Winter 1

61 34 58
                                    

"Setiap langkah kami lalui, membawa kami ke arah takdir. Janji ikatan bodoh yang kami ucapkan, apakah itu berlaku?"

√&_&√

Selamat membaca (⁠。⁠•̀⁠ᴗ⁠-⁠)⁠✧

Ayahku berhenti lalu menatap diriku dan aku langsung ke kamar mandi. Setelah di baju aku langsung mencium lengan tangan ayahku dan pergi dengan rasa bahagia. Aku langsung berlari ke warung bang jali yang di mana ada Selly bersama Hasan sedang mengobrol. Mereka berdua bukan orang Islam melainkan Kristen dan aku memanggil nama mereka. Mereka tersenyum sambil melambaikan tangan mereka dan aku duduk di samping Selly.

"Sel, sudah izin belum?" tanyaku dan dia mengangguk.

"Orang ibunya ada di sana," timpal Hasan dan aku menatap ibu Selly yang tersenyum ke arahku.

"Cantik juga ibunya," batinku yang tersenyum juga ke arah ibu Selly.

Aku menatap Tian, Sapri, Salsa dan Cira berlari ke arah kami. Mereka langsung pesan es untuk dahaga mereka lalu kami menuju taman dan di sana banyak orang yang berlalu lalang. Kami langsung duduk di rumput sambil membawa tugas yang belum selesai tadi di sekolah sambil memakan cemilan yang kami bawa dan angin berhembus lembut menerpa kami.
Aku yang sudah selesai menatap mereka yang masih mengerjakan lalu berlari ke arah sungai yang tidak jauh dari taman dan mereka yang selesai pun menatap ke arahku.

"Dia sangat bahagia," ujar Salsa.

"Tentu, aku harap dia hidup seperti itu mau duka ataupun suka," timpal Tian yang tersenyum dan mereka menghampiriku.

Aku yang tau mereka menghampiriku pun bersiap-siap untuk mengambil air lalu menyiramkan kepada mereka, mereka yang tidak menghindar pun terkena air dan kami langsung tertawa kecil. Hasan bersama Selly mengambil batu besar lalu aku berlari untuk menghindar dan aku menarik baju Cira yang hampir terjatuh ke sungai.

"Hati-hati, jangan sampai basah, kita belum sholat dan mengaji di masjid," ujarku dan dia tersenyum.

"Kau selalu menyelamatkan kami," batin Cira.

"Tentu," singkatnya sambil tersenyum.

Satu jam kemudian kami kembali ke taman sambil meminum es yang telah kami beli dan aku menatap anak kecil yang menatapku aneh. Aku hendak tersenyum pun tidak jadi karena anak kecil itu berlari sambil memanggil ibunya dan meracau yang tidak bisa kami mengerti.

"Hey, apakah wajahku sangat menyeramkan?" tanyaku dengan wajah sedikit kesal.

"Hahaha, tidak. Dia pasti takut karena ada Cira di sini," timpal Sapri yang langsung di lempar botol minum oleh Cira.

"Hey, jangan bikin gue kesal, napa!" kesal Cira lalu memeluk tanganku.

"Bella, kita akan selalu bersama, 'kan?" tanyanya dan aku mengangguk.

"Tentu, meskipun dunia dan takdir berkata lain," jawabku dengan tersenyum, Cira terdiam dan Tian langsung berdiri.

"Ayo berfoto," ujarnya yang langsung mengambil tongsis.

"Kapan lu bawa itu?" heran Hasan.

"Ini nih, orang yang hanya menatap satu sisi saja tidak semuanya," ledek Tian dan Hasan mencubit pipi Tian.

"Bilang apa tadi?" kesalnya sambil tersenyum kepada Tian.

"Sudah, ayolah berfoto," sahutku dan kami pun berfoto.

Kami tertawa bersama melihat hasil poto kami yang lumayan buram karena tergerak dan ada juga yang bagus. Tidak sengaja aku menatap toko aksesoris yang baru buka dan mengajak mereka untuk membeli gelang.

WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang