Prolog

175 7 4
                                    

Tatapan matanya tertuju pada benda pipih berbentuk melingkar berwarna putih yang berada tepat di tengah telapak tanganya, lalu tatapan itu beralih pada orang yang tengah berada tak jauh darinya yang juga sedang menatapnya.

Keduanya hanya saling menatap dalam keheningan yang tercipta.

"Apa kau yakin?" Tanyanya memecah keheningan yang melanda, kembali menyelami tatapan orang didepanya untuk mencari keraguan lewat kontak mata yang sudah sekian lama mereka lakukan.

Ia tidak ingin salah melangkah, terlebih ini menyangkut masa depan dan orang yang berada dihadapanya.

"Lakukan," jawabnya dingin. Matanya beralih menatap pada benda yang ada ditelapak tangan wanita itu. Perasaanya campur aduk. Jauh dalam hati kecilnya ia tak ingin melanjutkan ini semua, hanya saja dia harus melakukanya demi kebaikan hubungan mereka atau hanya dia seorang?

"Apa kau akan tetap mencintaiku?" Matanya berkaca-kaca, perlahan luapan air yang berasal dari matanya keluar membentuk anak sungai dikedua pipinya.

Takut.

Ia takut setelah ini orang yang dicintainya akan pergi meninggalkanya. Terlebih saat ini ia diminta untuk melakukan sesuatu yang sangat tidak ingin dia lakukan, tapi jika ini demi kebaikan cintanya dia akan melakukan hal itu meski sulit, meski hatinya tak ingin dan meskipun setelah ini dia akan dibenci oleh keluarga dan dirinya sendiri.

"Percayalah aku mencintaimu. dulu, sekarang dan seterusnya" Tersenyum mencoba menyakinkan wanitanya, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Pria itu melangkahkan kakinya menuju dimana wanitanya sedang duduk sambil sesenggukan. Direngkuhnya tubuh wanita yang sangat ia cintai. Kemeja yang dipakainya basah oleh air mata namun itu tak masalah baginya selama ia bisa menenangkan wanita yang kini berada dipelukanya.

Tangan pria itu terulur untuk mengabil gelas kaca yang telah berisi air putih lalu diserahkan pada perempuan yang ada di depanya.

Perlahan mulutnya membuka, dimasukanya obat yang sedari tadi ia genggam. Diminumnya air putih yang tadi disodorkan kepadanya.

Air matanya luruh kian deras. Mata, hidung dan kedua pipinya memerah. Dadanya kian sesak bersamaan dengan obat yang tadi dimasukanya dalam mulut meluncur dengan indah dalam tubuhnya.

Maafkan aku...

The Hell In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang