Syafa sedikit kesal karena malam ini, kakeknya membujuknya untuk ikut ke pesta. Di temani nenek dan mamanya yang juga mendesaknya, akhirnya ia mau ikut. Papanya tidak tahu jika ia dibujuk sedemikian rupa agar ikut. Jika sampai tahu, Syafa yakin papanya akan memusuhi orang serumah karena memaksanya ikut.
Turun dari mobil, ia hanya mengikuti kakek dan mamanya. Neneknya disampingnya, menggandeng lengannya erat. Sementara papanya tidak ikut karena kurang menyukai acara seperti ini. Entah apa yang membuat ketiga orang itu mendesaknya untuk ikut, padahal mereka tahu betul, Syafa tidak suka acara seperti ini.
Suasana gedung tampak mewah dan berkelas. Tamu-tamu sudah berdatangan memenuhi ballroom. Syafa tampak seperti orang udik di antara kerumunan tamu-tamu yang hadir. Kakeknya menyapa sang pemilik acara, seorang pria seusia kakeknya yang memiliki kekayaan fantastis. Pantas saja pesta ulang tahun saja sangat megah seperti ini.
Syafa dan yang lainnya hanya mengikuti kemana kakeknya melangkah. Memperkenalkan Syafa dengan para rekan bisnisnya. Memuji Syafa setinggi langit hingga Syafa malu sendiri. Namun para relasi kakeknya itu juga terlihat menatap kagum padanya, membuat Syafa sedikit tidak nyaman.
Mata Syafa berkeliling, mencari keberadaan Om dan tantenya. Ia jenuh, karena sedari tadi hanya mendengarkan omong kosong mamanya seputar anak para rekan bisnis mereka. Dan yang tidak ketinggalan dibahas, adalah seputar Alex dan bibit bebet bobotnya. Syafa sampai bosan sendiri mendengarnya.
Sampai ketika matanya berkeliling sambil tangannya mengapit lengan sang kakek, netranya tidak sengaja melihat seseorang yang tidak asing baginya. Orang itu juga menatapnya dengan tatapan datar, seperti biasanya. Syafa langsung mengalihkan pandangannya dan menyalami seseorang yang dikenalkan oleh kakeknya.
Sebuah perbincangan basa basi yang membosankan. Dan beberapa menit kemudian, seseorang terdengar memanggilnya. Syafa menoleh dan mendapati Alex bersama kedua orang tuanya berjalan ke arah mereka.
Kakek, nenek dan ibunya terlihat antusias menyambut keluarga Alex. Sepertinya mereka semua sudah saling mengenal dengan baik. Hingga kedua orang tua Alex terlihat sangat menyukainya meskipun mereka baru pertama kali bertemu.
Jangan bilang mereka semua merencanakan perjodohan dibelakangnya. Jika papanya sampai tahu, papanya pasti akan mengamuk dan akan menuduh semua orang rumah memaksanya. Papanya benar-benar kelewat over protektif, dan karena itu Syafa akan memilih diam saja dari pada terjadi keributan di rumah mereka.
"Waaaah, cucu anda benar-benar sangat cantik Bu Sarah." Mama Alex sedari tadi tak berhenti menatap dan memujinya. Membuat Alex yang ada di belakangnya terlihat salah tingkah sendiri.
"Terimakasih atas pujiannya Bu Santi. Alex juga sangat tampan. Ngomong-ngomong, apa Alex sudah punya calon?" Syafa ingin sekali membungkam mulut neneknya karena mengeluarkan pertanyaan tidak penting itu. Kenapa kesannya ingin menjodohkan seperti itu. Jika papanya sampai tahu, mamanya pasti akan dimarahi habis-habisan.
"Setahu saya belum. Entahlah, Alex ini kok susah cari pasangan. Padahal kami sebagai orang tua tidak menargetkan apapun untuk calon menantu dari anak bungsu kami."
"Mungkin belum ketemu jodohnya Bu Santi."
"Saya nggak keberatan kalau kita besanan. Sepertinya usia mereka nggak beda-beda jauh."
"Ma, apaan sih." Alex menyenggol lengan mamanya, malu dengan keinginan terang-terangan yang diungkapkan oleh mamanya. Padahal dirinya sama sekali tidak keberatan jika di jodohkan dengan Syafa.
"Kalau saya sih seneng banget Bu Santi. Cucu saya ini juga nggak pernah kelihatan dekat dengan laki-laki. Saya sampai bingung. Udah kebelet pengen nimang cicit."
"Bu Erika gimana?" Tanya Santi kemudian, seperti sangat bersemangat membahas seputar perjodohan.
"Kalau saya terserah anak-anak Bu Santi. Sekarang bukan zaman Siti Nurbaya lagi. Dan saya yakin, suami saya akan menceraikan saya jika sampai menjodoh-jodohkan Syafa dengan pria yang tidak diinginkan putrinya."
Semua orang tergelak mendengar penuturan Erika. Tidak menyangka selera humor Erika benar-benar tinggi. Tanpa mereka sadari itu benar-benar kenyataan. Salman pernah mengancamnya jika sampai memaksa Syafa untuk hal apapun. Suaminya itu jadi over protektif pada putrinya nyaris seperti orang gila. Ia dan Ega terkadang heran sendiri melihatnya.
Perbicangan mereka berlangsung hangat. Rudi dan Bambang Hendarto, Ayah Alex membahas kerjasama bisnis yang mereka jalankan. Mama dan neneknya berbincang bertiga, seperti meninggalkan dirinya agar bisa bicara berdua dengan Alex. Padahal, Syafa kebingungan mencari topik yang akan dibahas jika bersama Alex.
"Hai semua, sudah lama." Syafa menoleh, mendapati keluarga Rafael sudah ada dibelakangnya. Ada Rafael dan istrinya, serta Zelin yang berdandan luar biasa cantik dan cetar malam ini. Gadis cilik itu menatap berbunga-bunga dan penuh cinta pada Alex.
Dan yang membuat Syafa tidak nyaman, adalah kehadiran adik dari tantenya. Entah apa motif pria itu mengikuti keluarga Om-nya. Padahal Syafa tahu, hubungan keduanya masih kurang baik sampai sekarang.
"Hai Raf, kau terlambat." Rudi menepuk pundak anak bungsunya itu. Sedangkan Friska menyapa yang lainnya, termasuk keluarga Alex.
"Ya begitulah pa. Kami harus nunggu Zelin dulu. Saat tahu kami mau ke pesta rekan kerjaku, ia ngeyel ingin ikut. Dan kami harus menungguinya setengah jam untuk berdandan."
"Paaa!!" Zelin memberengut malu saat Rafael membuka rahasianya di hadapan umum. Memang ia ngeyel ingin ikut ke pesta karena tahu dari mamanya akan ada keluarga Om Alex. Tapi, seharusnya papanya tutup mulut. Kenapa ember seperti itu.
"Oooh, maaf princess-nya papa. Tadi papa salah bicara. Mamamu yang berdandan sangat lama. Tapi, kau yang paling terlihat cantik malam ini." Rafael harus berkata seperti itu. Jika salah sedikit saja, ia yakin Zelin yang arogan tidak akan mau bicara dengannya berhari-hari.
"Waaaah, Zelin, kau terlihat sangat luar biasa malam ini. Kau dandan sendiri." Wajah Zelin langsung berbinar mendengar pujian Alex. Gadis cilik itu langsung mengangguk bersemangat, Alex mengusap rambut Zelin yang dikepang rapi, membuat wajah gadis itu memerah seketika. Hanya Syafa yang menyadari hal itu, bahkan Alex tidak menyadarinya.
"Ini anak keduanya Bu Friska. Sudah besar. Padahal dulu waktu saya ketemu terakhir kali masih di gendong." Sapa Bu Santi, ia gemas dan membelai pipi gembul Zelin, membuat Zelin semakin berbunga-bunga.
"Oh ya, Pak Revan, Pak Rendi tidak ikut malam ini." Bambang menyapa Revan, lelaki itu menyalami ayah dari rekan bisnisnya itu, ekor matanya menatap tajam pada Syafa.
"Papa saya tidak bisa hadir, ada halangan. Jadinya saya datang sendiri."
"Nak Revan ini sebaya sama Alex ya, di lihat-lihat kayak seumuran." Santi melihat Revan dan Alex bergantian, membandingkan keduanya.
"Saya lebih tua dua tahun Bu."
"Oooh, kayak seumuran."
Perbincangan selanjutnya basa-basi yang membuat Syafa bosan. Semua larut dalam perbincangan, bahkan Alex pun jadi membahas bisnis dengan Revan. Sepertinya lelaki itu sengaja mengalihkan perhatian Alex darinya. Dasar kurang kerjaan.
Karena bosan, Syafa pamit terlebih dahulu dengan alasan ada pasien dadakan di rumah sakit. Kakeknya menawarkan sopir, namun Syafa menolak dengan alasan sudah memesan taksi. Alex pun menawarkan diri untuk mengantar, namun juga di tolak.
Syafa keluar dari gedung sambil memesan taksi. High heels nya membuatnya susah berjalan cepat. Ia sampai di pinggir jalan dan menunggu taksi online yang ia pesan.
Syafa terkejut saat sebuah mobil mewah berhenti di hadapannya. Kaca mobil terbuka dan memperlihatkan sosok yang sudah tidak asing baginya. Orang itu menatapnya tajam, membuat Syafa tidak nyaman dan ingin segera pergi.
"Masuklah."
![](https://img.wattpad.com/cover/352867096-288-k779230.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Frozen Flower (On Going)
RomanceSyafa Armita Radjasa, wanita yang semasa gadisnya sangat ceria itu kini berubah 180 derajat setelah dewasa. Keadaan dan trauma membuat psikis dan mental sedikit terganggu, dan hal tersebut itu hanya di ketahui oleh ayahnya saja. Profesinya sebagai d...