Qinara duduk di taman seorang diri. Dia tengah menunggu kehadiran Kartikey. Senyuman tak lepas menghiasi wajahnya hingga membuat dia semakin resah karena tidak sanggup menahan rindu untuk bertemu sang kekasih. Namun, orang yang ditungu-tunggu tak kunjung datang.
Dia berulang kali membuka Whatsapp, tetapi tak satu pun chat dari Kartikey. Begitupun pesan ataupun telepon, tidak ada sama sekali
“Tikey, kamu di mana?” desisnya lantaran bingung dan sedikit kecewa karena sudah hampir satu jam lebih menunggu.
Tiba-tiba sebuah pesan masuk, dia buru-buru membukanya.
Nara, aku ada di restoran Aneka Banda. Tak bisa bertemu di taman, kemarilah!
Qinara tersenyum miris kala membaca pesan singkat tersebut. Sepertinya, Kartikey mulai menjauh. Dia berpikiran seperti itu karena sang kekasih tidak mau berkencan di tempat Qinara memutuskan untuk menemuinya. Dia lalu melangkahkan kakinya menuju jalan raya untuk memberhentikan sebuah taxi. Tiba-tiba, setelah kepergian gadis itu. Kartikey muncul dari balik sebuah pohon yang ada di dekat kursi taman tersebut. Dia menatap Qinara yang mulai menghilang dari pandangannya dengan penuh penyesalan.
“Maafkan aku, Nara. Aku sebenarnya tidak ingin membuatmu menjadi seperti ini, tapi aku tak punya cara lain dan ... tak sanggup untuk memberikan kenyataannya padamu.” Dia berkata dengan nada getir.
«o0o»
Qinara masuk ke dalam sebuah restoran yang telah dikirim alamatnya oleh Kartikey. Dia menengok ke kanan dan kiri untuk memastikan kehadiran Kartikey. Namun, pemuda itu rupanya belum datang.
Dia memutuskan untuk duduk di salah satu meja dan memesan minuman coklat hangat sambil menunggu Kartikey. Tiba-tiba, dia senyam-senyum sendiri memikirkan lelaki tersebut. Sepertinya, bukan dia yang membuat sang kekasih jatuh hati, melainkan dialah yang sangat mencintainya.
Saat pesanan datang, Qinara pun tidak sadar. Bahkan, saat sang kekasih duduk di samping, dia juga tidak sadar. Kartikey lalu meminta pelayan itu pergi dengan memberikan sebuah kode. Dia lalu menatap wajah gadis pujaannya.
“Ehem,” tegur Kartikey.
Qinara menoleh ke samping dan bertanya dengan nada heran. “Sejak kapan kau di sini?”
“Aku sedari tadi di sini, saat melihat pelayan memanggilmu,” sahutnya.
“Heh?” Qinara malah tambah bingung sendiri.
“Minumanmu akan dingin jika tidak di minum sekarang!” kata Kartikey mengingatkan Qinara akan pesanannya.
“Oh iya, aku hampir lupa.”
Qinara kemudian meminum tersebut. Setelah itu, tiba-tiba saja dia terlihat seperti ingin pingsan.
“Kenapa? Kau sakit?” tanya Kartikey panik.
“Ntahlah,” sahut Qinara.
“Kau naik apa ke sini?”
“Taxi,” sahutnya pendek. Dia sebenarnya bersandiwara karena ingin tahu sampai kapan Kartikey akan mempermainkan perasaannya.
Kartikey kemudian memanggil seorang pelayan dan membayar minuman yang telah dipesan Qinara. Dia kemudian memapah gadis itu menuju mobilnya. Dalam perjalanan, Kartikey melihat ke arah Qinara yang ada di sampingnya--sudah terlelap.
Kartikey hanya bisa melafalkan 'Maaf' pada gadisnya itu di dalam hati. Tidak lama kemudian, mobil itu berhenti di depan kediaman Qinara. Dia memandangnya sebentar dan mengelus wajahnya.
“Qinara, kau boleh menghukumku nanti. Meskipun, caraku salah, tetapi aku ingin kau bahagia,” katanya pelan, tetapi penuh ketulusan.
Kartikey kemudian mengecup kening wanita itu. Namun, tiba-tiba Qinara membuka mata dan menatapnya dengan nyalang.
“Puas kamu, Tikey? Puas sudah mempermainkan perasaanku?!” ujarnya dengan nada penuh penekanan karena emosi.
“Na-Nara?”
Qinara memandang dalam mata pemuda tersebut, tetapi hanya kepedihan yang tersirat di sana. Akhirnya, dia menyadari bahwa kemungkinan perubahan sang kekasih saat ini adalah karena hubungan mereka yang tak disetujui.
“Kenapa? Kenapa tak memberitahuku dari awal?”
“A-aku tak punya keberanian,” elaknya yang padahal menutupi hati yang tak ingin tersakiti.
“Pembohong!” umpat Qinara, dia tak menyangka jikalau Kartikey benar-benar ingin menutupi semuanya tanpa memberitahu alasan mengapa mereka tak direstui. “Tikey, kau bukan pemuda dungu yang tak mengerti segalanya. Tidak bisakah kita membujuk ayahmu lagi untuk merestui kita?”
Kartikey tak ingin menjawab pertanyaan Qinara. Dengan menjawabnya maka alasan mengapa dia terpaksa berbohong akan terbongkar begitu saja. Dia mengalihkan pembicaraan, “Sudahlah, Nara. Mungkin hubungan kita cukup sampai di sini saja, mungkin semua yang terjadi tadi malam hanyalah angan saja.”
Qinara menatap Kartikey dengan kecewa. Dengan mudah dia berkata seperti itu tanpa merasa telah melukai perasaannya.
“Tikey bodoh! Aku membencimu!” teriaknya lalu keluar dari mobil. Dia bahkan menutup pintu mobil dengan kasar.
Hati Qinara benar-benar terluka. Dia tidak menyangka bahwa lamaran sang kekasih tadi malam hanyalah sebuah angan saja. Pengakuan cinta yang membuat hubungan keduanya menjadi seperti saat ini.
“Maaf, Nara. Jikalau tak seperti ini, kau tak akan bisa bahagia nantinya,” lirihnya dengan perlahan.
Kartikey lalu menenggelamkan wajahnya di dalam pangkuan tangannya. Dia lalu berandai-andai dengan segala andaian. Meski, semua hanyalah terucap dari perkataan. Namun, luka yang ditorehkannya untuk Qinara sangatlah menyakitkan hati dan jiwa.
Dia lalu mengambil handphone mengetik beberapa kata yang ingin disampaikannya pada Qinara. Tidak peduli, meski pesan itu tidak dibaca oleh sang kekasih.
Nara. Jujur, aku tak akan mampu membuatmu bahagia. Kau dan Sanka saling mencintai sejak kecil, aku hanyalah cinta keduamu di saat dewasa. Jikapun suatu saat, aku akan menjadi kakak iparmu, setidaknya aku pernah mencintaimu, Nara.
Kartikey lalu mengirim pesan tersebut. Jauh dari lubuk hatinya, dia tak rela melepaskan Qinara.
“Aku tak bisa memberikan alasan yang sebenarnya, Nara. Biarlah nanti kau tahu sendiri mengapa aku bersikap seperti ini.”
KAMU SEDANG MEMBACA
BINTANG KESEPIAN
Teen FictionKartikey begitu mencintai Qinara. Mereka saling mencintai dan berniat membangun mahligai rumah tangga bersama. Namun, takdir hidup memisahkan mereka. Qinara malah ditunangkan dengan adiknya Kartikey. Suatu hari, Kartikey mengetahui bahwa Qinara han...