Mila Si Perawat

18.3K 41 7
                                    

Sudah beberapa waktu ini aku kehilangan gairahku. Bukan karena apa tapi aku sudah terlalu muak dengan istriku, Sari namanya. Sejak tes kesuburan beberapa waktu lalu dan aku enggan mengatakan hasil yang sesungguhnya. Sari mandul ada beberapa hal yang mempengaruhi kesehatan organ reproduksinya juga.

Aku tak bermaksud memberitaunya secara gamblang agar Sari tidak sedih dan kecewa. Tapi rasanya pilihanku ini salah, toh buktinya ia malah terus mengomel padaku begitu ia tau hasilnya sendiri. Padahal aku sudah bermaksud mencarikan obat untuknya. Mengingat kami juga sudah 8 tahun menikah dan masih belum di karuniai anak.

Aku pribadi sebenarnya tak masalah dengan hal itu. Toh dari awal kami memiliki komitmen untuk terus bersama apapun yang terjadi, kami juga saling mensuport karir masing-masing. Jadi tak masalah jika kami tak memiliki anak sekalipun. Kami sudah sering membahasnya dan berulang kali kami sepakat atas hal itu.

Setiap perkumpulan keluarga dan di tanya soal momongan. Aku juga selalu mau dan siap jika di jadikan kambing hitam. Tak masalah bagiku jika di bilang mandul daripada Sari sedih dan di cemooh keluarga kami. Tapi rasanya Sari lama-lama lupa akan hal itu, akan siapa yang bermasalah dalam hubungan ini.

Bukan apa-apa, kini Sari tak lagi mengatakan kalo aku mandul dengan nada yang rendah dan malu. Tapi sudah terang-terangan dan seolah mengejekku. Ini sangat memuakkan, belum lagi ia yang selalu menyalahkan atas kondisinya ini. Seolah aku benar-benar mandul, kini keluarganya pun malah ikut menyalahkanku.

"Aku gak mandul kamu tau itu, kamu lupa sama kesepakatan kita ha?" tanyaku pada Sari setelah ia melempar sarapanku bak memberi makan pada kucing.

"Dimana-mana kalo istri gak bisa hamil itu yang salah suaminya! Kalo emang subur ma subur aja pasti bisa ngehamilin! Kamu jadi manusia tugasnya cuma ngehamilin aja gak bejus! Kayak gitu bilang kalo dokter obgyn! Kasian aku sama pasien-pasienmu!" makinya hampir setiap pagi setiap kali sarapan bersamaku.

Aku hanya diam mengalah dan memilih pergi. Aku tak menikah karena di jodohkan, tapi rasanya pilihanku sendiri juga tidak tepat. Sari...ah harusnya dari awal aku tidak menikah dengan seorang pegawai bank sepertinya.

***

"Dokter belakangan ini sering tes sperma terus, kalo Mila boleh tau ada apa?" tanya Mila perawat sekaligus asisten dan sekertarisku di klinik.

Aku tersenyum lalu menggeleng pelan. Mila cantik dan sexy, tubuhnya molek dengan payudara sintal dan bokong yang kencang. Tutur katanya juga lembut dan menyejukkan, rasanya hanya Mila pemandangan indah yang bisa ku nikmati dan ku syukuri beberapa waktu belakangan ini tanpa kusadari.

"Apa Dokter sakit?" tanyanya yang terdengar khawatir.

Aku tertawa kecil lalu kembali menggeleng. "Enggak, istriku bilang aku mandul. Jadi aku cek berkala. Emang istriku aja yang gak bisa kasih anak. Tapi aku gapapa..."

Bohong bila aku berkata tidak apa-apa. Karena faktanya itu menjadi masalahku saat ini. Dokter obgyn yang tak bisa menghamili istrinya. Betapa rendahnya aku dimata orang-orang.

Mila mendekat dan ikut membaca hasilku, alisnya berkerut lalu menatapku heran. "Apa yang salah Dok? Hasilnya bagus kayak biasanya."

Aku tertawa pelan. "Iya tapi gak pernah bisa bikin hamil berarti ga sebagus itu..."

Mila terdiam lalu aku pergi menemui pasienku. Sepanjang hari kami tak banyak bicara lagi, sudah ada banyak pasien belakangan ini. Sampai akhirnya menjelang pulang Mila tiba-tiba mendatangiku lagi.

"Dokter..." panggil Mila pelan lalu masuk ke ruanganku.

"Iya ada apa Mila?" tanyaku menanggapinya.

Mila langsung masuk kedalam ruanganku lalu menutup pintunya. "Belakangan ini Mila perhatiin Dokter sering keliatan murung. Mila cuma kepikiran aja apa itu terkait anak. Soalnya kalo Mila liat dari hasil tes lab, Dokter bagus-bagus aja...."

Aku menaikkan sebelah alisku. Aku bingung kemana arah pembicaraan ini bermuara.

"Mila kepikiran aja gimana kalo Dokter coba sama Mila, Dokter hamilin Mila aja," lanjutnya yang benar-benar membuatku terkejut.

"Mila ini..."

"Gapapa, Mila udah kepikiran sejak lama. Sejak gak sengaja denger Dokter waktu berdebat sama Bu Sari dulu. Mila juga liat di sini, gosip kalo Dokter mandul udah sampe dimana-mana. Mila gak rela kalo Dokter di fitnah," ucapnya sembari menunjukkan ponselnya padaku.

Aku menghela nafas lalu menggeleng pelan. Aku tak menyangka masalah rumah tanggaku akan jadi konsumsi publik begitu saja. Aku juga tak mau jika masalah ini akan jadi runyam dan mempengaruhi kredibilitasnya sebagai seorang dokter sekaligus pemilik klinik.

Mila menundukkan pandangannya lalu tersenyum getir. "A-ah! Maaf Dok, yang tadi lupakan saja..." ucapnya lalu keluar dari ruanganku dan langsung pulang.

Aku tak yakin apakah bisa melupakan ucapan Mila barusan. Aku sedikit tak menyangka jika gadis itu akan berkata demikian. Terlebih hanya demi menjaga nama baikku yang bahkan bukan tanggung jawabnya. Heran istriku saja tak sepeduli itu denganku, kenapa Mila bisa begitu peduli.

"Mas, aku ada urusan," sambut Sari begitu aku sampai di rumah.

"Urusan apa? Mau kemana?" tanyaku yang benar-benar sudah lelah namun mencoba sabar menghadapinya.

"Kenapa sih kepo mulu sama urusanku?!" bentaknya begitu ketus padaku. "Aku mau ketemuan sama nasabahku! Udah deh gak usah rewel!"

"Kamu ini kenapa sih?! Tiap hari ngajak berantem terus! Kamu mandul aku yang di salahin aku masih bisa terima, tapi kamu malah nyebar fitnah soal aku!"

"Kamu udah ngebosesnin! Aku enek punya suami kayak kamu!" bentaknya yang kehabisan kata-kata.

"Sari! Sari!" teriakku mengejarnya.

Tapi Sari terus melangkah pergi. Aku hanya bisa menghela nafas dan mencoba mereda emosiku sendiri. Tawaran Mila yang semula terdengar tolol dan meragukan kini terasa lebih baik dan menggiurkan. Mungkin Mila akan bisa jauh lebih baik daripada Sari. Toh selama ini Mila tampak mengagumiku dan bahkan menawari hal seekstrim itu padaku, hanya berdasar kekhawatirannya padaku.

Semalaman setelah perdebatan kami tadi Sari juga tak kunjung pulang. Aku juga sengaja tak mengunci pintu agar saat Sari pulang nanti aku tak perlu repot membukakan pintu. Tapi hingga hari berganti Sari masih belum pulang juga. Bahkan sampai aku hendak berangkat kerja tak ada tanda-tanda kedatangan Sari sama sekali dan aku semakin mempertimbangkan Mila setiap saatnya.

"Oh Bu Sari gak kerja hari ini?" tanyaku memastikan di kantor tempat istriku bekerja.

Aku beralih menghubungi mertua dan iparku, Sari juga tak disana. Orang tuaku pun juga begitu. Aku jadi kembali menaruh banyak curgia padanya. Tapi sudahlah tidak penting yang jelas hari ini jika Sari main gila di belakangku aku juga bisa!

***

"Dokter manggil saya?" tanya Mila.

Aku mengangguk dengan cepat. "Mila, tawaranmu yang semalem apa masih berlaku?" tanyaku sedikit ragu.

Mila tersenyum lalu...

Mila tersenyum lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mila Si Perwat ++ 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang