2

117 17 11
                                    

Besoknya, pagi-pagi sekali Gunil datang menjemput Jooyeon. Bahkan nyawa Jooyeon belum sepenuhnya terkumpul saat dia ditarik masuk ke mobil.

"Sampai ketemu di sekolah," ucap Jiseok sebelum menutup pintu mobil dan melambai pada Jooyeon. Jooyeon membalas lambaian itu dengan mata yang setengah terpejam, membuat Jiseok terkekeh geli.

Gunil menyalakan mesin, dan melaju membelah jalanan setelah berpamitan pada Jiseok. Matahari baru mengintip malu-malu dari ufuk timur, tapi jalanan sudah cukup sibuk. Gunil hanya berharap mereka tidak terjebak macet, karena setelah ini dia masih harus mengantar Jooyeon ke sekolah. Diliriknya sang adik yang sudah kembali memejamkan mata. Kepalanya bersandar pada kaca jendela, terantuk-antuk pelan saat mobil melewati polisi tidur.

"Kak." Jooyeon yang dikira Gunil tidur ternyata masih bangun. Rupanya hanya matanya yang terpejam.

"Hm?" Gunil menyahut tanpa alihkan pandangan dari jalanan.

"Padahal lebih cepet kalau aku langsung ke sekolah sama Jiseok. Jadinya malah bolak-balik, nanti kakak nganterin aku lagi," ucap Jooyeon. Suaranya masih terdengar mengantuk tapi dia paksakan untuk bicara.

Bisa saja sebetulnya Gunil biarkan Jooyeon berangkat langsung ke sekolah dengan Jiseok, tapi dia merindukan adiknya yang manis itu. Maunya dia saja yang antar-jemput.

"Kamu nggak kangen kakak emangnya?" tanya Gunil sambil melirik Jooyeon yang mengangkat kepalanya sedikit.

"Males." Jooyeon mendengus dan kembali memejamkan mata. Gunil tertawa puas karena berhasil menjahili Jooyeon. Tawanya mirip suara kaca mobil saat dilap, dan itu membuat Jooyeon geli. Ujung-ujungnya dia tidak tahan dan jadi ikut tertawa.

Sisa perjalanan menuju rumah mereka habiskan dengan membicarakan kehidupan perkuliahan Gunil, juga keseharian Jooyeon. Tidak banyak sebetulnya yang bisa Jooyeon ceritakan. Sebisa mungkin dia mengindari bicarakan tentang sekolah. Kakaknya tak boleh tahu dia masih suka memukuli orang-orang yang mengolok Jiseok. Tapi mau dihindari bagaimanapun, kalau ujungnya Gunil yang bertanya, Jooyeon tidak bisa lagi mengelak.

"Sekolah kamu gimana?" Kan. Benar saja, pembicaraan itu akhirnya tiba juga.

Jooyeon memutar otak. Apa yang harus dijawabnya agar tidak mengarah pada pertanyaan lebih lanjut perihal luka di wajahnya? Jooyeon sadar betul Gunil melihatnya lama saat tadi menjemputnya.

"Ya nggak gimana-gimana. Gitu-gitu aja," jawab Jooyeon sekenanya, berharap topik pembicaraan berganti.

"Ada masalah di sekolah?" tanya Gunil, malah terlihat makin ingin tahu.

"Nggak ada apa-apa, baik-baik aja kok. Kakak gimana? Ijazahnya aman?" Jooyeon balik bertanya, memutuskan untuk secepatnya alihkan topik.

"Masih ditahan, tapi kakak nekat aja pulang." Berhasil. Gunil lanjut membicarakan ijazahnya yang masih ditahan. Diam-diam Jooyeon menghela napas lega.

Namun kelegaannya itu tidak bertahan lama. Setelah sampai di rumah, Jooyeon segera mandi dan berganti pakaian. Dia tak bisa berlama-lama melamun atau kembali tidur, Gunil sudah menyuruhnya cepat-cepat agar tidak terlambat. Gunil melajukan mobil sedikit lebih cepat, mengejar waktu agar sampai ke sekolah sebelum bel masuk berbunyi. Untungnya mereka sampai tepat waktu.

"Makasih, Kak! Hati-hati di jalan." Jooyeon melepas sabuk pengaman, bersiap untuk keluar dari mobil.

"Kamu masih berantem 'kan?" Pertanyaan Gunil yang tiba-tiba itu membuat gerakan Jooyeon terhenti.

"Luka kamu, di pipi, di tangan juga ada. Sejelas itu mana mungkin kakak pura-pura nggak nyadar," lanjut Gunil.

Di luar mobil terdengar suara murid-murid yang berbincang dan tertawa. Namun di dalam mobil tidak terdengar suara apapun selain suara mesin mobil yang tidak Gunil matikan.

Renjana | GayeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang