D'TAM 55

327 26 8
                                    

5 tahun bukan waktu yang sebentar tapi terasa begitu cepat ketika hidup berdua dengan orang yang kalian cintai. Tiap hari menatap wajahnya tapi bukan rasa bosan yang didapat, yang ada malah semakin cinta.

"Good morning hubby" nah, itu sapaan selamat pagi yang wajib menguar dari Irin yang akan disambut dengan kecup mesra dari Tama.

"Pagi sayang, how was your sleep?" Tama membetulkan letak rambut Irin yang berantakan.

"Tentu aja nyenyak, kan dipelukin suami aku semaleman. I love you sayang" ujar Irin mengucapkan kalimat yang tidak boleh absen di setiap pagi mereka.

"Hm, i love you too sayang. To the moon and back" Irin tersenyum sambil menikmati belaian tangan sang suami di wajahnya, sebelum mereka memutuskan untuk menyelesaikan romantika pagi dan siap untuk pergi bekerja.

Ya, Irin masih bekerja di kantor mama sementara Tama sudah lama bekerja di kantor papa. Tama mengalah untuk keluar dari kantornya atas permintaan mertuanya untuk mengurus kantor milik papa yang akan diberikan pada Irin dan keturunan mereka nantinya.

Ngomong-ngomong soal keturunan, kehidupan pernikahan mereka memang belum diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk merawat seorang buah hati. Belum juga sampai hari ini mereka mendapatkan kabar kehamilan dari Irin. Tapi karena idealisme Tama, mereka juga memang masih di tahap berdoa dan berusaha sendiri, belum ada konsultasi lanjutan ke dokter, saat awal pernikahan, mereka memang tidak terburu-buru, karena toh masih muda, Tama juga bilang kalau sudah rejekinya, mereka nanti juga akan diberikan keturunan, mungkin saat itu mereka belum siap secara keseluruhan, entah ekonomi Tama yang akan jadi kepala keluarga, ataupun dari kesiapan mental mereka yang masih muda, tapi tak terasa, usia mereka sekarang sudah memasuki kepala tiga.

🤓

Siang itu Tama sama Irin dapat kabar ga enak yang buat keduanya izin pulang awal dari kantor. Ibunya Tama drop lagi dan di larikan ke rumah sakit.

Sebenernya sejak lahir, ibu memang hanya dilahirkan dengan satu ginjal, atau biasa disebut dengan agenesis ginjal yang berakhir menyebabkan ibu terkena hipertensi, dari hipertensi itu akhirnya berakibat pada albuminuria, kondisi saat kandungan protein di dalam urin terlalu tinggi, atau bisa dibilang ginjal bocor dan mengalami kerusakan.

Tama sedih banget dan Irin selalu ada di sisi Tama buat nenangin, tapi Tama semakin ga bisa tenang ketika ibunya memberikan wejangan.

"Nak, kayaknya usia ibu sudah ndak panjang. Ibu pingin sekali lihat cucu dari kalian. Usia kalian kan sudah ndak muda juga, mau ya? Turutin permintaan terakhir dari ibu?" pukulan telak bagi Tama yang selama ini kelihatan nunda punya anak.

Karena Irin sendiri sudah siap untuk punya momongan sejak awal menikah, dia ga keberatan jadi mama muda dan berhenti dari urusan kantornya selama membesarkan si kecil. Dalam lima tahun ini, Irin juga beberapa kali pernah usul ke Tama buat periksa ke dokter atau melaksanakan program, tapi Tama masih sama idealismenya dan Irin ga mau ribut sama suaminya, jadi di tahun ke tiga pernikahannya, dia mulai ikutan diem dan ga bahas masalah anak lagi, Irin terima kalau memang Tuhan ga berkenan memberikan mereka momongan, karena sama Tama juga dia udah bahagia, dia ga mau jadi manusia serakah yang banyak nuntut, tapi kalau udah begini, beda kan ceritanya?

"Kalau kamu masih kepikiran, apa kita ga sekalian cek aja, yang? Mumpung di rumah sakit" usul Irin pada Tama yang masih murung ketika mereka sudah keluar dari ruang rawat inap ibunya.

Untuk pertama kalinya Tama ngangguk dan setuju sama saran Irin. Tama menemani Irin ke dokter spesialis obgyn dan mendapatkan hasil yang baik, mau tidak mau ia juga turut memeriksakan dirinya ke dokter spesialis andrologi. Dan ketika mendapatkan hasilnya via email di esok hari, Tama seperti mendapatkan pukulan untuk kedua kali di tempat yang sama.

Don't Talk About MoneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang