Part 4

1.9K 134 8
                                    

Zafran kebingungan saat semua orang menatapnya. Sedetik kemudian, menyadari kekeliruannya, ia segera tersenyum cengengesan, kebingungan harus berkata apa.

"Apa maksudmu, Fran?" Tanya Friska kebingungan. Dan sepertinya pertanyaan itu mewakili semua orang yang kini perhatiannya tertuju pada remaja lima belas tahun itu, kecuali Revan dan Syafa yang menatapnya geram. Zafran menggaruk kepalanya yang tidak gatal, kemudian menjawab sebisanya.

"Maksudku sedari tadi Kak Syafa dan Om Revan diam saja. Tidak ada yang bicara. Kenapa semua jadi heboh seperti ini."

"Mereka kan belum saling kenal Fran. Gimana sih kamu."

"Iya juga, Ma."

Friska dan yang lainnya menggeleng-geleng kepalanya mendengar jawaban Zafran, kecuali Rafael. Ia yakin ada sesuatu yang tidak beres. Marcell yang dulu di sukai Syafa, ia kira adalah adiknya Friska. Tapi, kenapa mereka tampak tidak saling mengenal. Apa bukan Marcell yang ini?

Rafael menggeleng, membuang semua pikiran tidak bergunanya. Kakak iparnya juga tampak diam saja, tidak terpengaruh dengan semua perbincangan mereka. Ia kembali makan dan seluruh keluarganyapun mulai membahas hal-hal lain yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Sementara Syafa, tangan wanita itu sedikit gemetar, wajahnya memucat, dan hal itu mulai di sadari oleh papanya. Salman memegang tangan putrinya yang ada di bawah meja, menenangkan anak perempuan itu lewat tatapannya. Syafa menoleh, keduanya saling bertukar senyum sebelum akhirnya meneruskan makan malam mereka.

Acara berakhir dan Revan berpamitan pada seluruh keluarga Rafael. Ia meninggalkan rumah itu dengan suasana hati yang tidak menentu.

Rupanya Syafa sudah kembali kemari. Dan menurut perbicangan mereka tadi, Syafa sudah tidak kembali ke London lagi. Menyadari itu tiba-tiba hati Revan sedikit menghangat. Meskipun hanya melihat Syafa saja, setidaknya ia tahu wanita itu baik-baik saja. Dan masa lalu mereka, biarlah menjadi masa lalu suram bagi keduanya. Revan memasuki mobilnya, kemudian melajukan kuda besinya membelah jalanan ibukota.

**

Tok tok

Suara pintu yang diketuk membuat Syafa yang hendak berbaring mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk, kemudian menyuruh seseorang yang mengetuk pintu kamarnya agar masuk. Palingan papa atau mamanya.

"Masuk saja."

Dan sosok yang menyebalkan itu masuk ke dalam kamarnya. Zafran dengan piyama MC queen masuk ke dalam kamarnya dengan raut mengesalkan, seperti biasanya. Syafa menghembuskan napas berat, kemudian sedikit beranjak agar Zafran bisa duduk di tepian ranjang.

"Ada apa?" Tanya Syafa ketus seperti biasanya. Dan Zafran yang sudah terbiasa dengan sikap sepupunya itu, hanya menyengir seperti manja.

"Mana?" Zafran mengulurkan tangannya, membuat Syafa mengernyit heran.

"Apa?"

"Bukankah aku titip jaket Balenciaga untuk tutup mulut. Kakak nggak lupa kan?" Zafran mengedipkan sebelah matanya, dan Syafa langsung memutar bola matanya. Ia beranjak ke lemari, kemudian mengambil jaket baru sesuai titipan Zafran. Syafa melemparkan jaket itu dan langsung di tangkap oleh adik sepupunya yang menyebalkan itu.

"Ini. Sesuai dengan yang kau minta. Sekarang keluarlah. Aku mau tidur." Syafa mengibas-ibaskan tangannya, memberi isyarat agar Zafran cepat pergi. Namun sepertinya anak itu belum mau pergi dan malah tiduran di ranjangnya.

"Kak, kenapa sih aku harus tutup mulut selama bertahun-tahun. Kenapa kalau semua orang tahu Kak Syafa mantan pacarnya Om Revan. Kakak nggak perlu malu lah. Om aku ganteng lo."

A Frozen Flower (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang