Kelinci kesayanganku baru saja melahirkan enam anak kelinci, yang aku beri nama sendiri, karena kedua orang tuanya tidak bisa memberikannya nama. Dan keseharian anaknya, aku pula yang memberikannya nafkah, karena kedua orangtuanya tidak mumpuni untuk mencari nafkah, sebab aku kurung di dalam rumahku, dan aku larang meminum kopi.
Dan salah seorang yang sangat gemas dengan keenam anak kami, adalah sahabatku, Rama. Baru saja kemarin, ia datang ke rumah, dan ingin membawanya sepasang saat ia pulang. Tapi kataku, jangan! Karena kelinci tidak suka ayah tiri!
*****
Belakangan ini aku baru mengetahui kalau ada sebuah ciptaan tangan manusia yang berwujud campuran eskrim dan oreo. Itu sangat enak dan aku suka. Tapi kata Kakakku, mengonsumsi makanan seperti itu baiknya jangan terlalu banyak, karena segala apa pun yang berlebihan itu tidak baik dan Barista yang membuatnya bisa kelelahan nantinya. Tapi kataku, itu malah bagus, karena dapat menaikkan omset penjualan si barista jika aku sering memesannya.
Dan kadang-kadang aku suka kopi, kadang-kadang juga tidak. Tergantung waktu. Jika pagi, sakit perut akan menghantuiku setelah meminumnya. Aku lebih suka durian, dan semua ciptaan Tuhan yang bisa kumakan dengan nikmat dan kenyang.
Baru saja seminggu yang lalu, sahabatku, Rama, datang ke rumahku membawakan dua buah durian yang kami makan sama-sama. Saat ia datang kemari, aku cukup terkejut karena ia tidak bilang terlebih dahulu. Mungkin karena kepadatan jadwalku dan jadwalnya yang tak bisa disamakan perihal waktu untuk bertemu. Saat ia datang, sontak aku berpikir, ini orang pasti ada main. Begitu kira-kira di dalam pikirku yang mengikuti gaya bicara bapak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Tujuan ia datang kemari adalah memberitahu perihal kisah yang Chana sharing dan ia publikasikan di kanal Wattpad pribadinya. Saat aku tahu, aku kembali terkejut karena Chana menulis kisah kami dan mempublikasikannya. Aku hanya takut Chana menulisku sebagai pribadi yang suka meminum air laut jika kehausan.
Sahabatku memintaku untuk membuat versi dari diriku, dalam menggambarkan kisah kami, kisah Rumi & Nadien Chana. Sebetulnya merangkai cerita meski alurnya kisahku sendiri, adalah hal yang baru aku coba dan pelajari. Jadi, aku terima tawarannya itu, dan meminta maaf jika yang kuceritakan padanya kurang bisa dicerna, dan aku juga tahu bahwa sahabatku itu, tidak begitu jago amat dalam hal menulis, amatir dan ngantukan.
Tapi aku apresiasi. Ia adalah sahabatku, meski tidak kenal dari kecil, tapi ia sangat bisa menjadi teman berbagi ceritaku. Dalam pandanganku, ia adalah pribadi yang jarang sekali serius, selalu bercanda dan menimpali apa pun dengan santai. Perlahan aku pun tahu, ia bukan tidak bisa serius, melainkan tidak pandai serius. Dan, kadang-kadang, sikap ia juga cukup dewasa. Entah dewasa tontonan, atau hal lain yang bisa disebut dewasa.
*****
Setelah kubaca kisah yang Chana ceritakan, cukup membuat aku dan sahabatku tertawa, karena Chana cukup serius dalam menceritakan kisah kami. Karena sebetulnya, aku pun sama dengan sahabatku yang jarang menanggapi apa pun dengan serius. Maksudku, tidak dalam hal berhubungan dengan Chana, tapi dalam keseharian kami. Aku tidak begitu serius atau istilahnya 'dramatisasi'.
Chana memang kadang suka sebal kalau aku terlalu sering bercanda. Ia suka sukali menjewer telingaku, tapi aku mencium keningnya agar ia tidak menjewer keduanya.
*****
Aku akan mencoba sejujur mungkin, dalam menceritakan kisah kami, yang nantinya kembali dirapikan oleh sahabatku sesuai kemampuannya dalam penulisan dan berdoa.
Dan untuk beberapa tokoh, tempat, ataupun harga makananan yang terdapat di dalam kisah ini, akan disamarkan, sesuai dengan yang sahabatku beritahu padaku kemarin saat ia datang kepadaku. Aku sangat setuju. Karena mengenalku tidak wajib, yang penting kau mengenali siapa Tuhanmu dan siapa sejatinya dirimu.
Dengan segelas fanta dan bismillahirrahmanirrahim, kumulai kisah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumi & Nadien Chana (Dari Rumi)
Teen FictionTepat sepekan yang lalu, saya mencoba megunjungi sahabat saya, Rumi. Tanpa pemberitahuan dan mandi, saya datang dan Rumi menyambutku dengan setelan seadanya seperti saat bangun tidur. Saya memberitahunya tentang apa yang telah saya tulis sebelumnya...