28

21.1K 1.4K 44
                                    

Untuk Eric dari papa.

Maaf ...

Eric, papa tak kuat lagi. Papa minta jika kamu mau menjaga adik, papa sudah katakan pada paman Veer untuk memberi nama Gabriel, bukankah bagus?

Eric, kamu hebat kamu putra terbaik papa. Maaf sayang, papa tak menepati ucapan papa untuk selalu bersamamu. Tapi Eric, percayalah papa selalu ada dihati Eric kan?

Jadilah anak yang baik, sayangi dirimu dan adik. Kau punya adik dan adik punya kamu. Maaf merepotkanmu karena meminta menjaga adik, kamu bisa di andalkan.

Saat kamu tidur di samping ranjang papa pagi itu, papa berharap selalu melihat kamu tapi balik lagi itu hanyalah harapan. Nyatanya papa di paksa menyerah, selama ini hidup papa menjadi beban bagi paman Veer. Paman Veer kakak papa yang terbaik, dia sosok pahlawan tak tergantikan. Jika ada apa-apa coba kau minta padanya, kau juga keponakannya.

Saat aku menikah dengan ayahmu? Tahukah kamu jika yang membuatku kuat adalah dirimu? Jika berharap pada Tuan Luke itu akan sulit, karena rasanya untukku hanya kebencian sedangkan kau, kau anak polos yang tertekan dengan keadaan dan aku yakin kamu anak baik. Benar saja, kau baik kau membawaku dari siksaan yang Tuan berikan, bahkan kau menjagaku. Terima kasih sayang.

Saat pertama kali kau memanggilku papa, rasanya aku senang bahkan nyaris melompat kegirangan tapi saat itu kondisimu tak baik. Lupakan hari itu, oke. Kau submisif kuat, hey ... bahkan aku yang baru bertemu denganmu saja tak menyangka jika kau submisif, ternyata kamu si manis yang kuat. Jangan pernah merasa sendiri, bukankah sekarang ada adik? Dia akan menemanimu, selalu.

Jangan berlarut dalam kepergianku, kau ber hak bahagia. Ini bukan salahmu, Eric bukan penyebab papa pergi melainkan takdir ini yang mengharuskan. Papa selalu takut saat tahu jika kondisi papa buruk, tapi setelah kamu selalu ada di samping papa rasa itu menguap bagaikan debu yang melayang entah kemana. Bukan maksud ingin menyembunyikan fakta ini, tapi papa tak mau memiliki semangat atau harapan hidup lagi, ini sakit. Papa payah sakit seperti ini tak bisa menahannya, maaf telah menjadi papa pengecut.

Papa harap dikehidupan selanjutnya, papa tak jadi papamu, karena merasa tak pantas memiliki putra yang hebat sedangkan diri papa sendiri payah dan tak berguna. Tapi papa juga ingin bertemu Eric dikehidupan selanjutnya, maaf ya jika papa lancang.

Sampai jumpa sayang, papa menyayangimu. Selalu.

Papanya Eric dan Gabriel

Eric terisak meremas surat itu, ia benar-benar benci dengan yang namanya surat. Tapi untuk surat ini, ia akan menyimpannya karena itu tulisan papanya. Eric masih merasa ini mimpi, tapi kenapa jika ini mimpi ia tak bangun-bangun dari mimpi buruk ini? Apa tak ada yang berniat membangunkannya. Sekali lagi, Eric mengepalkan tangannya, karenanya nyatanya ini bukan mimpi. Tapi takdir yang pahit yang harus ia terima.


Raga yang sudah kosong tanpa nyawa itu bahkan sudah melebur menjadi abu, padahal kemarin Eric masih mendengar suara halus nan indah saat sang papa bernyanyi.

Angin malam menerpa wajahnya, bayang-bayang Chiro tak pernah pergi dalam dirinya. Sampai kapanpun Eric tak akan menganggap Chiro tiada. Andai ia tak tidur, mungkin ia bisa negosiasi pada Chiro. Nasi sudah menjadi bubur, Eric tak bisa melakukan apa-apa lagi. Sepanjang hari hanya mengenang yang bisa ia lakukan, ini seperti mimpi tapi ini nyata bahkan sekarang abu sang papa sudah di simpan di rumah duka.

"Pa, kenapa pergi tanpa diriku?" Eric melihat langit kelam tanpa bintang. Bahkan saat ini langit.

"Di sini sakit." Eric mengadu yang mungkin hanya bisa di dengar angin malam. Tapi bocah itu yakin Chiro bisa mendengar raungan kehilangannya, raungan rindu pahit yang tak akan ada ujungnya.

Eric selalu menyesal akan perbuatannya di masa lalu, bagaimana ia membuang bekal dari Chiro, bagaimana ia mengatakan Chiro hanya pelayan baru. Bahkan Eric pernah akan memukul Chiro untuk saja Zoro menahannya.

"Lalu siapa yang akan membuatkan aku bekal?" ucapnya sendu, bagaimana hari-harinya tanpa Chiro? Eric tak sanggup.

Nyatanya tak selamanya ibu sambung itu buruk, justru bahkan bisa lebih menyayanginya. Eric menyesal sampai rasanya ia malu untuk menatap cermin, melihat pantulan anak biadab yang mengerikan, ia sama monsternya seperti sang ayah.

"Tidak ... tidak, aku bukan monster!" Eric memukul-mukul kepalanya, tubuhnya luruh pada dinginnya lantai. Meraung, meringkuk menyedihkan dan terus merasa bersalah. Mentalnya tak sekuat orang lain, ia selalu terguncang.

Rasanya ini tahun kehancurannya, dimana menghadapi perpisahan orang tua, dilecehkan dan sekarang harus kehilangan rumahnya. Lalu ia harus berlari kemana? Rumahnya roboh di terpa badai kencang sampai membuatnya terluka.

Bukankah ini salahnya? Ini semua salahnya, andai jika ia bersikap pada Chiro mungkin papanya itu tak akan meninggalkannya.

Malam ini Eric menangis pilu, siapapun yang mendengar tangisnya akan merasakan sakit. Suara raungan rindu itu terdengar menyedihkan menyayat hati, kehilangan papa yang sudah menjadi tempatnya bergantung bukanlah hal kecil.

"Aku ingin ikut papa."



_____

Siapa yang kasihan sama Eric?

Destroyed [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang