Let's start!

39 4 1
                                    


Suara gebrakan diatas meja tak dapat dihindari akibat sedang dilanda amarah yang meletup-letup. Pelakunya tak lain ialah lelaki bersurai hitam legam yang membanting kepalanya di atas meja dengan sangat keras. Bahkan, rekan kerjanya yang berada di seberang ruangan datang dengan tergesa-gesa.

"Lo kenapa, Ray? Bunyi apa tadi?" tanya seorang lelaki dengan mimik wajahnya yang amat panik.

Sedangkan yang ditanya seolah tak mendengar, ia masih sibuk menidurkan kepalanya di atas meja dengan mulut setia mengeluarkan kata-kata umpatan. Membuat lelaki berkemeja hitam tersebut menaruh punggung tangannya di dahi sang rekan untuk mengecek kondisinya.

"Rayen? Belum mati, 'kan? Yaampun, kepalanya jangan dibanting, kalau mati gimana? Gue nggak mau dituduh jadi pelaku pembunuhan," komentar Jevian seraya melipat kedua tangannya.

Tanpa disangka, sebuah buku berukuran sedang mendarat tepat di kepala Jevian, bahkan sang korban sampai meringis kesakitan. "Gue balikin buku lo! Buku sialan, bikin gue pengen ngacak-ngacak badan orang aja."

Namun, bukannya tersulut emosi, justru sang korban yang kini tengah diomeli, hanya bisa menarik kedua sudut bibirnya ke atas, Jevian sudah bisa menduga hal ini akan terjadi, walaupun ia tak menyangka kalau rekannya akan se-emosi ini.

Segera lelaki bersurai cokelat itu menarik sebuah kursi untuknya duduk, tangan besarnya tergerak mengelus kepala Rayen. "Sabar Ray, memangnya lo kesel karena apa? Mau bagi cerita sama gue nggak?"

"Kalau gue jadi Relo? Wafer? Kan! Gue jadi lupa namanya, tapi bocah itu pengen gua pukul kepalanya, dia tau siapa pembunuhnya, tapi dia malah bodo amat walaupun korbannya temen sekelas dia. Sakit nggak sih?" Terdengar Rayen menggeram rendah karena emosi yang semakin meluap.

Rayen Lanoren, memang tipikal manusia yang apabila diberi umpat sedikit saja, makan akan langsung disambut brutal. Tetapi, jika memang sudah menyangkut dengan pekerjaan, maka amarahnya dikendalikan, karena harus profesional, walaupun terkadang ada beberapa yang terkena pukulannya.

Dan buku berjudul 'Beautiful Life' yang dipinjamkan oleh Jevian— rekan kerja Rayen, adalah sebuah buku novel yang awal mengira hanya berisikan tentang kisah seorang remaja dengan cinta monyetnya di sekolah.

Dari melihat judul bukunya saja, Rayen langsung menolak keras. Untuk apa ia membaca kisah romantis, sedangkan hidupnya saja hanya berisikan tentang kasus pembunuhan, pencurian, menghajar orang menyebalkan dan hal lainnya yang sangat menguras emosi maupun tenaga.

Perlu kalian ketahui, Jevian juga adalah orang yang sangat keras kepala, lelaki itu kekeuh menyuruh Rayen membacanya, karena menurut Jevian, alur ceritanya cukup menarik. Memang  menarik, Rayen juga mengakuinya, tetapi kasus pembunuhan berantai yang terjadi, tidak dijelaskan dengan runtut.

"Namanya Raelo. Kalau menurut gue, wajar kalau Raelo itu cuek, dia cuma karakter figuran, mau dia tau siapa pelakunya, memang ada yang merhatiin? Mau sejago apapun, kalau dia bukan karakter utama, bisa apa?" sahut Jevian.

Kerutan di dahi Rayen semakin bertambah banyak mendengar opini yang dilontarkan oleh Jevian. "Persetan karakter, yang namanya kebenaran udah seharusnya diungkap, walaupun diterima atau enggak, setidaknya kita bersuara!" bantahnya.

"Tapi kenyataannya gitu," timpal Jevian. Tangannya segera menggenggam pergelangan tangan Rayen ketika melihat lelaki itu hendak pergi. "Mau kemana Ray?"

Volitient [Noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang