Langkah kaki itu sedikit gemetar menuruni satu per satu anak tangga, sedangkan telapak tangannya yang memegang sebuah sapu telah basah dipenuhi keringat, begitu pun dengan dahinya. Sesampainya di lantai dasar, ia segera menggapai saklar lampu sehingga maniknya dapat memindai semua hal yang berada di ruangan luas itu.
Kosong dan sepi.
Saat ini maniknya tertuju pada pintu geser yang menghubungkan langsung dengan kolam renang. Benda yang terbuat dari kaca itu membuat Keith dapat memandang jauh ke sana, tetapi hanya kegelapan yang tertangkap oleh manik cokelatnya.
Meskipun merasa takut, Keith memberanikan diri mendekat. Rasa penasaran itu lebih banyak menggerogoti hatinya. Dinginnya alumunium menyengat jemari Keith begitu ia menggeser pintu.
Baru merajut beberapa langkah, ia dapat merasakan sesuatu yang basah menembus sendal rumahan berbentuk kelinci itu. Kepalanya sontak menunduk, melihat tepi kolam sudah dipenuhi air yang tumpah dari kolam. Sorot matanya bergerak pelan ke arah kolam. Lagi-lagi kosong. Hanya ada bayangan bulan di sana.
Namun, begitu Keith menyipitkan matanya. Semuanya terasa lebih jelas. Di dalam kolam itu tidak kosong. Terdapat seseorang di dalamnya.
Begitu menyadari itu, sapu di genggamannya jatuh begitu saja bersamaan dengan tubuhnya yang perlahan menjauh dari sana. Rok bawahannya dalam sekejap menjadi kusut ulah remasan tangannya yang begitu kuat.
Waktu berlalu dan Keith masih di sana, memproses semuanya. Bagaimana pun ia sungguh bingung. Tidak menutup kemungkian jika orang itu adalah penjahat yang tengah menjalankan aksinya. Begitu Keith mendekat mereka akan membunuhnya dalam kedipan mata. Namun, bagaimana jika sebaliknya?
Ah, sudahlah.
Suara air kembali terdengar menghantam pinggiran kolam, lalu tumpah keluar. Setelahnya terlihat Keith berenang ke tengah dan begitu berhasil menggapai seseorang itu, ia segera membawanya ke pinggiran kolam. Dengan susah payah, ia menaikkan laki-laki tersebut dan sedikit menyeretnya hingga tersandar di kaca pintu.
Keith menghela napas. Tangan kirinya berada di pinggang, sedangkan satunya mengusap bulir air yang tertinggal di dahinya.
Maniknya kembali menangkap sesuatu janggal yang berhasil membuat udara tercekat di tenggorokannya. Kemeja pria itu robek di bagian kiri, memanjang dari bahu hingga bagian dada. Laki-laki seperti memakai dua kemeja, karena sebelah kiri yang berwarna merah sedangkan sisi sebelahnya putih bersih.
Keith bergegas memasuki rumahnya. Tidak mempedulikan lantainya yang akan basah karena air yang menetes dari pakaiannya. Ia segera kembali dan bersimpuh di samping laki-laki itu. Tangannya begitu cekatan membuka kotak P3K yang ia bawa tadi, setelah sebelumnya ia memastikan jika orang tersebut masih bernyawa.
Namun, jemarinya sempat berhenti sejenak tatkala menyentuh kancing kemeja milik laki-laki di depannya. Matanya terpejam lalu secara perlahan membuka satu-persatu kancing yang ada. Tangannya kembali terhenti begitu menyadari ia tidak dapat mengobati dengan mata tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Farewell Countdown
Teen Fiction[Update setiap Rabu dan Kamis] Keithara Gazea, seorang siswi dari salah satu sekolah swasta di Jakarta, sekaligus seorang penulis novel. Awalnya Keith sama sekali tidak berminat pada sastra, tetapi ketika ia menderita insomnia sejak 5 tahun lalu, se...