chapter 9 - lubang cacing

1K 122 21
                                    

Suasana kembali ramai hari ini. Para setan– maksudku member sudah kembali dari kandang dan berkumpul di penampungan perantau ini. Ketenangan yang sudah menetap selama seminggu terusir oleh rentetan riuh rendah.

Persis sebelum-sebelumnya, tepat setelah melewati ambang pintu yang mereka cari adalah aku. Tampak sangat merindukanku, eoh? Aslinya mereka hanya ingin menjadikanku pesuruh untuk membereskan barang bawaan atau semacamnya. Maaf sekali, tapi aku tidak bisa memenuhi panggilan karena sibuk meratapi kedamaian yang telah pergi seraya mengubur diri di bawah selimut.

Penderitaan jilid sekian telah dimulai.

"Hyuuuuuuung!" Ini Jisung. Dia memang tidak akan menyerah sebelum benar-benar menemukanku.

Menguar sampai sebatas mata, kulihat dia celingak-celinguk. "Apa?"

"Eh?" Jisung kaget, terlonjak kecil. "Kenapa hyung di situ? Bukannya itu kasur Jaemin hyung? Kalian tukar tempat?"

Jaemin yang memindahkanku untuk membereskan bukti persenggamaan kami. Woah. Kalau kukatakan ini, Jisung pasti akan pingsan berdiri. Ji, andai kamu tahu dua hyungmu yang seperti Tom and Jerry habis perang desah tadi malam. "Sebenarnya tujuanmu apa selalu mencariku, Ji?"

Serius. Aku penasaran kenapa dalam perkara Jisung, dia akan mencariku tiap pulang dari manapun. Bahkan mau-mau saja mengelilingi dorm sembari terus berteriak "Renjun hyung! Renjun hyung!" lalu baru diam saat aku sudah menyahut.

Jisung memiringkan kepala sedikit– gestur khasnya ketika berpikir. "Aku hanya merasa harus menemukanmu. Itu sudah seperti kebiasaan."

"Lantas saat kutanya kenapa, kamu akan bilang 'tidak ada apa-apa'. Padahal saat mencari, kamu berisiknya seperti anak itik yang kehilangan induk, tahu?"

Desis jengkelku ditimpali senyum selebar daun teratai oleh Jisung. Bilangnya, "Hehe. Aku hanya perlu tahu keberadaanmu dan kalau sudah ketemu, yasudah."

Sungguh tidak masuk nalar.

Si tiang mengimbuh. "Tapi kali ini aku mencarimu karena memang ada perlu."

Awas saja kalau tidak penting. Semisal hanya ingin menanyakan soal rubik yang hilang, akan kukempit kepalanya di ketiak! "Apa?"

"Eomma menitipkan makanan untukmu. Akhir-akhir ini dia belajar membuat masakan Italia. Katanya kamu harus mencoba dan memberikan review. Eomma juga memintamu menelpon nanti. Saranku hyung jangan terlalu jujur, kemarin aku kena semprot setelah sebelumnya dia memintaku untuk objektif selama penilaian."

Selalu saja ada cerita atau aduan yang Jisung bawa ke hadapanku setelah berjumpa Eommanya, lucu sekali. "Baiklah. Sebentar lagi aku ke bawah."

Patut diketahui, sebentar bagiku berdurasi antara 30-60 menit, namun kali ini aku berbaik hati melebihkan 10 menit. Masakan yang Jisung beritakan keberadaannya di meja makan sudah mendingin dan aku terlau malas untuk memanaskannya. Karena ya, kalian tahulah, gaya berjalanku agak terganggu dan aku tidak mau menimbulkan pertanyaan yang nantinya akan sulit kujawab.

Jisung entah di mana, sementara ruang tengah diisi Jaemin dan Jeno, permainan vidio game mereka, umpatan-umpatan berintonasi berat dan televisi menyala sendirian.

"Titipat dari Mama." Serta merta kalimat ini ada bersama segumpal Chenle yang berdiri di sampingku. Aku mengerjap, takjub dengan langkah kakinya yang sama sekali tak terdeteksi oleh telinga.

Tanpa bicara aku meraih paperbag yang dia taruh di meja, dekat gelas minumku. Isinya kue bulan dan teh siap seduh dengan varian rasa berbeda. "Sampaikan terima kasihku pada Mamamu," ucapku dengan dibubuhi sejumput senyum.

"Kenapa tidak kamu bilang sendiri saja." Chenle jutek sambil duduk di seberang– berjarak satu kursi agar tak bertatap langsung denganku –turut mengambil piring. Matanya berlarian mencari mangsa yang cocok mengisi perut siang ini.

cromulent | jaemrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang