𝐏𝐑𝐎𝐋𝐎𝐆𝐔𝐄

98 45 115
                                    

SUARA derap langkah kaki yang berlari terdengar nyaring disepanjang koridor rumah sakit Shiny Hospital. Keringat yang mengalir dikedua pelipis seorang gadis berseragam SMA itu nampak ia hiraukan, ia terus saja berlari mencari keberadaan ruangan UGD. Tak peduli jika dirinya saat ini menjadi pusat perhatian orang yang berlalu lalang. Fokusnya saat ini hanya ingin menemui ibundanya.

Dia Askara.

Askara Swastamita. Seorang gadis berambut sebahu yang memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi dengan wajah bulat yang sialnya menjadi pelengkap kecantikannya. Askara dikenal dengan banyaknya prestasi yang ia peroleh.

Askara juga dikenal sebagai gadis pekerja keras, karena diusianya yang masih berstatus pelajar, ia harus banting tulang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan ibundanya.

Langkah kaki Askara berhenti tepat didepan sebuah ruangan yang terdapat tulisan UGD diatasnya. Gadis itu tampak panik saat tak menemukan petugas medis yang bisa ia tanyai mengenai kondisi ibundanya.

"Tolong bertahan untuk Ara, bun."

Askara mendudukkan dirinya dibangku yang ada disana. Gadis itu menundukkan kepalanya, berharap ibundanya akan baik-baik saja didalam sana.

"Kak Harsa. Iya bener, gue harus ngabarin kak Harsa."

Sedetik kemudian, Askara langsung mengambil handphone yang ada didalam tasnya, lalu segera mencari kontak Harsa untuk ia kirimkan pesan.

Askara:

Kak, bunda masuk rumah sakit lagi, jantungnya kumat.
Lo bisa temenin gue nggak???
Gue sendirian.

Tak berselang lama, handphone Askara berbunyi, menandakan pesan masuk.

Kak Harsa:
gw sibuk
lo udh besar kar, bljr mandiri

Gadis itu menghembuskan nafasnya. Sepertinya keputusan Askara untuk menghubungi Harsa memanglah salah. Laki-laki itu benar-benar tak peduli lagi dengannya.

Tanpa ia sadari, cairan bening menetes dari sudut matanya. Ia tak tau harus bagaimana lagi sekarang. Yang bisa ia harapkan sekarang adalah ibundanya kembali sehat seperti sebelumnya.

"Keluarga pasien?"

Askara terkejut saat petugas medis tiba-tiba menghampirinya. Ia pun langsung berdiri dari duduknya. "Saya anaknya."

"Sebelumnya saya minta maaf."

Deg. Perasaan sesak tiba-tiba menghampirinya. Pikiran-pikiran negatif seolah berebut untuk menghantui isi kepala Askara.

"Kondisi pasien sempat taratasi. Namun sayang, warga terlambat membawa pasien ke rumah sakit, membuat pasien harus kehilangan nyawanya."

Shock. Askara benar-benar terkejut mendengar penuturan sang dokter. Hatinya berdesir ngilu mendengar kabar yang dibawakan oleh dokter, seolah ada batu besar yang menghantam dirinya saat ini juga.

Askara terduduk lemas dilantai dingin rumah sakit. Peristiwa yang sangat ia takutkan akhirnya kini benar-benar terjadi. Untuk yang kedua kalinya, orang yang Askara sayang, pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Askara membenci takdirnya. Askara membenci dirinya yang terlihat tak berdaya. Askara membenci Tuhan yang tega mengambil bunda dari sisinya. Jika boleh jujur, Askara tak rela! Askara tak ingin bundanya pergi meninggalkannya. Namun nyatanya, Tuhan tidak menghendakinya.

"Tuhan.... Mengapa kau tega melakukannya?" lirih Askara sebelum ia benar-benar menutup kedua matanya.

Askara: Mimpi dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang