halaman 2

0 0 0
                                    

Selesai makan Diana mengambil laptop dan membuat beberapa analisis Tentang mikroorganisme yang akan dipresentasikan besok didepan Prof,

Adams. Seorang profesor yang sudah mengabdi selama lebih dari tiga puluh tahun.

Bagi Diana Prof. Adams adalah seorang senior sekaligus guru. Pria itu menyambutnya sangat baik ketika pertama kali menjadi peneliti, ia memberikan bimbingan dan juga masukan yang sangat membantu.

Setahun lalu Prof. Adams di pindahkan ke laboratorium buana untuk menjadi kepala lab sekaligus memimpin penelitian tentang Microbiome bacteria yang hidup pada kulit katak Sepeninggal prof. Adams Diana merasa sedikit kesulitan, ia tidak bisa lagi mengandalkan Prof. adams untuk permasalahan rumit yang dihadapi.

Karena itulah saat lab pusat memberikan pengumuman bahwa lab buana membutuhkan peneliti baru, Diana langsung mengajukan diri.

Ia tidak masalah. walaupun harus tinggal di pinggir kota yang jauh dari keramaian. Dan tak apa berjauhan dari keluarganya yang tinggal di pusat kota.

Karena memang impian Diana adalah menjadi peneliti hebat dan Prof. Adams adalah jalan terang yang membuat Diana yakin impiannya sudah semakin dekat.

Tak peduli seberapa aneh pandangan orang lain tentang Prof. Adams, bagi Diana pria baruh baya itu adalah orang hebat yang baik hati.

Memang banyak rumor di lab pusat tentang prof. Adams. Salah satunya adalah banyak orang meyakini bahwa pria jenius itu tersebut adalah seorang kanibalisme.

Tok... Tok...

Diana menghentikan kegiatannya mendengar ketukan pada pintu kamar.

"Diana, kamu didalam?" tanya Lorena sedikit keras dari luar kamar.

"Iya, sebentar," Diana menutup laptopnya, lalu segera bangkit dari duduk untuk membukakkan pintu.

Lorena masuk membawa nampan besar ditangannya, "Selamat makan, Diana, " sapa lorena menyodorkan nampan tersebut pada Diana.

"Terimakasih," Diana menerimanya, tidak sengaja menyentuh tangan Lorena yang terasa sangat dingin. Aneh. kenapa tangannya sangat dingin? Pikir Diana.

Walaupun cuaca disini memang dingin tapi tidak akan sampai sedingin itu.

Lorena menarik tangannya, ia tersenyum manis lalu beranjak pergi.

Diana masih sempat memandangi wajah Lorena sebelum pintu ditutup. Diana baru menyadari kalau Lorena memiliki wajah yang sedikit pucat,

ia tidak ingin berprasangka buruk namun bagaimana kalau Perempuan itu sedang tidak sehat.

Apa dia sakit? Diana menggeleng pelan, ia menyimpan Makanan tersebut kedalam lemari es mini.Perutnya belum begitu lapar sekarang.

Di luar kamar
Diana menyambar cardigan hitam yang menggantung dibalik pintu, ia masih penasaran tentang keadaan Lorena. Apa dia sakit?

Dari yang Diana lihat perempuan itu baik dan juga ramah, jika dia memang sedang sakit Diana ingin membantu.

Lorong asrama sangat sunyi pada malam hari, lampu di sekitar dinding juga tidak begitu terang.

Sssttt.....

Sstttt...

Diana menatap sekilas pada kamar nomor 14, apa ada orang didalam? Seperti ada yang mendesis dari dalam.

Diana mendekatkan telinganya pada gagang pintu untuk mendengar lebih jelas. Sayup-sayup Diana mendengar suara
tangisan, pelan dan seakan datang dari jauh.

"Siapa yang menangis malam-malam begini? "

"Apa yang kamu lakukan? "

Seseorang menyentuh pundak Diana membuat gadis itu terlonjak kaget......

                                   ****

Bersambung....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kamar nomor 14Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang