dear, Hwarang-Sama

16 2 0
                                    

_gadis musim panas_

Musim panas itu terik.
Jangkrik berisik memeriahkan panasnya hari.
walau begitu terik & panas, Aku mencintainya.
Karena itu adalah musim
saat pertama kali aku mengenal Hwarang-Sama..
*

Aku akan memulai kisahku di tahun pertama kali aku mengenalnya. Aku lahir pada musim semi terakhir. Kini usiaku 17 tahun . Aku suka menulis puisi atau melukis, dan beberapa tahun terakhir ini aku belajar beladiri pada kakekku. Namaku cukup indah. Namun, sepertinya aku tidak terlalu menyukai diriku sendiri.
itu tak penting maka aku takkan melanjutkannya.

*

Saat itu pertengahan Tahun pada musim panas awal. Usiaku masih 14 tahun.
Kaisar dari negeri seberang sedang berkunjung pada negeriku. Ia berlalu di kawal oleh para prajuritnya. Mereka menyebutnya "Hwarang". Aku menatap salah satunya dari jauh. Awalnya semua biasa-biasa saja. Tidak ada rasa sedikitpun. Namun, tanpa kusadari ternyata aku mulai menyukainya.

Sebelumnya, semua orang sibuk mengabarkan bahwa seorang tamu terhormat akan melalui kota. Kabar raja sedang menjalin hubungan luar negeri sudah luas. Dan kabarnya seorang kaisar akan datang berkunjung. Ia akan membawa para prajurit baru untuk mengawal ia ke kota. Namun, siapa peduli? Aku hanya berlalu mendengar kabar itu. Belum ada yang membuatku tertarik. Karena itu orang-orang sekitar menyebutku aneh terutama ayah dan ibuku. Tapi lagi-lagi.. siapa peduli?

*

Angin laut membawa berita untukku. Ia datang membawa camar yang letih dari perjalanan jauhnya. "Kaisar itu licik namun ia baik hati" kata angin laut. Aku tidak menggubrisnya. Namun ia bersikeras, sampai-sampai debu disekitar berhamburan dimana-mana. "Aku sudah menyaksikannya dan kau harus percaya. Ia kerabat jauh kakekmu dan aku yakin kakek mengenalnya. Mereka saling mengenal!" Tegas angin laut. Akhirnya aku hanya bisa mengangguk seakan percaya apa yang ia katakan.
Karena angin laut hampir selalu salah jika menyampaikan suatu berita. Namun aku menghargainya. Ia butuh didengar. walau ia hanya angin laut, ia juga ingin menceritakan kisahnya.
Camar hanya diam. Ia tampak letih, maka aku biarkan ia istirahat sambil menatap langit sore.

*

Fajar tiba, namun suasana luar sangat riuh dan ramai. Orang-orang sibuk memperindah halaman rumahnya, agar tampak menawan untuk dilihat seorang kaisar yang berlalu.
Aku pikir raja sudah berhasil membodohinya atau kaisar itu punya permainan sendiri. Siapa yang tahu niat busuknya rubah? Benar kan?. "Politik". Cukup muak rasanya mendengar itu. Banyak orang ingin menjadi pemimpin tapi mereka bodoh. Mereka tak mampu namun, berkata mampu. Ini hanya asumsiku. Jadi jangan salah tanggap.

*

Saat hari menjelang siang, saat matahari sedang bercahaya terang, kulihat orang ramai berbondong-bondong berdiri di tengah kota. "Angin sepoi", bersamaku. Ia penasaran dengan segerombolan orang- orang . Maka aku menyerobot masuk diantara mereka. Aku tak ada rasa. Sama sekali tidak ada. Namun saat aku menatap sepasang mata dari jauh, tanpa kusadari saat itu aku mulai menyukai salah satu Hwarang itu.

*

Namun, aku masih cukup tidak peduli dengan apa yang sedang terjadi. Jadi aku hanya berlalu mengabaikannya. Sepoi melihatku dan mulai berbicara sesukanya. "Ahh.. yang satu itu terlihat menarik. Lambang perisainya sulit di pahami. Tapi.. ia cukup membuatmu menatapnya agak lama. Kau tertarik? Tapi tampangmu tak peduli. Entah lah.. kau sulit dimengerti." Kata Sepoi padaku sambil berlalu.

*

Aku tidak memperdulikannya. Aku hanya diam. Karena aku masih belum menyadari perasaanku saat itu. Aku kembali kerumah. Melakukan hal yang biasa aku lakukan. Dan Sepoi pergi berkelana lagi. Akhirnya waktu malam tiba. Namun kantuk tak dapat menguasai diriku. Sambil memikirkan kata-kata Sepoi saat siang hari tadi.
Maka mulailah aku menulis, menulis sesuatu yang aku sendiri tak mengerti. Mengapa perasaanku menjadi seperti ini.

Jika ahli pedang tersaji kisah romansa,
Walau bertebar bercak darah_
Bahkan kisah romansa kaisar
Yang dihantui bunian haus kekuasaan,
Maka.. kisah romansa apa yang akan menjadi jalan kisahku?

Entahlah.. setelah menulis kata-kata itu, aku mulai mengantuk. Namun sebelum aku tertidur, aku menatap pada luar jendelaku. Menatap langit penuh bintang saat itu. Aku tak mengerti. Mengapa aku mulai memikirkan hal yang tak pasti?
Perlahan dengan tenang, Sepoi menghembuskan angin sejuk kedalam kamarku. Maka aku tertidur. Dan bermimpi hal aneh mengenai Hwarang itu. Bermain bersama di dunia bawah sadar, seperti mengulang masa kecil tanpa merasa ada beban.
Anehnya aku mengingatnya. Bahkan aku mengingat hal-hal kecil saat mimpiku berlangsung.

"Apa ini?" Pikirku saat itu. "Ini menyenangkan, namun mengapa ia ada disini? Bermain bersamaku? Bahkan aku tak mengenalnya. Aku hanya baru menatap ia siang tadi. Lalu sekarang ia bermain denganku? Ah ia tertawa!?" Aku tak mampu berucap, namun hanya mampu memendam. Terus kulanjut mimpi itu sampai akhirnya aku tak mengingat akhirnya lagi.

*

Pagi tiba. Aku bangun dengan perasaan yang cukup bahagia. Aku tak terlalu banyak bicara hari itu. Aku hanya mengerjakan kewajibanku, dan tugasku. Seperti biasa.

Waktu berlalu dengan cepat. Kini hari menjelang sore. Dan saat waktuku senggang, aku kembali menulis. Sebelum itu, aku melihat Hwarang itu berlalu menuju sungai di belakang halamanku. Aku menatapnya diam-diam. Seekor rusa dan beruang menghampirinya. Ku pikir ia akan diserang. Namun nyatanya mereka bersantai bersama. Aku menatap Hwarang itu dalam. Aku menyadari. Aku mulai menyukainya. "Hanya sekedar suka kan? Itu tidak masalah. Perlahan rasa itu akan hilang. Tidak usah hiraukan." Kataku dalam hati. Aku tulis sebuah ungkapan tentang rasa ini.

Patutkah aku mencintaimu?
Namun sepertinya dunia akan membenci itu.
Dan fakta menolak semua rasa.
Namun hatiku masih terpaut padamu.

Sepoi datang mengejutkanku. Sampai-sampai aku hampir memakinya. Ia menatapku seperti aku kesetanan. "Kau mencintainya?" Tanya Sepoi dengan pelan. Aku menyanggah nya. "Aku hanya menyukainya. Tak lebih dari itu" kujawab dengan singkat. Ia memasang raut tak percaya. "Kau mencintainya. Aku tahu itu." Kata Sepoi dengan nada yakin. Aku kembali menatapnya seakan ia gila. "Kau tak mengetahui rasaku. Aku tak mencintainya. Aku tak akan melampaui apa yang sepatutnya. Sekiranya aku mencintainya, itu akan aku akhiri." Kujawab dengan pasti. Walau aku tahu mengakhiri rasa itu tak mudah. Karena aku tahu konsekuensinya.

*

Malam tiba, aku masuk untuk beristirahat. Makan malam bersama keluarga, ku akhiri tanpa sepatah kata. Sudah biasa, namun hari ini berbeda entah mengapa. Aku kembali ke kamarku dengan perasaan yang cukup membingungkan. Karena untuk menyukai seseorang apalagi mencintainya, aku tak biasa dengan semua itu. Karena semua hanya sia-sia saja akhirnya. Aku tahu itu.
Sebelum aku mengakhiri malam ini, aku sempatkan untuk menulis.
Entah apa isinya, namun setidaknya kata yang tak mampu di ucap tertuang bebas pada kertas dan pena sebagai saksi semua rasa ini.

Aku menatap pada langit malam.
Kulihat bintang begitu tinggi.
Awan yang bertebar malam itu,
Aku tak mampu menjangkaunya.
Begitukah kita?

*

Dear Hwarang-Sama,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang