3. Bukan Itu Yang Aku Harapkan

30 5 1
                                    

Setibanya Ellen di depan pintu rumahnya, secara bersamaan hujan pun mulai mereda. Menyisakan butiran-butiran gelembung air di dedaunan hijau dan kembali menyinari bumi dengan langit yang sedikit lebih cerah. 

Ellen mengusap-usap lengan baju sekolahnya yang basah terkena tepisan air hujan, akibat dari payung yang dipakainya tidak bisa menyeimbangkan diri untuk menyesuaikan dengan gerakan tubuhnya. Sehingga, payung tersebut harus dipegang dengan erat karena terhempas ke kanan dan ke kiri oleh angin yang begitu kencang.

Ketika Ellen membuka pintu, dia sudah disambut hangat oleh Nara yang sedang menata meja makan dengan sepiring nasi goreng. Tanpa sadar, Ellen tersenyum manis hingga menampakkan deretan gigi rapinya sambil berjalan menghampiri Nara.

"Sepertinya masakan kamu kali ini lebih special, deh?" celetuk Ellen yang membuat Nara terperanjat kaget karena baru menyadari kehadiran kakaknya itu.

"Yah, pastinya. Bukankan aku sudah bilang akan memasak nasi goreng untuk kakak?"

Pertanyaan Nara hanya diangguki pelan oleh Ellen, dengan senyum yang masih mengambang di bibirnya. Dia pun duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan nasi goreng tersebut, memperhatikan dengan saksama dan tidak sabaran serta sesekali menghirup aroma harum yang keluar berupa kepulan asap, kemudian melahapnya dengan penuh kenikmatan.

Suasana yang diselimuti dengan kebahagiaan itu, tidaklah berlangsung lama karena raut wajah Ellen seketika berubah drastis saat dia melihat Nayra, kakak tirinya dengan lenggang menuruni anak tangga dan melewati mereka begitu saja.

"Nara, kakak bawa nasi goreng kamu ke atas ya?" tanya Ellen dengan posisi sudah berdiri tegak sambil membawa sepiring nasi goreng di tangannya.

Nara yang mengerti keadaan dan emosi yang ditunjukkan Ellen, hanya mengangguk tanpa membantah maupun bertanya.

Setelah Ellen menghilang dari pandangannya, Nara melirik sekilas kakak kandungnya itu, menghela napas kasar, kemudian menghampiri dan ikut duduk di samping Nayra yang sudah  duduk duluan dengan santai di sofa.

"Kak, seharusnya kamu berhenti melakukannya!" pinta Nara yang hanya ditatap tajam oleh Nayra.

"Terserah aku." jawab Nayra sekenanya.

"Jika kamu butuh sesuatu, kamu bisa bertanya kepadaku, kak. Aku pasti akan membantumu." Nara mencoba untuk memberikan solusi terbaiknya, "Dan tolong hentikan tingkah laku burukmu itu! aku membencinya." kini nada bicara Nara sedikit meninggi karena kesal dengan apa yang telah diperbuat Nayra.

"Ini bukan urusan kamu, Nara. Kamu terlalu membela wanita itu dibandingkan kakak kandungmu sendiri."

Nara sangat jengkel dengan sikap acuh tak acuh sang kakak, seolah-olah tingkahnya yang selalu mengganggu Ellen adalah hal yang lumrah. Padahal, menurut Nara kakak kandungnya itu sangatlah kekanak-kanakan, tidak tau berterima kasih dan selalu melakukan hal-hal buruk kepada Ellen yang sudah berlaku baik kepadanya.

Nayra selalu iri kepada Ellen, membencinya seakan-akan Ellen adalah musuh terbesarnya. Selalu membuat Ellen marah kepadanya dan kini dia bertingkah lagi. Mengambil kalung Ellen yang merupakan hadiah pemberian dari almarhum ibunya. Tetapi, Ellen tidak bisa berbuat apa-apa karena ayah kandungnya dan ibu tirinya seperti telah tehipnotis oleh rayuan dari Nayra.

"Aku menyayangimu, kak. Tapi, tolong hentikan semuanya!" pinta Nara dengan nada memohon, "Jangan pernah lagi mengusik kehidupan kak Ellen! Dia sudah begitu lelah untuk mencoba menerima kita sebagai keluarganya. Dan sekarang, dia harus menanggung kesalnya karena kamu, kak." jelas Nara dengan air mata yang sudah membendung di sudut matanya. Lalu, pergi meninggalkan Nayra begitu saja tanpa menunggu jawaban yang akan dilontarkan kakaknya itu.

Better To Be Loved Than To LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang