"Nak Alex, ini cucu saya yang baru pulang dari London, yang saya ceritakan tadi. Dan ini papanya, pemilik rumah sakit Dharma Bakti Husada."
Syafa dan Salman menyalami pemuda tampan itu. Alex mengangguk sopan pada keduanya dan merekapun duduk bersama kecuali Syafa yang langsung kekamarnya karena kelelahan. Dokter Salman pun tak lama juga beranjak karena tidak begitu nyambung membicarakan bisnis bersama mertua dan iparnya.
"Dia Syafa, cucu pertama di keluarga ini. Dia baru pulang dari London dan sekarang bekerja di rumah sakit papanya. Sebentar lagi juga akan mengambil spesialis." Jelas Rudi panjang lebar, membuat Alex mengangguk sopan. Rafael menatap lelaki muda di hadapannya ini. Sangat suka dengan cara berbisnis Alex yang selalu kompeten dan menguntungkan. Pemuda itu juga sangat ramah, berbeda dengan adik iparnya yang sangat menyebalkan.
"Kita lanjutkan perbicangan kita. Untuk vila di puncak, yang juga bekerjasama dengan Revan Baskara, adik istriku. Bagaimana keadaan di sana, lancar kan?" Tanya Rafael kemudian.
"Lancar Pak. Anda tidak perlu khawatir tentang itu karena saya mengawasi proyek itu dengan baik. Tadi seharusnya Revan rapat dengan papa, sayangnya dibatalkan karena ada insiden."
"Insiden apa?" Tanya Rafael terkejut. Ada apa dengan adik iparnya itu, kenapa Friska tidak memberitahunya.
"Revan kecelakaan. Tapi dari berita yang saya dapatkan, katanya ia hanya mengalami luka ringan."
"Astagaaaaa, pantas saja istriku sulit dihubungi dari tadi. Mungkin dia di rumah adiknya."
Rafael membuka ponselnya, dan benar saja, Friska mengabari jika Revan kecelakaan. Dan syukurnya sudah pulang. Istrinya dan Zafran ke sana untuk menjenguk adik iparnya itu.
"Malam semuaaa!!" Zelin muncul dari pintu dengan Ega di belakangnya. Gadis kecil itu menyalami papa dan kakeknya, kemudian duduk dipangkuan papanya.
"Kalian darimana?" Tanya Rudi sambil menatap Ega yang kelelahan.
"Tadi Om menyuruhku jemput Zelin ditempat les kek. Ya udah, aku naik ke atas dulu, mau tidur." Ega pamit kemudian naik ke lantai atas.
Zelin terlihat bercerita ria.ng pada papanya seputar lesnya tadi. Dan ketika tatapannya tertuju pada pria asing di hadapannya, gadis cilik itu mengernyit heran.
"Om ini siapa, Pa?"
"Oooh, ini temen bisnisnya papa, Om Alex, sama kenalan yang sopan."
Zelin turun dari pangkuan papanya, kemudian menyalami Alex dengan sopan. Alex mengusap puncak kepala anak itu karena sangat gemas dengan pipi gembul Zelin yang lucu.
"Tampan." Ucap Zelin lirih tanpa sadar, membuat semua orang melongo seketika.
"Zelin, kau ini bicara apa?" Rafael meraih tubuh mungil putrinya, kemudian kembali memangkunya.
"Om ini, Pa. Ganteng banget." Ucap Zelin sambil menatap penuh kekaguman pada Alex. Ketiga orang dewasa itu tergelak bersamaan.
"Zelin masih kecil, tapi sudah tahu pria tampan ya." Rudi tidak bisa menghentikan tawanya. Cucunya yang paling kecil ini memang sangat lucu dan selalu membuatnya tertawa dengan tingkah absurdnya.
"Udah ngerti dong Kek. Zelin sering ditembak teman cowok Zelin, tapi sementara ini semua aku tolak. Belum ada yang pas untuk menjadi pendamping seorang princess yang cerdas sekelas Zelin."
Ketiga orang itu kembali tertawa mendengar perkataan konyol Zelin. Dan gadis kecil itu mengacuhkan semua orang yang menertawakannya. Ia tetap menatap kekaguman pada Alex yang sangat tampan.
"Terus tipe yang pas buat Zelin gimana?" Tanya Rafael menggoda putrinya. Anak itu langsung melihat Alex dan menunjuk pria itu.
"Yang kayak Om Alex dong Pa. Ganteng, kaya, nggak malu-maluin kalau di ajak jalan."
Ketiganya tergelak bersamaan. Zelin dengan antusias menceritakan bagaimana sekolah dan lesnya. Anak itu menuruni otak cerdas mamanya. Jadi, gadis itu membangga-banggakan prestasinya di depan Alex, pria paling tampan yang pernah ia lihat.
Setelah Zelin naik ke atas untuk mandi, ketiga orang itu meneruskan pembicaraan bisnis mereka. Juga kerjasama mereka dengan perusahaan Revan. Tidak ada masalah sama sekali, Rafael serta Rudi sangat lega mendengarnya.
Saat Alex akan pulang, Rudi dan Rafael kompak menahannya. Sudah waktunya makan malam, Rudi mengundang pemuda itu untuk bergabung dengan keluarganya. Sepertinya pikirannya dan Rafael sama. Alex sangat cocok dengan Syafa. Jika keduanya cocok, tinggal meminta pendapat Salman. Melihat tipikal Alex dan kompeten dan dewasa, sepertinya tidak sulit mendapatkan ijin dari papanya Syafa.
Dimeja makan, Sarah dan Erika menyambut Alex dengan antusias. Pelayan memasak cukup banyak meski tanpa Friska dan Zafran. Entah kenapa hingga malam hari, Friska masih berada di rumah adiknya. Katanya tidak parah, kenapa Friska tidak segera pulang. Gerutu Rafael dalam hati.
Semua sudah berkumpul di meja makan, termasuk Syafa dan papanya. Gadis itu duduk diseberang Alex, membuat Rafael dan Rudi tersenyum senang. Sayang sekali wajah Syafa tidak berekspresi sama sekali. Jika saja Syafa seperti Zelin, tidak sulit untuk membuka acara perjodohan ini.
"Zelin mana?" Tanya Rafael saat anak perempuannya itu belum menampakkan diri. Padahal Zelin sudah mandi sedari tadi, kenapa tidak turun-turun.
"Coba suruh pelayan manggil. Kita udah lapar, jangan-jangan Zelin ketiduran." Sahut Erika, kemudian ia memanggil pelayan untuk melihat Zelin di kamarnya.
Pelayan belum beranjak saat seorang anak perempuan berumur sembilan tahun turun dari tangga. Dengan dress pink dan bando senada. Berbagai aksesoris ia kenakan hingga Zelin tampak seperti akan pergi ke pesta. Semuanya terpana, namun Ega malah mati-matian menahan tawanya karena Zelin seperti akan ikut karnaval maskot.
"Sayang, kau mau kemana?" Tanya Rafael heran saat putri kecilnya itu duduk di sampingnya. Zelin mengibaskan rambutnya agar antingnya terlihat, membuat Ega setengah mati menahan tawa.
"Mau makan Papa. Memangnya mau kemana lagi." Rafael menghembuskan napas berat, yang lainnya hanya geleng-geleng kepala, kecuali Syafa yang tetap tanpa ekspresi, seperti biasanya.
"Kau seperti akan mengikuti karnaval Bali Zelin." Sahut Ega sambil menahan tawa, membuat Zelin menatap tajam pada sepupunya itu.
"Kakak pikir aku ogoh-ogoh." Dan Ega langsung meledakkan tawanya, Syafa tersenyum samar, begitupun Salman. Sementara yang lainnya hanya bisa menahan tawa, tidak berani terang-terangan membenarkan omongan Ega karena Zelin sangat gampang marah jika penampilannya dikritik.
"Kau sangat cantik Zelin. Kau gadis kecil tercantik yang pernah ku lihat. Kuharap, istriku kelak secantik dirimu." Dan ucapan Alex sukses membuat kedua pipi Zelin merona. Rafael memutar bola matanya, yang lainnya mati-matian menahan tawa. Sebenarnya dari siapa Zelin menuruni sifat centil itu. Perasaan dulu Friska sangat pendiam.
"Sudah-sudah, kita mulai makan. Kakek sudah lapar." Rudi kembali memfokuskan tujuan mereka untuk makan malam. Sesekali ia membuka percakapan agar Alex dan Syafa saling terhubung. Namun hanya sesekali, Syafa seolah menutup diri. Padahal, Alex sangat sempurna untuk wanita sepintar dan secantik Syafa.
Beberapa saat setelah makan malam selesai, Alex pamit. Rudi, Salman dan Rafael mengantarkannya sampai ke halaman rumah. Mereka tampak menyambut baik kedatangan Alex meski mereka hanya bicara seputar bisnis saja.
Sementara itu, Syafa yang berniat masuk ke dalam kamarnya, di kejutkan dengan kehadiran Zelin yang sepertinya tengah menunggu di depan pintu kamarnya. Gadis cilik itu menatapnya cemberut, seperti marah, namun pipi chubby-nya justru terlihat menggemaskan. Syafa tidak tahu kenapa Zelin terlihat marah karena ia merasa tidak pernah menyinggung Zelin yang lucu.
"Zelin, ada apa?"
"Aku mau bicara empat mata sama Kak Syafa. Kita masuk ke kamar kakak."
Gadis cilik itu membuka pintu kamar Syafa dan nyelonong masuk begitu saja. Membuat Syafa kebingungan, namun ia akhirnya menurut saja, menyusul Zelin masuk ke dalam kamarnya untuk bicara empat mata.
![](https://img.wattpad.com/cover/352867096-288-k779230.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Frozen Flower (On Going)
RomanceSyafa Armita Radjasa, wanita yang semasa gadisnya sangat ceria itu kini berubah 180 derajat setelah dewasa. Keadaan dan trauma membuat psikis dan mental sedikit terganggu, dan hal tersebut itu hanya di ketahui oleh ayahnya saja. Profesinya sebagai d...