Kehidupan rumah tangga yang dijalani Danuarta dan Mawar selama dua puluh tahun terakhir ini terbilang cukup harmonis, keduanya bertambah bahagia setelah dikaruniai dua orang anak.
Mereka menikah saat usia yang terbilang sangat muda yaitu tujuh belas tahun. Keduanya memutuskan untuk menikah muda karena takut kebablasaan saat menjalin hubungan, meski pada awalnya pernikahan mereka ditentang oleh kedua belah pihak keluarga karena alasan finansial serta umur yang terlalu muda.
Jelas saja anak remaja masih bersikap labil mereka akan gamang mengambil sebuah keputusan, apalagi menikah bukanlah perkara yang mudah perlu mental yang sehat serta kondisi keuangan yang stabil.
Dan mereka membuktikan semua keraguan keluarganya dengan mempertahankan pernikahan mereka hingga sampai saat ini. Terlebih bisnis yang dibangun pria itu kini berjalan semakin pesat, perusahan yang dibangunnya secara susah payah kini berhasil memasuki pasar internasional.
Sedangkan sang istri, Mawar. Dalam tiga tahun terakhir ini telah beralih profesi menjadi seorang fashion designer, cita cita wanita itu sendari dulu akhirnya terwujud berkat bantuan sang suami.
Danuarta yang kerap kali memperkenalkan keahlian sang istri pada rekan kerjanya sehingga bisnis sang istri dikenal semakin luas di kalangan sosialita. Meski awalnya Danuarta melarang keras sang istri untuk bekerja dikarenakan dia tidak ingin pekerjaan rumah tangganya terbengkalai dan anak anaknya tidak diurus dengan baik. Tetapi Mawar memohon kepada suaminya agar diizinkan untuk bekerja, dia telah berjanji meski dia bekerja dia akan tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus ibu bagi anak anaknya.
Seperti pagi ini Mawar sudah rapi mengenakan setelan kerjanya, dan wanita itu sudah sibuk mempersiapkan sarapan untuk seluruh anggota keluarganya. "Makan yang banyak sayang."
Hana menerima sepiring nasi serta lauknya dari sang ibu. "Makasih mah." Perempuan itu dengan lahap menyantap makanan yang telah ibunya siapkan.
"Andri mau nambah?" Mawar kini beralih pada putra pertamanya.
"Nggak ah ma, udah cukup." Laki laki itu menolak tawaran sang ibu, dia sudah makan terlalu banyak dan dia takut mengantuk karena terlalu banyak makan.
Mawar telah memastikan kedua anaknya makan dengan baik sekarang dia ikut duduk dan sarapan sambil menunggu suaminya yang sedang bersiap siap. Tak lama Danuarta sang kepala keluarga datang sambil menenteng tas berisi berkas berkas peting perusahaan.
"Pagi semua!" sapa Danuarta segera duduk bergabung bersama keluarganya.
"Pagi pah." Secara bersamaan Andri dan Hana menjawab sapaan ayahnya dengan wajah riang.
Melihat suaminya telah datang Mawar dengan sigap melayaninya. "Mau sarapan apa mas?"
"Seperti biasa," jawab Danuarta kini fokusnya beralih pada tab gatged miliknya, pria itu mengulir layar tab-nya melihat berita dipagi hari. Sebisa mungkin pria itu mengisi waktu luangnya untuk kegiatan yang berguna.
Mawar paham dengan pola makan suaminya, selama hidup puluhan tahun bersama Danuarta pria itu telah menerapkan pola hidup yang lebih sehat, saat sarapan pria itu hanya makan makanan yang ringan seperti roti atau buah serta susu, dia juga sangat jarang mengkonsumsi minuman berkafein serta minuman mengandung alkohol.
Danuarta juga melakukan olah raga secara rutin sehingga proporsi tubuhnya terlihat sangat bagus, otot otot lenganya terbentuk semakin kencang lalu bagian perutnya terlihat lebih sixpeck. Pria berumur tiga puluh delapan tahun itu terlihat semakin menawan apalagi didukung dengan tubuh yang tinggi dan wajah yang tampan.
Seluruh keluarga makan dengan tenang sebelum kemudian Andri memecah keheningan. "Pah, aku mau ngomong sesuatu." Dia telah menyelesaikan sarapannya dan memanfaatkan kesempatan untuk berbicara dengan ayahnya.
"Iya mau ngomong apa?" Danuarta meletakkan gelasnya kini beralih menatap sang putra dengan wajah serius.
"Sebenarnya aku udah ngerencanain dari lama dan baru kepikiran buat izin sama papah dulu." Andri nampak ragu untuk membicarakan keinginannya.
"Rencana apa?" Danuarta semakin penasaran dengan pembicaraan putranya.
"Aku mau izin buat ngekos pah."
"Apa!" Mawar memekik kaget.
"Apa apan sih kamu Andri, ngapain ngekos segala kayak nggak punya rumah aja kamu," celetuk Mawar marah, ide dari mana semua itu dia masih mempunyai rumah kenapa juga harus tinggal terpisah.
"Mah. Aku ngekos juga ada alesannya mah," sembur Andri sedikit gentar, "akhir akhir ini tugas kampus makin banyak dan jarak dari rumah kekampus lumayan jauh jadinya biar nggak buang buang waktu aku mau ngekos aja. Lagian capek mah bolak balik dari pagi pulang malem malem."
Itu alasan yang cukup logis bukan dan Mawar tak mau menerima alasan apapun dari putranya. "Itu sudah resiko kamu sebagai mahasiswa, dulu mamah aja bolak balik kekampus sambil ngurusin kamu aja mamah nggak ngeluh."
"Tapi mah."
"Sudah cukup!" Lerai Danuarta dan keduanya akhirnya terdiam, Danuarta tidak suka perdebatan dipagi hari karena alasan sepele seperti ini.
"Jadi kapan rencana kamu mau ngekos?"
Andri nampak sumringah mendengar pertanyaan ayahnya. "Minggu depan pah."
"Baik." Danuarta mengangguk paham, "tempatnya sudah ada?"
Andri langsung menggeleng. "Belum, rencananya setelah dapet izin dari papah nanti aku bakalan langsung cari."
"Nggak usah kamu fokus belajar aja, nanti papah suruh sekertaris papah buat cariin apartement yang deket sama kampus kamu."
"Beneran pah, makasih pah." Andri merasa puas dengan keputusan ayahnya, karena sangking senangnya laki kaki itu segera izin pergi untuk berangkat ke kampus lebih awal.
"Mas kamu apa apaan sih, harusnya kamu kompromi dulu sama aku," kata Mawar marah, bukan apa apa walaupun Andri telah beranjak dewasa dia tetap harus diawasi. Pergaulan saat ini begitu mengerikan, jika putranya dibiarkan tinggal sendiri dia tidak bisa mengawasinya dengan baik, bagaimana dia bergaul dan bagaimana lingkungan tempat tinggalnya.
"Sudahlah Mawar saya tidak ingin berdebat. Lagi pula saya kepala rumah tangga jadi semua keputusan ada ditangan saya." Danuarta merasa keputusannya adalah benar, sebagai kepala rumah tangga dia bertanggung jawab penuh untuk anggota keluarganya termasuk pendidikan mereka agar tidak terganggu.
"Ayo Hana kita berangkat," ajak Danuarta moodnya mendadak buruk saat sang istri memprotes tindakkannya, seakan akan dia menjadi pria yang tidak becus dalam memilih keputusan.
Hana menurut mengikuti langkah ayahnya, sebenarnya perdebatan kedua orang tuanya kerap kali ia saksikan tetapi dia memilih acuh karena tak ingin menjadi sasaran kemarahan keduanya.
Setelah kepergian anak dan suaminya Mawar nampak diam dengan perlakuan suaminya barusan. Dia selama ini telah hidup dibawah tekanan sang suami, pria itu selalu saja mengambil keputusan seorang diri tanpa melibatkan dirinya sebagai seorang pasangan sekaligus ibu bagi kedua anaknya. Benar benar sangat miris, dia seperti salah memilih pasangan hidup karena Danuarta tidak pernah menghargainya layaknya seorang pasangan, meskipun pria itu telah bertanggung jawab penuh dalam hal keuangan tapi tetap saja harga diri Mawar serasa diinjak injak.
Tbc.
Gue berharap kali ini gk kena banned lagi sama wp, capek soalnya ngulang ngulang mulu nulisnya😑 dan demi memenuhi tuntutan kalian gue nulis lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANASYA
RandomUmur Hana belum genap tujuh belas tahun dan dia sudah mengalami kekerasan sexual hingga membuatnya hamil.