01. Setitik Luka

58 23 47
                                    

MALAM ini, suasana riuh menghiasi salah satu jalanan yang ada di ibu kota. Suara sorakan dan tepukan tangan juga turut serta menjadikan arena balap tampak semakin ramai.

Seorang pemuda dengan setelan hitam juga motor sport yang dikendarainya tampak melempar tatapan permusuhan ke arah pemuda yang ada disampingnya.

Didepan mereka, sudah ada seorang wanita dengan pakaian minim bahan yang membawa bendera kecil ditangannya. Kemudian, wanita itu melemparkan bendera keatas yang menandakan perlombaan akan segera dimulai.

Suasana terasa semakin panas ketika keduanya tampak sangat berambisi untuk saling mengalahkan satu sama lain.

THREE!!

TWO!!

ONE!!

GO!!

Seketika itu, mereka berdua pun langsung menancap gas, berusaha saling mengejar, guna mendapatkan posisi pertama untuk sampai digaris finish.

Harsa yang melesatkan motornya dengan secepat kilat, kini memimpin jauh didepan. Sesekali, ia akan melirik spion untuk memantau jaraknya dengan Arjun yang merupakan rival-nya malam ini.

Harsa tersenyum miring kala ia berhasil menarik gasnya lebih kencang dibanding dengan Arjun yang terus berusaha untuk menyamakan posisinya.

Selang beberapa menit berkendara, akhirnya garis finish sudah terlihat didepan mata Harsa. Tak ingin membuang-buang waktu lagi, laki-laki itu kembali menarik gasnya.

Akhirnya, lagi dan lagi, Harsa berhasil memenangkan balapan malam ini. Meskipun, tadi ia sempat tertinggal beberapa meter dari Arjun.

Banyak ucapan selamat yang mereka tujukan untuk Harsa. Ungkapan kagum juga Harsa terima dari beberapa wanita yang ikut menonton.

"Selamat bro. Gue akuin, lo emang keren," ucap Arjun seraya menjabat tangan Harsa.

"Thanks," balas Harsa seadanya.

"Sesuai kesepakatan awal, gue nggak akan pernah lagi deketin cewek lo."

"Bagus deh kalau lo sadar."

Harsa melepas helm, lalu turun dari motornya. Laki-laki itu kemudian berjalan santai meninggalkan Arjun yang masih diam di tempatnya.

"SLIBAW!! KEREN BANGET LO, SA!!"

Laskar yang baru datang bersama dengan Seno dan Janu, langsung saja merangkul pundak Harsa dengan bangga. Temannya yang satu itu memang sangat ahli dalam hal mengendarai motor.

"Ajaran gue, tuh," ucap Janu dengan bangga.

Mendengar itu, Laskar bergidik ngeri. "Idih, bacot banget."

"Oiya, Sa. Sebagai perayaan kemenangan lo, gimana kalau kita makan-makan malam ini?"

"Buset!! tumben banget otak lo encer, Las."

"What?! Tumben?! Heh, kodok anggora! Asal lo tau ya, otak gue ini selalu encer!!"

Seno yang sedari tadi diam mendengarkan kedua temannya berdebat, hanya bersedekap dada seraya memutar bola matanya dengan malas. Ia sudah tak heran lagi dengan keributan yang sering terjadi antara Laskar dan Janu. Menurutnya, itu hal yang biasa.

"Sorry, gue harus cabut. Bokap gue udah telpon." Harsa berucap. Jauh di lubung hatinya, ada sedikit perasaan tak enak.

"Yah.... Kalau nggak ada lo, nggak bisa makan gratisan dong kita," celetuk Laskar yang langsung mendapat tabokan dari Seno.

Seno yang mengerti, langsung mengizinkan Harsa untuk pulang. "Nggak papa, Sa. Lo pulang aja," jawab Seno.

Saat mendapati respon yang Seno berikan, Harsa tersenyum tipis, bahkan hampir tak terlihat. Sebelum pergi, Harsa terlebih dahulu berpamitan ke teman-temannya dan langsung melangkahkan kaki untuk pergi dari sana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Askara: Mimpi dan LukanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang