampang menyonteknya.
"Glikolisis, Dekarboksilasi Oksidatif, Siklus krebs, Transfer elektron." bisik Kei, gadis yang berada disebelah kanan bangku Rian.
"Oke, sepp, maacii berbie" bisiknya lagi yang mendapat tatapan tajam dari Kei, pasalnya Kei adalah gadis tomboy, tak suka jika dikatakan cantik atau berbie walau itu adalah fakta, karena dia memang gadis cantik sang primadona di kelas itu.
"Baiklah, dua puluh menit sudah berlalu, antar kertas kalian ke depan"
Syukurlah Rian selesai tepat pada waktunya, nomor satu dijawab menurut sepengetahuannya dan nomor-nomor berikutnya hasil menyontek, sementara Ficus, jangan ditanya, sedari tadi sudah selesai dari hasil meminta pada Ribka, kekasihnya.
"Semua sudah terkumpul, sekarang kita masuk pada topik baru kita, Metabolisme. Silahkan buka bukunya masing-masing!"
Semua sibuk menyimak penjelasan pak Santoso, ada yang mencatat, tepatnya pura-pura sibuk mencatat, membaca buku dan memasang wajah seolah paham akan apa yang disampaikan guru buncit tersebut agar terhindar dari pertanyaan tiba- tiba sang guru.
...
Sepi, suasana yang menyambut Rian sepulang sekolah, tak ada sapaan hangat sang Bunda seperti kecil dulu, tak ada keributan yang ia dan saudaranya sebabkan akibat berebut memasuki rumah saat dulu sepulang sekolah.
Semua berubah, tepatnya dua tahun lalu, waktu yang cukup untuk memutar balik keadaan.
Rian rindu, benar-benar rindu senyum Bunda, rindu nasihat panjang saudaranya, ceramah yang dulunya hampir tiap hari ia dengar, namun sekarang tak lagi.
Jika dulu ia berpikir memiliki Satu saudara tak apa jika Bunda sibuk dan Ayah tak tahu dimana, itu sudah cukup jika ia bersama Reon, Abangnya.
Dan hingga saat ini, pemikirannya tetap sama, Abang nya mampu mengganti sosok ayah dan bunda, namun sekarang sosok pengganti itu telah hilang, sosok dengan nasihat yang tak pernah habis itu berubah menjadi dingin.
Bunda dan saudaranya sekarang telah jauh dari Rian, sejak kedatangan ayah waktu itu, yang meminta hak asuh Rian dengan tiba-tiba.
Awalnya bunda menolak, bahkan berani jika hal ini harus dibawa melalui jalur hukum, karena memang dari awal Lelaki itu tak memiliki hak apapun, tanggung jawab yang dia tinggalkan begitu saja adalah kesalahan paling membekas di hati Bunda.
Namun entah mengapa, tiba-tiba Bunda mengizinkan Ayah membawa Rian begitu saja, padahal waktu itu untuk pertama kalinya, Rian juga Reon melihat wajah sang ayah, namun dengan tegas tanpa sapa hangat Ayah menyatakan maksud akan membawa Rian.
Terjadi pertengkaran singkat hingga akhirnya Bunda menginzinkannya, Reon jelas menolak dengan keras, biar bagaimana pun ia tak boleh pisah dengan sang adik yang selama ini selalu bersamanya.
Lagian jika boleh jujur, Reon merasa tak adil dengan itu, ia juga ingin memiliki ayah, dianggap dan disayang, namun apa, ayahnya datang dan meminta hak asuh Rian saja, sepertinya hanya ada nama Rian dipikirannya.
Rian merasa cemburu, sang adik akan mendapat sosok ayah, sementara ia, yang juga ikut merindu bagaimana rasanya memiliki sang ayah akan tetap merasakannya karena Ayah tak menoleh sedikitpun padanya.
Sakit, sesak semua rasa bercampur aduk, namun pada akhirnya semua telah reda terpendam.
Karena Reon dan juga Rian adalah pemendam yang hebat, rasa sakit yang mereka dapatkan, wajah penuh luka yang tertampilkan dapat tersamarkan oleh tipu muslihat mereka.
Lantas apa bedanya dengan kedua orang tuanya, ya, mereka semua adalah pemendam hebat juga munafik, tak ingin menyampaikan rasa karena takut menyakiti, padahal tanpa mereka sadari mereka telah menyakiti diri sendiri juga orang yang mereka sayang.
Sorry for typo (s)
KAMU SEDANG MEMBACA
RandD
Teen FictionTernyata dua tahun merupakan waktu singkat namun mampu memulai terjadinya suatu perubahan. Rian tidak bermaksud meninggalkan karna ia tidak ingin ditinggalkan, namun takdir tak mengerti maksud Rian. Reon- saudara Rian, hanya tau, bahwa Rian meningga...