Tawa Menggema Di Langit

4 1 0
                                    

Andai gadis itu kini sedang ada di sisinya mungkin mereka akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Ada banyak hal yang bisa mereka lakukan bersama, seperti berkuda misalnya. 

Sejenak, Danique berpikir apakah kepergiannya ke Georgia Selatan adalah hal yang salah sampai Rachel diculik. "Jika makhluk itu memang mengincar Rachel, maka tidak peduli dimanapun Rachel berada pasti akan diambil," desisnya. Tangannya mencengkram kemudi truk dengan kuat. 

"Sialan sekali kekuatanku sangat tidak mumpuni sampai aku tidak bisa melindungi gadisku sendiri," Danique menyesal.

Ia adalah makhluk yang kokoh, memiliki kekuatan fisik dan sihir yang mematikan. Sisa-sisa kesaktian Cuon di kehidupan sebelumnya pun tetap terbawa ke tubuhnya. Tetapi mengapa Ia masih saja bisa dikalahkan oleh makhluk itu? Bahkan menembus perisainya saja Ia gagal. 

Makhluk asing penculik Rachel sangat kuat, mungkin jauh lebih kuat dibanding dirinya. Dewi Bulan sama sekali tidak memberi petunjuk mengenai makhluk itu maupun keberadaan Rachel. Apakah jangan-jangan Dewi Bulan justru terlibat dalam penculikan ini? Memikirkannya, Danique merasa dipermainkan oleh junjungannya sendiri.

Ia menggeram lalu mendengus menahan amarah yang bergejolak.

"Danique?" ibunya langsung mengerutkan dahi melihat anaknya masuk rumah dengan pakaian lusuh dan berkeringat.

"Ya, Mom. Aku habis berkuda," jawab Danique tanpa menatap wajah ibunya.

"Dengan siapa, Kau berangkat sendiri?" 

"Ya, aku pergi sendiri karena lebih menyenangkan," kilahnya.

"Mengapa tidak mengajak Samuel atau Michael? Kau masih terlalu rentan untuk bepergian, Danique. Jangan pergi sendirian," ibunya memberinya ceramah yang membuatnya memutar bola matanya diam-diam.

Pergi dengan Samuel mungkin tidak terlalu masalah karena lelaki itu adalah orang kepercayaannya, tetapi dengan Michael? Ah, untuk mendengar namanya saja Ia malas. Sepupunya itu kini telah berubah menjadi musuh bebuyutannya. Kenangan masa kecil yang indah karena mereka berdua sangat akrab tidak ada gunanya sama sekali. Michael hanyalah lintah yang suka menjilat.

Dengan langkah tergesa, Ia menuju ke kamarnya. Ia tak lagi tinggal di rumahnya seorang diri. Kedua orangtuanya membawanya ke rumah kakek. Sebenarnya ini sangat merepotkan dirinya karena Ia diperlakukan seperti anak kecil lagi.

Langkah kakinya refleks menuju meja kerjanya, dibukanya laci yang menyimpan kotak kalung Rachel beserta buku-buku catatan Haur Sani. Dua benda itu adalah yang tersisa dari benda-benda yang ditinggalkan Rachel dan mudah dibawa ke mana-mana. Danique membuka lembar demi lembar catatan Haur Sani yang tidak bosan-bosannya dibaca. 

Disana, tergambar dengan jelas kejadian-kejadian di masa lalu yang mengiringi runtuhnya sebuah kekaisaran. Bayangan Danique pun dengan mudah mengikuti isi catatan Haur Sani.

"Peti apa ini, Shin Ah?"

"Ini peti Tuan Putri. Yang Mulia Tuan Putri ada didalam sini," jawab Shin Ah.

Lelaki itu terperangah namun mulutnya kembali dibungkam dengan permintaan Shin Ah.

"Bawa peti ini dan hanyutkan ke sungai, aku mohon. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan beliau," Shin Ah menatap dengan memohon.

Lelaki itu pun berlari sekuat tenaga di tengah peperangan dan bencana alam yang sangat dahsyat. Saat Ia menoleh, Shin Ah sudah terkapar di antara mayat-mayat yang lain. Hatinya nanar dan tekadnya untuk menyelamatkan Tuan Putri semakin bulat. Ia mengerahkan tenaga dan pikiran untuk berlari lebih cepat menuju sungai.

"Tuan Putri, hamba mohon bertahanlah. Hanya Paduka Tuan Putri satu-satunya anggota kerajaan yang mungkin bisa selamat."

Peti biru muda berhias ukiran emas dan permata biru safir itu mengapung dan mengikuti arus sungai darah yang tenang. Hanya Shin Ah dan lelaki itu yang tahu jejak Putri Rachel Arhellia. Sayangnya Shin Ah tewas sedangkan lelaki itu tidak diketahui lagi rimbanya. Haur Sani adalah orang selanjutnya yang mengetahui rahasia itu, perempuan lajang negeri seberang yang berhati mulia.

Putri Rachel tumbuh dibawah asuhan Haur Sani yang juga telah memiliki anak pungut yang diberi nama Datura Fastuosa. Haur Sani hidup selibat dan tak pernah menikah, namun penduduk mengenalnya sebagai janda beranak dua. Tidak tercatat bagaimana caranya Haur Sani mengaburkan fakta di mata penduduk bahwa kedua anak perempuan yang Ia asuh sebenarnya bukan anak kandungnya.

Danique mengembuskan napas kasar, Ia pun mendudukkan tubuhnya bersandar di tembok sisi meja kerjanya di kamar yang luas. Gadis itu hidup hampir seratus tahun hanya untuk menunggu dirinya, sedangkan apa yang Ia dapat ternyata tidak setimpal dengan perjuangannya. Danique sangat menyesal karena sama sekali tidak menyambut jodohnya. 

Semenjak gadis itu muncul sebagai karyawan baru di kantornya, Ia sudah mencium aroma itu, aroma harum dan manis yang sangat pekat yang membuatnya sangat berhasrat untuk menandainya. Namun hingga gadis itu berpisah darinya, dirinya belum menandainya dengan cara yang benar. Alih-alih menggigit lehernya dengan taring, Ia justru menggunakan cakarnya. Sungguh bodoh!

Ia menghindar dari gadis itu karena merasa kotor, ratusan wanita sudah Ia jamah sementara Rachel masih suci. Ia merasa tidak pantas untuk disandingkan dengan Rachel. Ia merasa seperti seonggok kotoran.

Namun ada sudut lain di dalam naluri hewaninya yang juga merasa angkuh. Rachel ternyata bukan manusia serigala, Ia hanya seorang peri. Rachel tak punya kekuatan fisik yang mumpuni seperti dirinya. Peri cantik itu hanya bisa mengandalkan sihir untuk menjaga dirinya. Kondisi Rachel yang demikian membuat Danique merasa jauh lebih hebat dan kuat.

Danique memang lemah dengan merasa kotor, tetapi disisi lain Ia juga sombong karena merasa lebih hebat dari Rachel. Dua hal itu yang menguatkannya untuk menolak Rachel mentah-mentah. Ia dengan lantang melawan takdir perjodohan Dewi Bulan. 

"Rachel, maafkan aku. Pulanglah, Sayang," lirihnya sembari memandang foto pernikahannya.

Di bingkai yang cukup besar di dinding kamarnya terpampang potret dirinya dan Rachel. Gadis itu sangat cantik dengan gaun pengantin yang dipenuhi manik-manik yang berkilauan, rambutnya kuning emas di gelung dengan beberapa helai yang menjuntai di sekitar telinganya. Wajahnya tersenyum manis menebarkan aura kebahagiaan, sedangkan di sisi gadis itu ada wajah dirinya yang nampak garang. Kini Ia tersipu malu karena saat itu Ia justru ingin sekali mencekik fotografer yang tidak kunjung selesai mengambil gambarnya.

Permata biru safir di kalung Rachel sekilas berkerlip tanpa Danique sadari. Perhatiannya beralih pada benda berkilau di kotak. Ia langsung meraih kalung itu dan menggenggam permatanya. Sembari menghela napas, Ia menempelkan genggaman tangannya di dada kirinya. Seketika jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Danique terkesiap, apakah ini pertanda baik atau justru pertanda buruk? Ia yakin permata itu pasti memiliki ikatan batin dengan pemiliknya.

"Ha ha ha ha...."

Suara tawa menggema di langit, tawa dengan nada mengejek itu membuat Danique waspada. Siapa sebenarnya yang menculik Rachel?

"Sialan, siapa Kau!" geramnya.

Dengan sepenuh tenaga Ia mengerahkan kekuatannya untuk melacak makhluk itu. Jika sedang menampakkan diri mungkin saja jejaknya bisa terlacak. Manik topaznya menyala bagaikan api yang berkilat-kilat ketika Ia sedikit mendapatkan jejak makhluk itu. Makhluk tinggi besar berwarna hitam dengan wajah pucat.

"Makhluk apa, Kau sebenarnya?" desis Danique.

***

Teman-teman boleh banget share cerita ini ke pembaca lain. Vote dan follow juga yakk. Terima kasih.
mahayaliliana

The Gone MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang