Jaemin menengadah. Menatap belokan tangga diatasnya. Memastikan tak ada seorang pun yang mengawasinya.
Ia berjalan mengendap-endap sambil membawa tas punggungnya. Jaket tebal yang membungkus tubuhnya membuatnya kesulitan saat menaiki tangga.
Di luar sana, hujan salju mulai menderas diiringi dengan tiupan angin yang kencang. Udara terasa dingin menusuk tulang.
Jaemin terus melangkah naik. Sesekali berhenti untuk menarik nafas panjang. Kepulan asap keluar dari setiap tarikan nafasnya.
Ini adalah tempat tinggalnya. Sebuah perumahan sewa dengan deposit yang tak terlalu tinggi. Letaknya lumayan strategis dan dekat dengan sekolahan. Minusnya, tak ada lift disini.
Dengan jumlah kamar yang lumayan banyak dan memiliki lima lantai, Jaemin sering kesulitan saat hendak menuju kamarnya di lantai teratas.
Klik...
Jaemin menutup pintu ruangannya. Ia meletakkan tas ranselnya di rak dekat dengan pintu masuk. Setelah melepas sepatu dan jaketnya, ia melangkah masuk.
Ruangan tempatnya tinggal ini tak begitu luas. Mungkin setengah dari ruangan kelas. Ada ruang tamu yang menyatu dengan dapur dan hanya dibatasi sekat tipis. Kamar mandi dan tempat cuci ada di samping dapur. Selain itu, ada sebuah kamar lengkap dengan ranjang yang berukuran single size.
Lampu ruangan berwarna kuning temaram, membuat suasana tampak sedikit remang. Jaemin berjalan menuju kulkas. Membukanya dan mengabsen beberapa bahan makanan sisa.
Tak ada banyak yang tersisa. Hanya botol-botol air mineral, soft drink, telur yang tinggal tiga biji, juga beberapa asinan lobak dan kimchi yang entah masih bisa dimakan atau tidak.
Jaemin menarik nafas panjang. Tangannya bergerak membuka lemari kecil diatas dapurnya. Ada beberapa botol minyak dan juga tepung. Serta beberapa bungkus ramen. Ia mengambil sebuah ramen dan memasaknya.
Jarum jam bergerak perlahan. Suara detaknya terdengar memenuhi ruangan. Disusul suara mendesis dari air yang direbus Jaemin.
Malam mulai larut. Jarum jam menunjuk angka sebelas.
"Jjalmeokgesseumnida!" Jaemin membawa panci mie nya ke meja tamu. Sembari memainkan ponselnya, ia menikmati ramen itu.
Jempol tangannya bergerak lincah mengecek pesan yang masuk di ponselnya.
Kebanyakan adalah tentang pemberitahuan pembayaran kartu kredit yang masuk masa tenggang. Atau tagihan ini lah, tagihan itu lah.
"Ahh, kenapa banyak sekali tagihan yang harus ku bayar? Sedangkan tak ada satu peser pun uang yang masuk ke dompetku," keluh Jaemin.
Ia menghabiskan sisa-sisa terakhir kuah ramennya. Tanpa merasa perlu memberesi peralatan bekas makannya, ia berjalan menuju kulkas dan mengambil sebuah softdrink lantas menenggaknya.
Tring...
Ada sebuah pesan masuk. Jaemin menyambar ponselnya. Merebahkan tubuhnya ke atas sofa sambil tidur terlentang.
✉️ Sajangnim :
Jaemin ssi, kau sudah pulang? Kenapa sulit sekali menemuimu akhir-akhir ini? Biaya sewa kamarmu akan berakhir Minggu depan. Jika tak segera membayar biaya tunggakan, terpaksa aku harus mengusirmu."Ah~" Jaemin menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Sekarang, masalah muncul lagi.
Jika ditotal, dirinya memiliki tagihan kurang lebih 500 ribu won yang harus dibayarkan. Sedangkan, total saldo di buku tabungannya tinggal 50 ribu won. Itu pun entah cukup atau tidak untuk biaya makan hingga akhir bulan nanti.
Kecuali kalau dirinya terus berhemat makan ramen. Itu tidak mungkin. Ia akan mati dengan tubuh membengkak karena kebanyakan makan ramen.
"Sudahlah. Akan ku pikirkan besok. Aku ingin tidur sekarang," gumam Jaemin. Ia menarik selimut hingga batas lehernya lantas mulai tidur. Meringkuk di sofa depan tv.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unholy || nomin 🔞
Fanfiction⚠️⚠️ PERINGATAN!!⚠️⚠️ ADULT AREA 🔞 HOMOPHOBIC GO AWAY 🔞 ______________________________ Lantaran terjerat hutang, Jaemin memutuskan pergi dari kampung halamannya ke Seoul untuk mencari kerja sekaligus bersekolah. Nyatanya, mencari pekerjaan di ko...