1.
Dengan menyebut nama Tuhan-ku, kuperkenalkan namaku yang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz-Nya, yaitu sebagai seorang anak laki-laki bernama: Rumi. Yang lima puluh tahun lagi tidak pantas menyandang kata sebagai anak laki-laki. Aku memiliki kaki empat, lima tangan, dan sepuluh telinga, itu kalau aku sedang berkhayal. Kadang-kadang, aku lebih suka sendiri, karena saat sedang sendiri aku jadi tidak perlu khawatir makananku diminta oleh orang yang bersamaku. Saat sedang minum, aku mah tidak suka mengunyah air minum, seperti pada umumnya manusia.Aku pernah bertanya pada Kakakku, di mana aku dilahirkan. Ia menjawab: "Di rumah sakit,"
Lalu aku bertanya kembali, siapa nama Dokter yang membantu Mama mengeluarkan aku? Tapi Kakak tidak memberitahu sebab ia juga tidak menanyakan hal itu pada Dokter. Dan Kakak bilang padaku: "Nggak usah tahu siapa nama Dokternya, yang penting kamu udah lahir di Bumi dan makan yang banyak,"
Padahal, aku hanya ingin tahu siapa nama Dokter itu, agar aku bisa memberi tahu ke kamu juga siapa yang membantu Mama. Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Semoga Dokter itu diberikan keberkahan hidup sampai anak cucunya.
Tapi, aku tahu, aku lahir di Jakarta. Waktu Subuh di bulan Ramadhan tahun dua ribu. Mungkin saat itu, saat aku menangis untuk pertama kalinya, saat itu juga ayam berkokok. Terus, habis itu ayamnya dipotong untuk syukuran karena lahirnya aku. Bisa jadi. Kasihan juga pada ayam itu.
Aku menghabiskan masa-masa Sekolah Dasar di salah satu SD di daerah Sukabumi, Jakarta Barat. Di sana aku menghabiskan waktu sebagai pelajar cilik yang suka menghabiskan makanan di kantin karena ibu kantin jualan dan aku beli. Waktu itu, aku ingin sekali membeli semuanya, agar ibu kantin pulang lebih cepat dan tidak jualan sampai sore agar tidak lelah. Tapi, aku hanya memiliki ongkos seadanya. Hanya cukup untuk membeli lontong dan gorengan pastel yang dilumuri sambal kacang yang masih kuingat sampai sekarang. Itu cukup enak, dan aku bangga memiliki ibu kantin sepertinya.
Masa-masa SMP dan SMA, bergeser sedikit ke daerah Jakarta Selatan. Tidak lebih dekat dengan rumahku memang, tapi setidaknya aku jadi memiliki relasi yang lebih luas sebagai seorang remaja yang ingin menjadi Superman.
Tapi, saat SMA, aku hanya menghabiskan paruh waktu di Jakarta sebelum aku lulus. Setelah itu, aku pindah ke salah satu SMA di Kabupaten Bandung, dan tinggal bersama Kakak dan Suami sampai aku lulus di sana. Sedikit-sedikit, aku jadi mengerti bahasa Sunda semenjak aku SMA di sana. Tapi, jika teman-temanku sudah berbicara penuh dengan bahasa Sunda yang faseh, kepalaku jadi pusing sedikit.
2.
Kadang-kadang, aku merasa sedih jika waktu perkenalan lingkungan Sekolah saat pertama kali aku harus naik kelas. Aku banyak melihat teman-teman bersama kedua orang tuanya yang mendampingi. Tapi, Kakak langsung mengerti dan memelukku saat ia menemaniku di hari pertama Sekolah.Ayah dan Mamaku, dengan izin Allah ia harus berpulang tepat di hari kelahiranku. Mungkin aku memang tidak pernah merasakan kasih sayang orang tua secara langsung, tapi kehadiran Kakak menurutku adalah bentuk kehadiran kedua orang tuaku. Karena Kakak adalah pemberian dari kedua orang tuaku sehingga aku tidak menjadi kesepian. Juga Bibi, Paman, dan Sepupuku yang setiap sepekan sekali menengokku ke rumah saat Kakak mulai diboyong oleh Suaminya untuk tinggal di rumahnya yang berada di Kabupaten Bandung. Kalau Bibi, mungkin hampir tiap hari.
3.
Oh, ya. Bibi adalah adik dari Ayah. Memang benar, Bibi yang paling sering menengokku ke rumah. Beliau biasanya memasak dan sudah siap saji saat sepulang aku Sekolah. Yang paling aku suka adalah ikan sambal balado. Biasanya, aku makan dengan nasi yang masih hangat. Itu adalah makanan favoritku yang dimasak Bibi.Ia memiliki dua anak perempuan, seumuran dengan Kakakku. Yang pertama namanya biasa kupanggil Kak Iren, bernama lengkap Iren Puspita, perempuan berkacamata. Sekarang, Kak Iren sedang menempuh S2 di salah satu Universitas di Jakarta. Anak perempuan kedua Bibi, adalah Sarah Puspita, atau biasa dipanggil Kak Sarpus, singkatan dari namanya. Kalau beliau, baru saja lulus menjadi Sarjana Pertanian. Ia selalu membahas tumbuhan, tapi aku bilang padanya, aku hanya menyukai tanaman Kaktus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumi & Nadien Chana (Dari Rumi)
Fiksi RemajaTepat sepekan yang lalu, saya mencoba megunjungi sahabat saya, Rumi. Tanpa pemberitahuan dan mandi, saya datang dan Rumi menyambutku dengan setelan seadanya seperti saat bangun tidur. Saya memberitahunya tentang apa yang telah saya tulis sebelumnya...