Mencari informasi selama menjadi anggota pasukan khusus bagaikan camilan yang lumrahnya dilahap setiap hari. Menu andalan dalam situasi apapun. Namun semua tentunya butuh waktu.
Dimulai dari menentukan target hingga menyusun tim lapangan yang akan diterjunkan untuk menggali informasi. Seungyoun telah terbiasa dengan jumlah waktu berminggu-minggu sebelum menentukan hari operasi.
Namun walaupun telah terbiasa dengan pola penyelidikan demikian, ia masih tetap terkejut ketika melihat hasil pekerjaan Han Seungwoo. Tiga hari. Begitu cepat untuknya menyelesaikan permintaan penyelidikan Seungyoun.
Tidak diragukan lagi, memang hanya mereka sesama penghuni lumpur yang dapat mengenali kawanannya dengan cepat.
"Gunakan pakaian yang bagus. Kita akan memberi salam terakhir pada Lee Hangyul malam ini."
Sudah lama Seungyoun tidak merasakan semangat menggebu sebesar ini. Ia bahkan menyelipkan pisau di balik gaun selutut yang ia kenakan.
"Kemana kita pergi?"
"Pelelangan."
Seungyoun bergidik ngeri mendengar kata tersebut. Ingatannya melayang pada pelelangan tempo waktu.
Kenangan tubuhnya diraba pria tua mengaduk perut tak terkendali.
Mereka pergi berempat dengan satu kendaraan. Tanpa iring-iringan pengawal seperti biasa. Hanya seorang supir merangkap pengawal, Jisung, Seungyoun, dan Seungwoo.
Sebelum turun, Seungwoo memberikan satu pistol yang telah terisi peluru pada Seungyoun. "Aku tahu kau bisa menggunakan ini. Simpan dan gunakan seperlunya."
Seungyoun mengangguk mengerti. Mereka bergegas merapikan topeng di wajah sebelum benar-benar meninggalkan mobil.
Ini adalah kali pertama Seungyoun menghadiri pelelangan barang seni. Setiap orang yang datang telah memiliki undangannya masing-masing.
Dalam bangunan bergaya eropa klasik dan berhias lukisan-lukisan bernilai tinggi berjajar sombong meneriakkan sejarah para pelukisnya, tersusun meja bundar dengan penutup menjuntai dengan dua kursi di setiap meja tersebar mengelilingi satu panggung.
Rangkaian bunga kecil dan nomor telah disematkan di atas meja. Menandai masing-masing pemilik tempat tersebut.
"Apa saja yang kalian lelang disini? Ini terlihat berbeda dari pelelangan milik Do Myungsoo."
Seungwoo menyesap champagne si tangan dengan khidmat. Mengabaikan Seungyoun yang nampak sangat tertarik dengan kondisi sekitar.
"Sampah seperti Do Myungsoo bahkan tidak bisa mendapat undangan untuk datang kemari."
Seungyoun mengangguk setuju dengan apa yang Seungwoo katakan.
Keseluruhan dari tempat ini baik interior maupun tamu undangan meneriakkan status sosial dengan cara paling elegan. Seolah tengah mengukuhkan posisi. Tak terima disandingkan dengan pelelangan milik Do Myungsoo yang menjijikkan.
Matanya melirik sekitar dengan hati-hati sembari menjaga lehernya tak bergerak mengikuti kemauan hatinya. Tak ingin seseorang menangkap basah pergerakannya.
"Jadi dimana Lee Hangyul? Apa dia juga salah satu orang yang datang ke pelelangan ini?"
Seungwoo menatap Jinan dengan senyum kecil. "Arah jam tiga. Dekat pintu keluar."
Senyumnya merekah melihat redup cahaya di bola mata Jinan.
Dendam itu terlihat mengerikan bagi mereka yang berhasrat membalaskannya. Bagai api yang membakar dari dalam tanpa disadari. Membakar habis hingga hanya tersisa abu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red String
FanfictionSeungyoun ingat tembakan terakhir yang datang mengarah tepat ke jantung. Seungyoun kira dia sudah mati. Hanya tidak menyangka terbangun di tubuh milik seorang wanita dengan identitas istri pria paling dicari interpol. Target paling tak tersentuh yan...