Tiba-tiba badannya gemetar hebat. Windy kehilangan kekuatannya untuk berdiri. Ia memandang sekolah itu dengan perasaan yang campur aduk.
Windy memang sering dibilang gila oleh kakak perempuannya karena kecintaannya terhadap anime. Tidak jarang juga kalau sedang lelah ia sering mengeluh seraya bergelayut di tangan mamanya.
"Ma, bisa ga sih nikah sama anime?"
"Ma, mau jadi anime"
"Ma, Zoro nyata tapi dia udah punya istri ma!"
Begitulah. Agak sedikit sinting memang.
Tapi ini keterlaluan.
Windy berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Tidak. Tidak mungkin ia masuk isekai. Mungkin ini hanya halusinasinya saja karena terlalu lelah dan memikirkan movie kelimanya Haikyuu dengan sedikit berlebihan.
Windy mencoba untuk mencubit pipinya keras-keras. Tetapi matanya tetap melihat nama sekolah itu dengan heran. Nama Karasuno tetap berada disana.
Plak!
Windy menampar pipinya keras-keras. Lagi dan lagi. Berharap nama sekolah itu menghilang dari hadapannya.
"Hei! Hei!"
Windy merasakan tangannya digenggam sangat erat. Ia menoleh.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seseorang berperawakan besar menahan tangannya sementara seorang lelaki berambut abu berjongkok dihadapannya seraya menatapnya dengan tajam.
"Kau siapa?"
Mata Windy membelalak. Ia mengucek matanya sekali lagi.
"Sugawara Koushi?"
"EHHHHH?!!! Kau mengenal wanita cantik ini, Suga!!?"
Teriakan itu memecahkan kesunyian. Windy mengenalnya. Ia mengenal kedua suara itu.
Tanaka dan Nishinoya menatapnya dengan mata yang berbinar-binar. Sementara disisi lainnya Asahi berdiri mematung, menatapnya dengan heran.
"Berisik kalian berdua!"
Windy menoleh ke arah sumber suara. Daichi menatap Tanaka dan Noya dengan kesal sementara tangannya masih menggenggam tangan kanan yang digunakan Windy untuk menampar pipinya.
Jantung Windy berdebar dengan hebat. Nafasnya tersengal. Dia tidak mempercayai hal ini. Dia tidak ingin mempercayainya. Tetapi aroma tubuh Suga tercium sangat jelas oleh indra penciumannya. Bahkan suara deru nafasnya terdengar oleh telinganya.
"Gw kayaknya udah gila"
Akhirnya ia tak sadarkan diri.
•••
Windy mengerjapkan matanya. Cahaya lampu yang sedikit menyilaukan membuat pandangannya sedikit mengabur. Ia memijat keningnya sendiri.
"Oh, kamu udah sadar"
Windy menoleh. Mamanya menuangkan segelas air putih dan menyodorkannya. "Minum dulu"
Windy berusaha untuk bangun. Ia menerima air putih tersebut dan meneguknya sampai habis. Ia menatap mamanya.
"Aku kenapa ma?"
"Pingsan" Mamanya menyimpan gelas tersebut diatas nakas. "Kayaknya temenmu tuh yang nganterin"
Windy menghela nafasnya dengan lega. Dalam hati ia menertawakan dirinya sendiri. Isekai apanya. Dia kayaknya terlalu lelah gara-gara kurang tidur dan kecapean.
"Mama kabari temen-temenmu dulu ya. Kasian daritadi nungguin tuh"
Windy mengangguk pelan. Ia kembali merebahkan dirinya sendiri. Matanya menerawang.
'Tapi tadi rasanya kayak bukan mimpi' pikirnya.
Windy memukul kepalanya sendiri. Dia mengharapkan apa? Jadi anak Karasuno? Jadi manajernya Karasuno? Dia saja tidak pandai mengatur waktu untuk dirinya sendiri sampai kelelahan hingga pingsan dijalan.
Mungkin kakaknya ada benarnya. Ia lama-lama betulan sinting kalau terus menerus menonton anime.
Mamanya kembali masuk ke kamarnya.
"Kamu ini harusnya istirahat dong. Temenmu bener-bener khawatir. Kamu tadi pas dibawa udah kayak mayat hidup tau gak?" omel mamanya. Windy tertawa pelan.
"Iya ma. Lain kali Windy ga nonton anime sampe subuh" Windy mengusap pelan tangan mamanya.
Mamanya masih menatapnya dengan khawatir. "Besok jangan dulu masuk sekolah deh"
"Lho jangan dong ma" rengeknya. "Windy gapapa kok. Besok Windy kan ulangan matematika. Nanti gabisa tukeran contekan sama Erina"
Windy mendengus pelan. "Iya iya ga nyontek. Bercanda"
"Bukan. Ulangan matematika? Kamu kan baru aja mau masuk semester pertama lo. Baru mau masuk SMA"
Windy menatap mamanya dengan heran. "Apasih ma? Windy kan udah kelas tiga SMA. Jangan ngawur deh"
"Lho? Kamu yang ngawur. Kita kan baru pindah sekolah. Kamu sendiri yang bilang kamu mau masuk SMA Karasuno"
Jantung Windy kembali berdetak sangat cepat, sehingga rasanya seluruh oksigen menghilang begitu saja dari udara. Windy menatap mamanya dengan tajam, berharap mamanya tiba-tiba tertawa dan berkata semua itu hanya lelucon karena anaknya sering berkata ingin jadi murid SMA Karasuno.
"Ma"
"Hm?"
"Tadi yang nganterin Windy siapa?"
Raut wajah mamanya kembali berseri.
"Ohh. Dia anak kelas tiga sama kelas dua di sekolah kamu yang baru. Mama gak inget sih nama-namanya. Cuma ada satu orang yang keliatannya baik banget. Bentar mama pikir dulu.."
Windy berusaha menelan ludahnya dengan susah payah. "Sugawara?"