1. Pria Yang Tak Dikenal

45 4 0
                                    

Siang itu, cuaca begitu terik dengan suhu udara yang sangat tinggi hingga bisa membakar setiap kulit yang disentuhnya. Dedaunan kering pun ikut menyambut suasana itu, dengan melepaskan diri dari dahan yang sudah menjadi rumahnya karena tidak mampu untuk menahan kerapuhan diri lebih lama lagi.

Burung-burung pun berkicau, meramaikan suasana siang itu, mereka bertengger di dahan pohon dengan maksud berteduh dari panasnya paparan sinar matahari yang begitu menyengat.

Begitu pula dengan suara hiruk pikuk dari lapangan basket yang terdengar hingga memenuhi seisi sekolah, menampilkan suasana yang tak biasanya. Terlihat beberapa pria bermain bola basket, men-dribble bola ke pemain lainnya, hingga mencetak skor. Sedangkan di sisi pinggiran lapangan, para siswi saling melontarkan sorakan penyemangat kepada pemain-pemain tersebut.

Para pemain terlihat begitu semangat mengoper bola hingga sampai ke ring basket. Bahkan, keringat dingin sudah mengujur dengan deras di pelipis mereka tetapi tidak mereka hiraukan. Wajah-wajah itu, sudah terlihat lelah tetapi semangat pantang menyerah masih berkobar seperti gerakan gesit yang mereka tampilkan saat ini.

Suasana itu, berbanding terbalik dengan para siswi yang sedang duduk makan siang di taman sekolah. Mereka menikmati bekal yang dibawa dari rumah sambil mengobrol ringan dan sesekali melirik ke area lapangan basket.

"Tumben banget ciwi-ciwi banyak yang jadi pemandu sorak? Padahal, ini bukan acara resmi perlombaan basket," ucap Arasya sambil mengayunkan sendoknya ke arah siswi-siswi di lapangan.

"Betul sekali," celetuk Ana dengan mulut masih terisi penuh dengan makanannya.

"Coba kalian perhatikan dengan saksama siapa yang bermain basket," timpal Tiara tanpa mengalihkan pandangan dari makanannya.

Arasya dan Ana langsung melihat ke arah lapangan, memperhatikan siapa yang dimaksud oleh Tiara. Bahkan, Ellen yang sedari tadi hanya diam mengamati obrolan ringan teman-temannya itu, juga ikut mengarahkan pandangan ke arah yang dimaksud.

"Oh my god. . .bang Nevan juga ikut main basket, guys!" teriak Ana dengan suara melengkingnya.

Ketiga temannya terperanjat kaget mendengar teriakan Ana yang tiba-tiba itu. Ellen yang heran dengan keterkejutan Ana, langsung menimpalinya dengan pertanyaan "Emang kenapa kalau bang Nevan juga ikut main?"

"Bang Nevan kan populer, mungkin itu yang ada dipikirannya Ana." jawab Arasya mewakili Ana.

"Benar sekali," timpal Tiara.

Ellen hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju atas jawaban temannya itu. Sedangkan Ana, masih terpaku kagum atas apa yang dilihanya barusan.

*****

Priiittt.....

Terdengar bunyi peluit dari sisi pinggir lapangan, yang tidak lain bersumber dari guru olahraga yang menjadi wasit dalam pertandingan basket antar kelas tersebut.

Bunyi peluit tersebut, menandakan bahwa pertandingan basket sudah berakhir, dengan skor 3 banding 1 yang diungguli oleh pemain dari siswa kelas 12 IPS 1. Nevan yang merupakan perwakilan dari kelas tersebut, berteriak gembira sambil mengelilingi lapangan bersama teman se-timnya. Sedangkan lawan mainnya dari siswa kelas 12 IPA 3, hanya tertunduk lesu karena harus menerima kekalahan telak.

Tiba-tiba, aksi Nevan harus terhenti ketika seseorang meneriakinya, "Van! aku tunggu di pertandingan selanjutnya," dan Nevan hanya memberinya sebuah jempol sebagai tanda 'iya'. Kemudian, pria itu pergi meninggalkan lapangan sambil tersenyum, setelah melihat jawaban Nevan.

Bersamaan dengan berakhirnya pertandingan basket, Ellen dan teman-temannya juga beranjak pergi ke kelas masing-masing, setelah mereka menyelesaikan makan siangnya. Ketika sudah sampai di depan kelas 11 IPA 2, tiba-tiba Ellen dikagetkan dengan pukulan keras dari Arasya yang melayang ke pundaknya sebagai tanda refleks.

"Len, bekal makanku masih ketinggalan di taman," adu Arasya sambil merengek seperti anak kecil. Ellen yang heran dengan tingkah konyol temannya itu hanya menanggapi seadanya, "terus kenapa? kan kamu tinggal balik ke taman lagi buat ambil tu bekal,"  kata Ellen dengan nada cuek.

"Aku baru ingat, tadi pagi belum sempat nyalin jawaban nomor 5 tugas Matematika," jelas Arasnya masih dengan rengekannya. Ellen yang mengerti kode yang disampaikan Arasya langsung mendengus kesal, "huftt, yaudah biar aku aja yang ngambilin," seketika senyuman merekah terukir di bibir Arasya, "makasih yaaa..." sambil merangkul lengan Ellen.

Setelah itu, Ellen langsung bergegas pergi ke taman dengan berlari karena secara bersamaan bell tanda masuk sudah berbunyi dan jika hanya dengan berjalan, dia bisa terlambat masuk ke kelas, mengingat bell  sudah berbunyi dan jarak ke taman lumayan jauh.

Setibanya di taman tempat mereka makan siang, Ellen tidak menemukan bekal makan milik temannya. Bahkan, dia sudah berusaha mencari bekal tersebut di seluruh area taman. Padahal, jelas sekali bahwa Arasya mengatakan kalau bekal makannya ketinggalan di taman.

Ellen yang sudah lelah, memilih untuk istirahat sebentar di bawah pohon beringin yang besar nan lebat, "kemana lagi perginya tu bekal?" tanya Ellen pada dirinya sendiri.

Ketika Ellen masih berkutak pada pikirannya, tanpa disadari ternyata dari arah belakang, datang seorang pria menghampirinya. Kemudian, pria itu berhenti tepat di sebelah Ellen duduk dengan posisi berdiri sambil mengulurkan tangannya di hadapan Ellen.

"Yang kamu cari ini kan?" tanya pria itu tanpa basa basi.

"Wah, kamu nemu di mana tu bekal?" Ellen malah balik bertanya tanpa memperdulikan pertanyaan pria itu.

"Ini ambil," pria itu langsung menyodorkan bekal tersebut ke tangan Ellen, kemudian dia pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

Ellen yang masih tidak menyangka dengan sikap dingin dari pria di hadapannya itu, hanya terdiam membisu. Dan beberapa menit kemudian, setelah menatap lama kepergian pria tak dikenal itu, dia langsung tersadarkan akan waktu yang sudah terbuang karena pasti kelas sudah dimulai. Dia pun bergegas kembali ke kelas dengan berlari kencang, sambil berharap guru tidak marah akan keterlambatannya.

*****

Seseorang pernah berkata kepadaku

Kehidupan adalah sebuah pilihan

Jadi, mulai sekarang tentukan pilihan hidupmu

Pastikan engkau memilihnya dengan tepat

Karena kehidupan itu, engkau yang menjalaninya

Jadi, pilihlah kehidupanmu yang tidak akan engkau sesali

***

Tetapi, setelah aku memilihnya

Yang menurutku adalah pilihan yang benar

Kenapa sekarang terasa begitu menyakitkan

Terasa seakan-akan aku ingin mengakhirinya

Mengulang kembali pilihan yang baru

***

Apakah aku sudah salah memilih?

Jika benar aku telah salah memilih

Apa yang harus kulakukan sekarang?

Sungguh aku tidak tau

Dan kini, aku hanya terus memikirkannya, merenunginya

Seakan akan ini semua sudah berakhir

Dan menganggap inilah takdir hidupku

Yang harus aku jalani, yang harus aku lewati

***

*Ellen Lovandra*

Better To Be Loved Than To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang