Wangi harum pepohonan yang tidak begitu familiar menyambut indra penciuman Seulgi. Wanginya sejuk, seperti aroma petrikor yang semerbak akibat benturan air hujan dengan tanah pedesaan itu kemarin.
"Cih, dasar pemalas" sindir Irene dengan bibir tipisnya yang berwarna merah muda terkesan manis, ia memakai pakaian yang sangat feminine berwarna ungu pastel dengan bawahan rok hitam rempel selutut.
Ia berkaca sembari menyisir surai rambut hitam legam yang panjang miliknya. Seolah tak banyak berkomentar Seulgi mulai terduduk di ranjang dan menatapi punggung perempuan yang tengah bercermin tersebut. Beberapa detik hingga pada akhirnya Seulgi pergi melangkah mendekati ransel hitam kepemilikannya.
Memilih dan memilah helai baju yang akan dikenakannya. "Kamar mandi dimana?" tanya Seulgi ekspresinya tidak berubah sangat datar, Irene hanya tersenyum hambar langsung menghantar Seulgi ke ruang paling belakang di rumah itu.
Disana ada dapur dengan tumpukan kayu bakar, disampingnya ada bak air yang berbentuk balok berukuran sekitar 1 m x 4 m x 1,4 m. Tempat itu tidak seperti kamar mandi pada umumnya karena sama sekali tidak ada wc, dan tidak memiliki pemisah dengan dapur, perbedaanya hanya terdapat pada lantai nya yang lebih rendah pada bagian kamar mandi dibanding dapur.
"Ini kamar mandinya, kalau mau BAB toiletnya ada di luar" ucap Irene,
"Nggak usah banyak protes kalo kamar mandinya gak ada pembatas, kami mandi biasanya di sini. Kalau kamu risih bisa aja ke tempat pemandian umum. Tapi disana harus berbarengan dengan banyak orang" jelas Irene kembali melanjutkan kata-katanya.
"Kalau mau mandi, pintu belakang, jendela, sama pintu ini di kunci aja biar gak dilihatin sama orang-orang yang lewat" terang Irene membuat, Seulgi menatap malas.
"Minimal ngomong sepatah dua patah kek" nyinyir Irene,
"Terlalu cerewet" ungkap Seulgi menatapi Irene dengan tatapan teduhnya.
Deg
Suara Seulgi yang masih serak membuat telinga Irene sedikit kegelian, seperti ia sedang berbicara dengan lelaki saja. Walaupun ungkapan Seulgi sedikit tajam tapi itu mampu membuat hati Irene tergetar untuk beberapa saat, seperti ada lonjakan yang terjadi didalam hatinya. Perasaan yang sangat sulit untuk dideskripsikan.
Irene berdiam ditempatnya berdiri, memandangi wajah penuh dengan pahat kesempurnaan milik Seulgi. Matanya tajam, sangat tajam seperti elang. Hidungnya mancung dan ramping sangat menawan sedang bibirnya tipis meranum. Entah Irene menyimpan apa dalam pikirannya tetapi tatapan lekat nya tidak bisa lepas dari wajah rupawan itu.
"Tunggu apa lagi?" tanya Seulgi membuyarkan lamunan panjang Irene.
"Eummm, emmm anu aku disuruh masak sama ibu" ucap Irene dengan alasan yang tidak begitu masuk akal, acuh tak acuh Seulgi hanya mengedikkan bahunya. Lalu menutup pintu pembatas antara ruang tamu dengan tempat itu begitupun jendela, dan pintu belakang.
Kaos oblong hitamnya ia buka dan tarik keatas, lalu terpampanglah sesuatu yang menarik intensi Irene. Perut Seulgi berotot. Itu seperti roti sobek, Seulgi belum membuka sportbra nya namun Irene langsung teriak histeris. Ia keluar dari area itu dengan kalang kabut.
Seulgi hanya tersenyum miring kemudian menutup pintu yang Irene buka kan untuk pergi. "Dia sendiri yang memulainya" gumam Seulgi kemudian pergi ketempat pemandian.
DENAH RUMAH IRENE!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan Dan Cinta Kita
RomanceDemi menuntaskan program studinya, Seulgi pasrah ( dengan mau tidak mau) menjalan kan KKN. Ia dikirim ke desa yang membuatnya berhenti disuatu penantian. #seulrene #gxg #homophobicjauhjauh!