"Kak... Bangun dulu, minum obat."
"Kamu gak berangkat?"
"Biasalah, online."
"Gaga mana?"
"Lagi beli makan siang, bentar lagi dia nyampe kok."
Beberapa butir obat di telannya. Maniknya menatap wajah sang adik yang fokus dengan layar ponsel.
Sudah seminggu dirinya berbaring di rumah sakit. Membuat dua adiknya harus bolak-balik kesana kemari demi dirinya.
"Gi, nanti kalau tante Zera kesini kalian pulang aja. Masih banyak tugas kan?"
"Gak kok. Tugasnya udah kita kerjain tadi pas kakak tidur."
"Pulang aja ya. Istirahat di rumah."
"Tapi nanti misal tante Zera mau pulang kakak sendirian. Tante orang sibuk kak. Masih untung ingat kita." Timpalnya.
Dia menghela napas pelan. Sebagai anak pertama, dia menjadi sandaran untuk dua adiknya, Gilang dan Galang.
"Gi..."
"Hm?"
"Nanti kalau kakak pergi sebelum ayah sama bunda pulang, tolong kabarin mereka ya."
"Gak usah ngomong aneh-aneh!!" Ketusnya, Gilang, atau lebih sering di sapa Gigi. "Kakak istirahat aja, gak perlu mikirin ayah bunda. Kita gak penting buat mereka!"
"Siapa bilang? Ayah bunda cari uang buat kita. Jangan berpikiran kalau mereka pergi dan gak peduli lagi sama kita." Bantahnya, Rama.
"Emang gitu nyatanya!"
"Gilang!"
"Kak, kalau mereka masih peduli, minimal ngasih kabar atau tanya kabar. Gak cuma kirim duit." Kesal Gigi. Dia keluar dari ruang perawatan Rama dengan langkah kasar.
Selama ini, selama sepuluh tahun mereka bertiga tak pernah lagi melihat wajah orang tuanya. Hanya uang yang terus mereka kirim. Setaun awal masih baik-baik saja. Masih ada kabar.
Namun, tahun-tahun berikutnya hanya ada unag yang terkirim. Tak ada komunikasi apapun.
"Gi! Kok lo di luar? Kak Rama udah minum obat?" Tanya Galang, atau lebih sering di sapa Gaga. Dia saudara kembar Gigi.
"Udah."
"Yok masuk! Gue bawa banyak nih."
"Lo duluan aja."
Menyadari ada yang aneh, Gaga paham. "Lo ngomong apa sama kakak?"
"Bukan apa-apa."
"Ngomongin ayah bunda lagi?"
Gigi mengangguk pelan. Gaga mengurungkan niatnya untuk masuk. Dia duduk di sebelah Gigi.
"Ga, lo masih berharap mereka pulang setelah sepuluh tahun ninggalin kita?"
"Entahlah, gue gak yakin." Jawab Gaga. "Apa mereka bakal ngenalin kita? Usia kita sekarang sembilan belas tahun, Gi. Beda sama dulu."
Gigi mendelikkan bahunya tak tahu.
"Kakak beneran cuma kena tipes? Kok gue gak yakin?" Tanya Gigi.
"Tapi, dokter ngomong gitu kan?"
"Iya, tapi gue gak yakin kalau kakak cuma kena tipes... Gue takut Ga... Kakak sering ngomong yang aneh-aneh."
"Percaya aja. Bukannya cowok emang gitu, kalau lagi sakit kek berasa mau meninggal aja." Gaga terkekeh kecil.
"Ck! Tahu lah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
2GIGA
Teen Fiction"Lo vokalis!" - Gi "Suara lo lebih bagus!" -Ga "Gak! Jangan ngeyel sama kakak lo!" -Gi "Dih!" -Ga